Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Ketika Luka Belum Sembuh, Ironi Kepahlawanan dan Politik Ingatan

kabarbaru.co
Penulis adalah Naufan Sabriansyah, Sekbid HPKP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Pimpinan Komisariat Ekosentris Universitas Muhammadiyah Gresik. (Foto: Ist).

Editor:

Kabar Baru, Opini — Bagi saya, menyandingkan nama Soeharto dengan gelar Pahlawan Nasional terasa ironis ketika masih ada luka sejarah yang belum sepenuhnya pulih. Luka yang tidak hanya tertinggal di halaman-halaman buku, tetapi juga hidup dalam ingatan mereka yang keluarganya kehilangan suara, kebebasan, bahkan nyawa di masa Orde Baru. Mengangkat kembali sosok yang berdiri di atas penindasan tanpa refleksi kritis, seolah menaburkan garam di atas luka yang belum kering.

Marsinah, seorang buruh perempuan dari Sidoarjo, adalah simbol keberanian rakyat kecil yang menuntut haknya. Ia mewakili suara-suara yang ditindas, keberanian yang lahir dari penderitaan, dan keadilan yang dibayar dengan nyawa. Sementara rezim yang dipimpin Soeharto justru menutup ruang demokrasi, membungkam kritik, dan menjadikan rasa takut sebagai bahasa kekuasaan. Maka, ketika nama keduanya disandingkan dalam ranah kepahlawanan, pertanyaan moral pun muncul: apakah sejarah kini sedang ditulis ulang dengan tinta pelupaan?

Jasa Penerbitan Buku

Pahlawan sejati bukan hanya mereka yang membangun gedung, jalan, dan infrastruktur, melainkan mereka yang membangun peradaban nurani yang menegakkan kemanusiaan, melawan ketidakadilan, dan menolak tunduk pada tirani. Kepahlawanan tidak diukur dari seberapa besar kuasa yang dimiliki, tetapi seberapa teguh seseorang berdiri bersama yang tertindas.

Sebelum bangsa ini mengangkat seseorang sebagai pahlawan, seharusnya kita bertanya dengan jujur: apakah ia meninggalkan warisan keadilan, atau justru meninggalkan jejak ketakutan? Sebab memberi gelar tanpa menimbang luka hanya akan menipu generasi, menjadikan sejarah sekadar panggung glorifikasi, bukan ruang pembelajaran moral.

Soeharto mungkin bagian penting dari sejarah bangsa, tetapi Marsinah adalah suara nurani yang terus mengingatkan kita agar tidak menukar pembangunan dengan penindasan, dan tidak mengganti kemajuan dengan kehilangan kemanusiaan.

Kita, sebagai generasi yang lahir dari kampus dan nurani, harus berani bersikap di antara kabut politik memori. Sebab keberanian intelektual bukan sekadar menulis atau berbicara, tetapi menolak lupa dan menegakkan kebenaran, meski bertentangan dengan arus kekuasaan.

Penulis adalah Naufan Sabriansyah, Sekbid HPKP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Pimpinan Komisariat Ekosentris Universitas Muhammadiyah Gresik.

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store