Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Event atau Kesejahteraan? Membedah Prioritas Pembangunan di Sumenep

024145ed-396c-4681-8c84-70afb7c128f5
Penulis adalah Rohimus Shawaim, Mahasiswa FISIP Universitas Wiraraja Madura.

Jurnalis:

Kabar Baru, Opini – Pemerintah Kabupaten Sumenep meluncurkan Calendar of Event untuk tahun 2025, dengan total 100 kegiatan yang dijadwalkan sepanjang tahun.

Mulai dari festival budaya, pertunjukan seni, kegiatan olahraga, hingga pameran kuliner berbasis UMKM, semuanya diklaim sebagai bentuk dukungan terhadap potensi lokal dan pariwisata daerah.

Jasa Penerbitan Buku

Secara umum, langkah ini memang patut diapresiasi. Di tengah tantangan global dan kebutuhan untuk memperkuat identitas daerah, upaya menghidupkan budaya lokal melalui event memang penting.

Namun, pertanyaan kritis perlu diajukan: apakah prioritas ini sudah sesuai dengan kebutuhan mendasar masyarakat Sumenep saat ini?

Jika kita melihat daftar kegiatan yang diumumkan tahun 2025, jumlahnya memang impresif. Ada 1 event di bulan Januari, 4 di Februari, 2 di Maret, 4 di April, 6 di Mei, melonjak menjadi 23 event di Juni, 13 di Juli, 12 di Agustus, 9 di September, 19 di Oktober, 8 di November, dan 4 di Desember.

Namun, jumlah besar ini tidak otomatis sebanding dengan dampak sosial-ekonomi yang dirasakan masyarakat, apalagi jika penyelenggaraannya tidak merata atau hanya terkonsentrasi di wilayah perkotaan.

Masyarakat Sumenep, khususnya yang tinggal di wilayah kepulauan dan pelosok seperti Kangean, masih menghadapi persoalan klasik: keterbatasan infrastruktur, akses pendidikan dan kesehatan yang belum merata, serta lemahnya daya dukung ekonomi lokal.

Dalam situasi seperti ini, apakah program bertema hiburan dan festival layak dijadikan prioritas anggaran?

Menurut A.S. Tummala, kesejahteraan sosial adalah kondisi ideal ketika kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi, masalah sosial dapat dikelola dengan baik, dan setiap individu memiliki akses terhadap peluang hidup yang layak.

Dalam teori pembangunan manusia yang dikembangkan Mahbub ul Haq, pembangunan harus menempatkan manusia sebagai tujuan utama bukan sekadar pertumbuhan ekonomi atau pencapaian kuantitatif.

Ia menekankan empat pilar pembangunan: kesetaraan, keberlanjutan, pemberdayaan, dan produktivitas.

Jika keempat pilar ini dijadikan acuan, maka kita patut mempertanyakan:

Apakah event-event ini benar-benar memberi ruang kesetaraan bagi seluruh warga Sumenep, termasuk yang berada di wilayah pelosok atau kepulauan?

Apakah program ini memiliki keberlanjutan, atau hanya rutinitas tahunan tanpa visi jangka panjang?

Apakah kegiatan ini mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat secara merata?

Apakah produktivitas daerah meningkat secara signifikan dari penyelenggaraan event?

Bukan berarti pariwisata dan budaya tidak penting. Namun, tanpa ekuilibrium dengan pembangunan fundamental, program semacam ini dikhawatirkan hanya akan menjadi penggugur kewajiban, bukan solusi atas kebutuhan nyata masyarakat.

Harapan rakyat Sumenep hari ini cukup sederhana: bisa hidup layak di tanah kelahiran sendiri tanpa harus berpindah ke daerah lain demi sesuap nasi.

Pemerintah daerah harus berani melakukan evaluasi dan pergeseran orientasi dari festivalisme menuju pembangunan yang berpihak pada kebutuhan dasar masyarakat.

Menghidupkan budaya lokal tidak harus dengan menggelar ratusan event. Cukup dengan kehadiran negara di desa dan pulau-pulau kecil melalui jalan yang baik, sekolah yang memadai, layanan kesehatan yang layak, serta dukungan ekonomi yang merata.

Barulah kemudian kita bisa berkata: pembangunan telah berjalan ke arah yang lebih baik.(*)

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store