Telaah Kritis: Hakim sebagai Wakil Tuhan dan Kesesatan Berpikir Benny Kabur Harman

Editor: Khansa Nadira
Kabar Baru, Opini — Pernyataan Anggota Komisi III DPR RI, Benny Kabur Harman, yang mempertanyakan calon hakim agung terkait vonis mati Ferdy Sambo dan menyebut hakim seakan-akan menjadi “wakil Tuhan” memicu diskusi hangat di ruang publik. Kritik Benny sebenarnya berangkat dari kegelisahan moral: apakah negara berhak mencabut nyawa warganya melalui putusan pengadilan? Namun cara ia mengartikulasikan kegelisahan itu justru menimbulkan problem baru. Dalam perspektif etika dan moral hukum, pernyataan tersebut berpotensi menyesatkan pemahaman publik tentang kedudukan hakim dalam negara hukum modern.
Hakim dalam sistem hukum kita adalah pejabat negara yang menjalankan mandat konstitusi. Mereka diberi kewenangan untuk menegakkan hukum, mencari keadilan, dan menjaga kepastian hukum. Kewenangan itu lahir dari peraturan perundang-undangan, bukan mandat ilahi. Menyebut hakim yang menjatuhkan vonis mati sebagai “wakil Tuhan” menimbulkan kesan bahwa hakim bertindak sewenang-wenang, bertindak di luar hukum, dan menentukan hidup-mati seseorang atas kehendak pribadi. Padahal, keputusan hakim harus berdasar pada alat bukti, fakta persidangan, dan norma hukum yang berlaku. Menggeser kritik ke ranah metafisik justru mengaburkan persoalan pokok yang perlu dibahas: apakah hukuman mati masih relevan dalam sistem hukum kita.
Dalam kerangka etika hukum, kritik terhadap pidana mati tentu sah bahkan penting. Hukuman mati menyentuh hak paling fundamental, yaitu hak untuk hidup yang dijamin konstitusi. Namun, debat ini seharusnya diarahkan pada kerangka normatif: apakah KUHP yang masih mengatur pidana mati sesuai dengan nilai-nilai hak asasi manusia, apakah proses peradilan sudah memenuhi asas due process of law, dan apakah ada alternatif lain seperti pidana penjara seumur hidup yang lebih sejalan dengan prinsip kemanusiaan. Jika Benny ingin memperjuangkan penghapusan pidana mati, jalannya adalah melalui perubahan undang-undang, bukan menyerang hakim yang hanya menjalankan hukum yang DPR sendiri telah sahkan.
Bahaya dari retorika “wakil Tuhan” adalah runtuhnya kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Dalam situasi masyarakat yang masih rawan terhadap polarisasi dan distrust terhadap hukum, pernyataan yang mengasosiasikan hakim dengan “pengambil nyawa” bisa dibaca sebagai delegitimasi terhadap peradilan itu sendiri. Padahal, dalam negara demokrasi, independensi hakim adalah benteng terakhir keadilan. Hakim harus bebas dari tekanan politik, opini massa, maupun intimidasi dari pejabat publik. Kritik memang perlu, tetapi harus disampaikan secara argumentatif, rasional, dan tetap menghormati institusi peradilan.
Selain itu, kita juga harus berhati-hati membedakan moral teologis dan moral hukum. Moral teologis berbicara tentang benar-salah dalam perspektif iman dan keyakinan. Moral hukum berbicara tentang benar-salah dalam perspektif aturan positif yang disepakati bersama. Ketika legislator mencampuradukkan keduanya di forum resmi, risiko yang muncul adalah kebingungan publik dan melemahnya kesadaran hukum. Dalam negara hukum, hakim adalah wakil konstitusi, bukan wakil Tuhan. Mereka mengadili demi tegaknya hukum, bukan demi melaksanakan mandat metafisis.
Oleh karena itu, telaah kritis terhadap pernyataan Benny Kabur Harman penting bukan untuk membungkam kritik, melainkan untuk meluruskan cara kita berdebat. Kritik yang sehat mendorong perbaikan hukum, tetapi kritik yang salah sasaran justru merusak wibawa hukum. Ruang publik membutuhkan diskursus yang mencerahkan, bukan retorika yang mendramatisasi. Jika kita ingin menghapus pidana mati, mari lakukan melalui legislasi yang jernih, riset yang kuat, dan perdebatan akademik yang sehat. Dengan demikian, kita menjaga marwah peradilan sekaligus mendorong evolusi hukum menuju penghormatan lebih besar terhadap hak asasi manusia.
Penulis Adalah Mohammad Iqbalul Rizal Nadif, Pengurus PB PMII.
Berita Baru
Berita Utama
Serikat News
Suara Time
Daily Nusantara
Kabar Tren
Indonesia Vox
Portal Demokrasi
Lens IDN
Seedbacklink







