Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Mencintai Diriku dengan Diriku

Penulis: Miri Pariyas, Penikmat Buku (Foto: qureta.com).

Editor:

“Aku Mencintai Aku, Maka Aku Dapat Mencintai Semua Hal di Sekitarku.”

Kabar Baru, Opini- Siapa aku? Itulah yang menjadi pertanyaan selama ini. Jika aku saja belum mengetahui aku secara pasti. Bagaimana aku bisa mengembangkan diri menjadi aku yang lebih baik?! Ahli-ahli mengatakan bahwa memahami diri sendiri adalah prasyarat untuk mengembangkan diri. Kelasah-kelusuh mesti ada dalam mengarungi samudra kehidupan. Memaksa aku tuk bertahan antara kerikil dan angin yang hadir tanpa diundang. Acapkali keduanya buat aku terbuai dan tak ingin beranjak tuk mengejar mimpi. Akan tetapi, itulah kehidupan. Dipaksa melakoni hidup hingga lupa mengasihi diri. Lalu, apa yang terbaik dari aku yang belum tau perihal aku?

Jasa Penerbitan Buku

Cinta itulah awal terbaik untuk mengenali perihal aku. Cinta selalu menghadirkan ukhuwah dan hubungan romantisme. Aku mencintai diriku, maka aku akan menggenggam diriku ini. Aku tak ingin menyakiti diriku karena diriku terlalu berharga. Proses cinta inilah yang terus dikembangkan. Bahwa awal mencintai diri sendiri adalah awal untuk mencintai sesuatu yang telah dimiliki oleh aku. Mengembangkan setiap proses lewat cinta. Membuka pikiran bahwa setiap aku yang berbeda dan aku yang sama membutuhkan cinta untuk menjadi kekuatan dalam melakukan aktivitas.

Mencintai Diri Sendiri

Adakalanya aku mencoba berbaik hati serta berusaha menghargai orang lain, namun tanpa sadar justru melukai diri sendiri, bukan? Sudah barang tentu perihal peduli serta mencintai siapapun, lebih baik dimulai dengan peduli, mencintai, ataupun mengenggam diri sendiri sebaik-baiknya. Dengan demikian pula, aku sering kali mengingat sesuatu yang masih aku ragukan, khawatir, atau kesangsian perlahan menjelma menjadi satu gumpalan keimanan. Hingga menghambat aku menjadi aku yang lebih baik yang semestinya hak untuk aku dapatkan.

Mencintai diri sendiri amat penting dalam putaran orientasi kehidupan manusia. Dari mencintai diri sendirinya sebenarnya hendak menampak nilai diri yang lama terkubur. Perihal nilai diri, tentu jangan pernah jatuhkan nilai diri hanya demi hal yang tak berguna daripada diriku sendiri. Hargai, pahami, cintai, kasihi dengan sebaik-baiknya cinta hingga membentuk nilai yang paling istemewa dari diriku itu. Bahkan, akan sampai pada tempat dan lingkungan yang sebaik-baiknya pula. Bersyukur bisa bertemu dengan semua orang baik dan semua yang aku miliki saat ini. Tapi, terkadang hal itu membuat aku takut untuk kehilangan.

Jangan khawatir dengan kehilangan. Bukankah kehilangan itu adalah keniscayaan? Kehilangan adalah kawan daripada kesepian. Seyogyanya, dari kesepianlah aku dapat memahami betul diriku ini, sadar akan batasan hidup, serta mandat hidup di muka bumi ini. Dari kesepian pula, aku perlahan memahami wujud dari Maha Pencipta bahwa mencintai diri adalah manifesta mengakui keesaan-Nya sebagai pemiliki alam semesta ini. Sebagaimana hadis yang menyatakan bahwa مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّه Artinya “Barang siapa yang mengenal dirinya, niscaya ia mengenal Rabbnya.” Kata “kenal” disini bukan hanya melihat lahiriyah saja, “kenali” juga terdapat didalam badaniyah. Sebenarnya yang hidup yang memiliki rasa cinta bukanlah jasad, tetapi yang ada didalam jasad. Oleh karena itu, penting cinta pada diri, sebab dialah pemandu atas segala bahtera hidup ini.

Lakukanlah sesuatu yang membuat aku senang dan yakini itu benar. Perlu disadari bahwa waktu serta tenaga yang aku miliki tentu terbatas. Jangan habiskan waktu dengan sesuatu yang tak disukai. Bukankah hal itu dapat menghabiskan waktu dan pikiran? Sadarilah, jangan terbuai dengan kata orang lain. Hindari pula meminta previlage kepada orang lain atau meminta pengakuan perihal diriku. Sungguh, jangan! Itu membuat hati merasa kurang bahagia dan berharga. Aku yang tahu tentang diriku, maka ajarkanlah diriku untuk selalu bahagia dan berharga sehingga memberikan sinar pada sesamanya. Itu indah, bukan? Dibanding menjadi diri yang bukan versiku.

Sekali lagi, jangan juga khawatir pada perihal kehilangan. Hidup itu soal rentetan kehilangan. Abadi hanyalah Maha Kuasa. Jangan memaksa keabadian itu, sebab akan membuat diri selalu menjadi korban akan perpisahan itu. Hidup akan terus berotasi pada tempatnya, semua akan kembali pada sebagaimana mestinya. Mereka yang memang semestinya tak ada di hidupku, akan hilang pada waktunya. Seyogyanya yang terus menemani hanyalah diri sendiri dan tuhan penciptaku itu. Sebagaimana Firman Allah pada surah Qaf ayat 16 yang berbunyi sebagai berikut.

وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِۦ نَفْسُهُۥ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ ٱلْوَرِيدِ

Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat nadi.”

Artinya, mencintai diri sendiri teramat penting. Bukan soal keegoisan atau bahkan mementingkan diri sendiri. Dengan mencintai diri sendiri inilah, menjadi bekal untuk mengetahui secara mendalam kualitas diri sendiri. Darinya pula, kekuatan cinta akan terpancar dan memberi kasih pada diriku hingga lingkunganku. Sekali lagi, karena cintalah akan membuka diri pada jalan kebenaran. Oleh karena itu, diri yang telah dipenuhi oleh rasa cinta tak butuh pengakuan dari orang lain, sebab diriku sudah mengenal betul orientasi hidupku.

Menjadi Aku 

Cinta itu memang mendasar bagi lagam setiap manusia di muka bumi. Cinta yang buat orang selalu menjadi hidup dan tahu orientasi hidup. Tanpa cinta seseorang tak benar-benar mengetahui perihal diri sendiri. Cinta itu tak bisa datang tanpa pengajaran dan pengalaman, cinta harus dimulai dari keduanya. Karenanya pula membuat orang terus berefleksi dengan diri sendiri. Dituntun dengan cinta perlahan menghembuskan hal-hal yang buruk hingga menciptakan semerbak aroma indah. Aroma itupun berhembus ke pelbagai tempat. Harumnya membuat seseorang tenang dan bahagia. Dengan demikian, cinta dengan sepenuh cinta pada diri dapat menepatkan diriku di manapun aku berada.

Kekuatan cinta menjadi alarm bagi kehidupanku ini. Aku diajarakan memainkan peran sesuai dengan kadarku. Aku dapat memerankan aku sebagai aku, aku sebagai anak, aku sebagai kakak, aku sebagai cucu, aku sebagai ibu atau ayah, aku sebagai istri atau suami, serta aku sebagai hamba Tuhan. Dan aku dipandu oleh pemilik kehidupan ini sambil berujar “Tiap-tiap aku punya hak dan tanggung jawabnya, maka lakukanlah yang terbaik versimu.” Pesan itu sungguh menyentuh seperti hendak mendidik bahwa pelbagai aku dengan versi yang sama maupun berbeda punya hak dan kewajibannya sendiri. Jangan direnggut, jangan diputus, jangan pula dihilangkan, biarkan aku memainkan peranku masing-masing. Sehingga menciptakan irama kehidupan yang luar biasa.

Akan tetapi, jangan terlalu memaksakan aku untuk terus melakoni semua perihal peran aku. Berilah sedikit jeda pada aku untuk beristirahat sambil memperbaiki diri, sabar akan proses pada diri sendiri, serta selalu beprasangka baik kepada sutradara kehidupan ini. Bahwa menerima takdir adalah bagian dari penghambaan aku sebagai hamba. Acapkali, kita mahir menghakimi takdir pada diri sendiri. Sehingga, peran aku menjadi hamba serta aku menjadi aku tak dapat diperani secara maksimal. Kita hanya mampu menjalani tanpa menghardik takdir, lakukan dengan versi terbaik. Mintalah pada Maha Kuasa agar pikiran, tangan, dan kaki untuk selalu dikuatkan agar dapat bersatu melakoni takdir yang bersua.

Sering-seringlah berbicara dengan diri sendiri agar perihal menjadi aku akan terwujud. Berbicara dengan cinta dapat membuat dirimu berharga. Mantra-mantra positif itu menjelma menjadi sebuah kepercayaan pada diri. Bahkan dapat memberimu harapan dan mimpi akan kehidupan ini. Ingatlah! Jangan sekali-kali menghardik diri, memberikan kata yang buruk pada diriku hingga menyalahkan diriku. Sebab, itu akan membuatku kehilangan identitas diriku. Jika lelah, beristirahatlah dan coba membangun komunikasi serta mendengarkan hati nuraniku. Apabila inner child ku datang sebab hormon adrenalin yang mengundang. Maka janganlah diusir, berikan waktu padanya untuk berbicara, mungkin dia sudah lama terabaikan dan butuh untuk didengarkan. Kemudian, ajaklah dia bicara secara mendalam sesudah itu peluklah. Sungguh, itu membuat hati damai dan tenang.

Menjadi aku dengan versiku adalah keistemewaan pada setiap orang. Dalam proses menjadi aku, cinta menjadi episentrum yang amat mendalam. Tak ada bahan yang paling berguna selain cinta. Hanya cintalah yang dapat membentuk aku menjadi diriku. Oleh karena itu, mulailah mencintai diriku dengan diriku sepenuhnya agar dapat memberi cinta pada sesamanya.

 

*) Penulis adalah Miri Pariyas, Penikmat Buku sekaligus sebagai Mahasiswi di UIN Malang.

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store