Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Strategi Memperteguh Kebangkitan NU

Kabarbaru.co
Penulis : Didi Darmadi, M.Lett.,M.Pd, Akademisi IAIN Pontianak.

Editor:

Kabar Baru, Opini Saat ini NU menjadi magnet dalam berbagai bidang kehidupan, baik didalam maupun diluar negeri. Hal ini tentu karena keberhasilan NU dalam menjaga paham Aswaja An-Nahdliyyah dan sikap moderat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam berbangsa dan bernegara. Hal ini menandakan kebangkitan NU yang harus terus diperteguh, menghadapi perkembangan kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Apalagi situasi negara-negara didunia yang diambang perang dunia ķetiga, maka NU mutlak memerlukan pergerakan substansialistik, integritas, etika dan adab dalam politik.

Pergerakan Substansialistik

Jasa Backlink & Press Release

Merujuk pada historitas lahirnya Nahdlatul Ulama (NU), cikal bakal NU yang disusun oleh Kiai Hasyim Asy’ari dan Kiai Wahab Hasbullah memang berupa organisasi pergerakan seperti Nahdlatul Wathan, yang artinya Kebangkitan Tanah Air pada 1916. Kemudian dua organisasi lain berdiri, yaitu Nahdlatul Tujjar dan sekolah Taswirul Afkar sebagai wahana pendidikan sosial politik dan keagamaan kaum santri. “Ketiganya menjadi latar belakang sebelum NU berdiri. Nilai-nilai ketiga lembaga itu yang menjadi sebuah dasar untuk NU ke depan”, kata Profesor Abdul A’la kepada BBC Indonesia. Sepintas ihwal sejarah berdirinya NU ini menjadi bukti nyata bahwa NU berkomitmen dari dahulu hingga kini untuk terus menjaga NKRI agar tetap jaya, maju, dan beradab.

Dengan nilai-nilai tersebut, maka politik kebangsaan dan kerakyatan di Nahdlatul Ulama tidak bisa ditawar-tawar lagi. NKRI setelah merdeka sudah tidak perlu dipersoalkan lagi. Kemudian politik kerakyatan, bagaimana memberdayakan masyarakat pedesaan menjadi masyarakat madani yang kokoh. Profesor Abdul A’la berujar “Dua hal itu merupakan benang merah yang sama sekali tidak bisa diabaikan kalau berbicara tentang NU. Di atas kertas, itu merupakan komitmen”. Jadi politik kebangsaan dan kerakyatan merupakan substansi pergerakan NU.

Bagi NU, politik bukan semata pemikiran atau tindakan sesaat yang pragmatis dan praktik kepentingan kekuasaan saja, tetapi lebih jauh dari itu, ia menyangkut kemaslahatan manusia, dan kebangsaan (Ayus Mahrus El-Mawa, 2020). Inilah substansi politik dan kekuasaan yang terus menerus diperjuangkan oleh NU.

Masdar F. Mas’udi (Abu Zahra (Ed. 1999: 74) tokoh NU ini menyebutkan bahwa dalam politik dan kekuasaan berbasis nilai keislaman adalah komitmen keruhanian demi tegaknya keadilan, sedangkan negara adalah persoalan badan, sarana, atau instrumen demi tegaknya ruh itu. Jangan sampai negara justru menjadi wahana dari kepentingan yang melawan keadilan, jangan sampai ruh keagamaan teralienasi dari negara.

Nasaruddin Umar (2017) menjelaskan Ukhuwah Wathaniyah (persaudaraan kebangsaan) yang getol dikampanyekan dalam politik kebangsaan NU, bukan hanya slogan, melainkan juga sudah menjadi kepribadian bangsa, khususnya bangsa Indonesia. Semua umat dan etnik yang hidup di bawah atap Indonesia mengejawantahkan slogan ini di dalam bentuk kepribadian. Khusus untuk umat Islam, sejak awal berdirinya bangsa ini menganggap kosakata Islam dan NKRI bagaikan sebuah kata majemuk. Kedua kata ini tidak bisa dipisahkan karena sudah saling memberi energi satu sama lain.

Memperteguh kebangkitan NU, kita perlu terus bergerak dalam situasi dan kondisi apapun dan dimanapun. Ranah legislatifkah, eksekutifkah, maupun yudikatif. Juga NU harus terus berkecimpung dalam sosial keagamaan yang bersentuhan dengan hajat hidup masyarakat secara umum, tidak terbatas dan hanya pada kalangan nahdliyyin saja. Substansilistik perjuangan NU senantiasa digelorakan yaitu ikut berperan aktif dalam politik kebangsaan dan kerakyatan, yang harus terus diperjuangkan untuk kesejahteraan dan kemandirian bangsa Indonesia yang bermartabat dan beradab.

Integritas

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan definisi “integritas” sebagai sebuah kesatuan dan keselarasan akan pikiran, sikap dan perilaku terhadap nilai-nilai tertentu dalam tingkat individu yang dilakukan dengan penuh komitmen secara konsisten. Nilai-nilai yang membangun sebuah integritas adalah kejujuran, keadilan, bertanggung jawab. Kejujuran dijalankan dalam bentuk mengutarakan sikap, pendapat pribadi/organisasi yang mengandung unsur kebenaran, kebaikan dan kegunaan, kesamaan antara ucapan, tulisan, perbuatan dengan fakta. Keadilan dijalankan dalam bentuk memenuhi hak orang lain, mematuhi kewajiban yang mengikat diri sendiri, tidak berpihak pada golongan/kelompok tertentu, namun berpihak hanya pada kebenaran. Tanggung jawab dijalankan dalam bentuk teguh hingga terlaksananya tugas, tekun melaksanakan kewajiban hingga selesai, dan bersedia menerima konsekuensi dari apa yang dilakukan.

KH. Solahuddin Wahid (NU Online, 2004) memaparkan yang dimaksud dengan integritas sebagai sebuah karakter adalah mempunyai kejujuran yang tinggi, keberanian, mampu menimbulkan optimisme kalangan rakyat, mampu menahan emosi diri dan yang terpenting adalah hidup sederhana di negeri yang sedang dilanda krisis. Integritas akan membuat masyarakat semakin percaya dengan kader-kader NU akan mampu mengemban amanah rakyat dan memperjuangkan aspirasi mereka dalam berbagai posisi politik dan kekuasaan.

Etika Politik

KH. MA Sahal Mahfudh (Rais ‘Aam PBNU 1999-2014) menambahkan konsep etika politik. Dalam konsep yang dicetuskan oleh Kiai Sahal Mahfudh, ketiga entitas tersebut ialah bagian dari politik tingkat tinggi NU atau siyasah ‘aliyah samiyah. Praktik politik ini digulirkan demi menjaga Khittah NU 1926 yang telah menjadi kesepakatan bersama dalam Munas NU 1983 di Situbondo, Jawa Timur. Menurut Kiai Sahal Mahfudh, politik kekuasaan yang lazim disebut politik tingkat rendah (siayasah safilah) adalah porsi partai politik bagi warga negara, termasuk warga NU secara perseorangan. Sedangkan NU sebagai lembaga atau organisasi, harus steril dari politik semacam itu. Kepedulian NU terhadap politik diwujudkan dalam peran politik tingkat tinggi, yakni politik kebangsaan, politik kerakyatan, dan etika berpolitik.

Penelitian oleh Reksi Saputra (2022) menyimpulkan bahwa etika politik pada saat pemilihan umum dalam perspektif Ulama dari Nahdlatul Ulama Kota Lubuklinggau adalah etika politik Islam seperti etika jujur dan adil, etika politik santun, dan etika yang amanah. Kemudian untuk etika politik pada saat pemilihan umum dalam perspektif politisi dari Nahdlatul Ulama Kota Lubuklinggau adalah etika politik Islam seperti persatuan, perdamaian dan musyawarah.

Hendry B. Mayo dalam Winarno (2010: 98) bahwa nilai-nilai demokrasi khususnya, antara lain: 1) Menyelesaikan konflik secara damai dan sukarela. 2) Menjamin terjadinya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang berkembang dan selalu berubah. 3) Pergantian penguasa dengan teratur. 4) Penggunaan paksaan sedikit mungkin. 5) Pengakuan dan penghormatan terhadap nilai keanekaragaman. 6) Meneggakkan keadilan. 7) Memajukan ilmu pengetahuan. 8) Pengakuan dan penghormatan terhadap kebebasan. Jadi, NU harus bisa menjadi leader dalam kancah demokrasi di Indonesia bahkan di dunia.

Etika politik NU menjadi salah satu cara untuk menjaga kualitas demokrasi di Indonesia. Etika politik menjadikan bangsa dan Negara Indonesia terhormat dan bermartabat. Kader dan tokoh NU harus selalu mengedapankan etika politik yang jujur, adil, santun, mengedepankan musyawarah dan perdamaian, serta persatuan bangsa.

 

*) Penulis adalah Didi Darmadi, M.Lett.,M.Pd, Akademisi IAIN Pontianak

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store