Hari Pangan Sedunia 2023, BEM Nusantara Beri Rekomendasi Soal Food Estate
Editor: Ahmad Arsyad
Kabar Baru, Opini- Food estate merupakan sebuah proyek yang di gagas pada Pemerintahan Presiden Jokowi untuk meningkatkan sebuah kedaulatan pangan dengan mengintegrasikan pada sektor pertanian, perkebunan dan peternakan, ternyata proyek food estate ini bukan hanya di gagas pada Pemerintahan Presiden Jokowi saja, namun sudah pernah di lakukan pada orde baru dan Pemerintahan Presiden SBY.
Pada Pemerintahan Presiden Seoharto, food estate dinamakan mega rice projek, dengan program mengubah 1 juta hektar lahan gambut di Kalimantan Tengah menjadi lahan produksi beras, proyek ambisius ini ternyata gagal total, karena belum ada kajian dan analisa yang matang, sebetulnya pada saat itu para ilmuwan sudah menjelasakan bahwa proyek ini akan gagal karena faktor tanah yang tidak mendukung, karena tanah gambut terlalu asam dan kekurangan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan, Alhasil, pemerintah menelan kerugian yang amat besar. Masyarakat lokal tersisih. Hutan dihabisi dan kemudian menjadi awal dari bencana lingkungan terbesar di akhir abad ke-20.
Pada tahun 2010 proyek ini dilaksanakan lagi oleh Pemerintahan Presiden SBY dengan nama Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE). Tujuannya adalah menjamin swasembada Indonesia dalam hal pangan dan energi. Sama halnya dengan Presiden Soeharto pada saat itu yang sudah dijelaskan bahwa proyek ini akan gagal, alhasil 9 tahun setelah peluncuran MIFEE pun gagal total dan tidak membuahkan pangan maupun energi, hal karena masyarakat Papua yang sehari hari makan sagu, dipaksa produksi dan makan beras, sehingga pada saat itu masyarakat Papu banyak kehilangan sumber pangan utama mereka, lantaran hutan sudah di tebang untuk keperluan Mega Proyek ini.
Tak berhenti sampai di sini. Kegagalan ini rupanya tak dijadikan pembelajaran bagi pemerintahan selanjutnya, alih alih belajar dari kegagalan malah Food estate membuka lahan lebih luas dengan beberapa titik seperti di Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, NTT, Papua, Sumatera Selatan, sampai saat ini Food Estate terancam gagal karena tidak membuahkan hasil yang di inginkan, lagi- lagi hal ini lataran belum ada kajian dan analisa yang matang serta bersifat terburu buru bahkan izin amdal pun belum keluar, namun proyek sudah di kerjakan.
Disini Perlu di pertanyakan Integritas Keilmuan Pemerintah serta Pola komunikasi kepada masyarakat, karena kegagalan tersebut disebabkan beberapa variable seperti geografis, sosial budidaya dan agronomis, seharusnya Pemerintah mampu mengkaji dan mengatasi permasalahan dari beberapa variable ini, karena proyek yang sudah di lakukan beberapa kali seharusnya ada data yang bisa menjadi evaluasi serta seharusnya yang menduduki di kursi pemerintahan adalah seorang yang ahli dalam bidangnya, namun variable tersebut pun tidak bisa di atasi, kalau pun pemerintah tidak bisa mengkaji seharusnya mengajak para ahli untuk berdiskusi. Seperti yang sudah sudah, meskipun para ahli sudah berkontribusi untuk menjelaskan kekurangan proyek ini, namun dengan minimnya demokrasi, sang penguasa tetap meneruskan ambisinya.
Oleh karena itu kami selaku Koordinator Isu Pertanian Dan Ketahan Pangan BEM Nusantara memberikan rekomendasi
- Melakukan kajian dan analisa yang benar benar matang dengan melibatkan para ahli supaya bisa memutuskan kebijakan yang bijak tanpa tergesa gesa
- Melibatkan tokoh masyarakat adat setiap pengambilan keputusan karena yang lebih mengetahui kondisi geografis dan alam di daerahnya
- Karena saat ini jumlah petani muda yang hanya 8% dari jumlah total 33 juta petani, jadi bisa melibatkan Mahasiswa Pertanian supaya bisa meningkatkan regenerasi petani
- Jutaan lahan yang telah rusak akibat proyek ini harus di perbaiki supaya tidak menjadi bencana lingkungan
- Lahan pertanian yang saat ini sudah ada harus dimaksimalkan, karena masih banyak permasalahan mulai dari distribusi pupuk subsidi hingga harga jual komodatas yang belum mensejahterakan petani.
*) Penulis adalah Harisuddin, Koordinator Isu Pertanian dan Ketahanan Pangan.