Dinamika Kerapan Sapi Madura dalam Tradisi Lomba dan Budaya Lokal

Editor: Bahiyyah Azzahra
Kabar Baru, Opini – Kerapan Sapi adalah salah satu tradisi paling ikonik dari Madura—perpaduan antara ketangkasan, estetika, dan kebanggaan budaya. Setiap tahun, arena tanah lapang berubah menjadi panggung besar yang menyatukan manusia, hewan, dan warisan leluhur dalam satu perayaan yang penuh energi. Sebelum perlombaan dimulai, suasana sudah riuh oleh alunan musik saronen dan arak-arakan massyoro. Sapi-sapi pacuan melangkah gagah dengan balutan kain berwarna cerah dan ornamen tradisional, memperlihatkan bahwa bagi masyarakat Madura, sapi bukan sekadar hewan, melainkan simbol martabat dan kehormatan pemiliknya.
Ketika perlombaan dimulai, dua ekor sapi melaju dengan kecepatan tinggi di lintasan tanah yang lurus. Seorang joki berdiri di atas kaleles, berupaya menjaga keseimbangan sambil mengarahkan laju sapi yang berlari seirama. Sorakan warga yang berkumpul dari berbagai daerah membuat suasana semakin semarak, menjadikan Kerapan Sapi bukan hanya kompetisi, tetapi pertunjukan budaya yang hidup dan mengakar kuat dalam ingatan kolektif masyarakat Madura.
Asal Usul: Dari Ladang Kering Menjadi Tradisi Bergengsi
Akar tradisi ini tumbuh dari realitas kehidupan masyarakat Madura yang tinggal di wilayah dengan lahan tandus dan sumber daya terbatas. Sapi menjadi aset penting untuk membajak tanah dan mempercepat pekerjaan agraris. Dalam konteks tersebut, menilai kekuatan dan kecepatan sapi menjadi bagian dari kebutuhan sehari-hari. Dari kebiasaan itulah perlombaan kecil di tingkat desa muncul, lalu berkembang menjadi tradisi besar yang kini dikenal sebagai Kerapan Sapi.
Istilah kerapan berasal dari kata kerap/kirap yang berarti “berangkat bersama”atau dari kata Arab kirabah, “persahabatan”.Dua makna ini menyiratkan bahwa sejak mula, tradisi ini telah menjadi ruang kebersamaan antarwarga. Perubahan dari fungsi agraris menuju perayaan budaya menunjukkan betapa kuatnya kemampuan masyarakat Madura mengolah pengalaman hidup menjadi praktik tradisi yang bernilai tinggi.
Makna Sosial, Estetika, dan Simbolik
- Makna Sosial: Ruang Kebersamaan yang Menghidupkan Komunitas
Kerapan Sapi adalah wujud nyata solidaritas sosial masyarakat Madura. Persiapan perlombaan dikerjakan bersama—mulai dari merawat sapi, melatihnya, hingga menghiasnya untuk prosesi arak-arakan. Gotong royong ini membangun hubungan antarwarga dan memperkuat jaringan sosial yang sudah ada. Ajang ini juga menjadi momen silaturahmi besar, tempat masyarakat dari berbagai daerah berkumpul dan merayakan kebersamaan.
- Makna Estetika: Kreativitas Lokal yang Disajikan dalam Warna dan Bunyi
Tradisi ini memancarkan keindahan visual dan musikal. Ornamen khas Madura, kain cerah, dan aksesoris yang menghiasi sapi menunjukkan cita rasa seni masyarakat. Diiringi musik saronen yang energik, prosesi massyoro menjadikan arena Kerapan Sapi bukan hanya tempat bertanding, tetapi juga panggung seni budaya.
- Makna Simbolik: Ketangguhan dan Identitas Masyarakat Madura
Kerapan Sapi merefleksikan ketangguhan hidup masyarakat Madura. Dedikasi pemilik sapi dalam melatih dan merawat hewan peliharaannya menjadi simbol ketekunan dan loyalitas. Di balik kecepatan sapi yang melaju di arena, tersimpan nilai-nilai tentang kerja keras, kehormatan, dan identitas yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Transformasi Kerapan Sapi di Era Modern
Di tengah perubahan zaman, tradisi ini tidak kehilangan relevansinya. Kerapan Sapi kini tampil bukan hanya sebagai ajang kompetisi, tetapi juga sebagai aset pariwisata budaya. Pemerintah daerah bersama komunitas budaya berupaya melestarikan tradisi ini melalui festival tahunan, pengembangan wisata budaya, serta aturan baru yang lebih memperhatikan kesejahteraan hewan.
Walaupun mendapat kritik, terutama terkait isu perlindungan hewan, Kerapan Sapi justru menunjukkan kemampuan beradaptasi tanpa kehilangan jati dirinya. Tradisi ini terus diperbarui sehingga tetap dapat dinikmati generasi muda sekaligus mempertahankan nilai-nilai lokal yang melekat di dalamnya.
Dan Tentunya Kerapan Sapi Tidak hanya tentang siapa yang paling cepat di arena pacuan. Lebih dari itu, ia adalah kisah panjang tentang bagaimana masyarakat Madura menjaga tradisi, merawat identitas, serta meneguhkan nilai-nilai kebersamaan di tengah perubahan zaman. Tradisi ini hidup karena masyarakatnya terus menjaga, merayakan, dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan segala dinamika dan transformasinya, Kerapan Sapi tetap menjadi salah satu simbol kebudayaan Madura yang paling kuat sebuah warisan budaya yang pantas dijaga dan diapresiasi.
Penulis : Halilatur Rohemah & Mofidatul hasanah, Universitas Madura.
Insight NTB
Suara Time
Kabar Tren
IDN Vox
Portal Demokrasi
Lens IDN
Seedbacklink







