Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Zulkifli Hasan dan Raja Juli Biang Kerok Bencana Ekologis di Sumatera

Desain tanpa judul - 2025-12-09T142148.518
Penulis adalah Safrudin, Sekretaris Umum Badko HMI Jabodetabeka-Banten.

Editor:

Kabar Baru, Opini – Ketika lumpur pekat dan gelondongan kayu sisa illegal logging menghantam pemukiman di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada pengujung 2025, kita tidak sekedar menyaksikan amukan alam melainkan wujud lain dari kegagalan negara.

Bencana yang telah menyebabkan kehancuran kolosal itu hingga kini enggan ditetapkan sebagai bencana nasional. Padahal, penyebab utama parahnya bencana tersebut adalah kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat nasional.

Jasa Penerbitan Buku

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 7 Desember 2025 menyajikan angka yang mengerikan, 916 hingga 930 nyawa melayang, ratusan orang masih dinyatakan hilang, dan hampir satu juta warga terpaksa mengungsi.

Infrastruktur hancur lebur, 405 jembatan putus dan lebih dari 100.000 rumah rusak. Kenyataan tersebut bukan sekedar angka statistik, lebih dari itu, ada hidup manusia yang terenggut. Nyawa seorang manusia setara dengan seluruh semesta.

Gagalnya pemerintah dalam mitigasi bencana merupakan bukti kelalaian negara dalam memenuhi kewajiban konstitusionalnya.

Bencana ini adalah residu dari kebijakan ugal-ugalan yang dilegitimasi oleh stempel kebijakan pejabat.

Secara faktual, banjir ini memenuhi unsur bencana ekologis. Temuan kayu-kayu gelondongan dengan bekas gergaji (chainsaw marks) yang menghantam rumah warga adalah corpus delicti (bukti fisik kejahatan) yang tak terbantahkan.

Negara gagal melindungi hak asasi warganya, yakni hak untuk hidup dan hak atas lingkungan yang baik dan sehat, sebagaimana dimandatkan Pasal 28H UUD 1945.

Kerugian ekonomi yang melumpuhkan infrastruktur dan ratusan ribu pengungsi adalah bukti perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa. Pertanyaannya, siapa yang harus menanggung beban pertanggungjawaban ini?

Setidaknya ada dua pejabat yang harus bertanggung jawab atas bencana kolosal ini. Pertama, Zulkifli Hasan, Menteri Kehutanan yang bertanggung jawab atas pelepasan hutan di masa lalu, dan Raja Juli Antoni, Menteri Kehutanan yang kini menjabat, pelaku pemutihan kejahatan lingkungan mutakhir.

Meski beberapa waktu seusai bencana memikul beras dan mengunjungi korban, Zulkifli Hasan (Zulhas) tidak bisa menghapus riwayat mengerikannya sebagai Menteri Kehutanan periode 2009-2014.

Ia memegang rekor sebagai menteri yang paling agresif mengobral hutan negara.

Selama menjabat, Zulhas melepas status kawasan hutan seluas 1,64 juta hektare. Tindakannya yang memberi bantuan tidak lebih dari pencitraan yang dimaksudkan untuk mencuci dosa masa lalu.

Perbuatan Zulhas menerbitkan Surat Keputusan (SK) pelepasan kawasan hutan secara masif adalah penyebab mutlak terjadinya deforestasi hari ini.

Bila pada masa itu ia tidak mengobral izin untuk para oligark, hutan di Sumatera tidak akan beralih fungsi menjadi perkebunan sawit monokultur yang rapuh secara hidrologis.

Zulhas dapat saja berdalih bahwa kebijakannya legal secara hukum. Namun ia lupa, hukum tidak hanya dapat menjadi instrumen pengembangan masyarakat (law as a tool of social engineering) sebagaimana pendapat Roscoe Pound, tetap juga alat kejahatan yang sempurna (law as a tool of perfect crime).

Disinilah perampasan ruang hidup dan destruksi ekologi atas nama kepentingan ekonomi terjadi, dan semua itu difasilitasi oleh legislasi.

Padahal, kebijakan harusnya memuat kebajikan. Tindakan Zulhas merupakan Détournement de Pouvoir (penyalahgunaan wewenang), yakni menggunakan kewenangan publik bukan untuk kesejahteraan umum, melainkan untuk memfasilitasi ekspansi korporasi.

Pada saat menjabat, Zulhas telah menabur angin melalui izin yang diterbitkannya, kini jutaan rakyat Sumatera menuai badai petaka.

Alih-alih meredakan badai yang tellah ditabur pendahulunya, kini Raja Juli Antoni, Menteri Kehutanan kabinet Merah Putih, malah membiarkan badai terus berlangsung dengan memutihkan berbagai perkebunan sawit ilegal.

Sebagai pejabat yang mestinya punya tanggung jawab etis dan birokratis, ia malah terkesan lamban, enggan dan tidak tahu bagaimana menangani bencana.

Daripada mencari jalan keluar atas bencana yang terjadi, Raja Juli Antoni malah berulang kali mengklaim tidak pernah mengeluarkan izin penebangan hutan.

Secara simbolis kita dapat membaca, bahwa ia lebih memilih menyelamatkan posisi dan jabatannya dibanding menyelamatkan korban musibah.

Raja Juli Antoni dapat saja berkelit tidak mengeluarkan izin apapun. Tetapi yang ia lakukan jauh lebih buruk, yakni melegalkan aktivitas deforestasi ilegal.

Ini dimungkinkan oleh rezim Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law), melalui kebijakan Pasal 110A dan 110B, yang pada dasarnya adalah mekanisme Pemutihan Sawit Ilegal.

Melalui SK Menhut No. 36 Tahun 2025, Ia memberikan status legal kepada ratusan perusahaan yang merambah kawasan hutan secara ilegal.

Padahal, perusahaan-perusahaan ini seharusnya dipidana karena merusak hutan lindung dan hulu daerah aliran sungai.

Raja Juli Antoni menjadikan hukum sebagai instrumen transaksional. Perusahaan perusak hutan, seperti yang beroperasi di hulu Batang Toru atau Tapanuli, tidak takut lagi pada penjara.

Mereka hanya perlu menyisihkan sebagian keuntungan jarahan mereka untuk membayar denda ke negara.

Padahal, posisinya sebagai Menhut mengemban diskresi untuk menolak memutihkan perusahaan di zona ekologis kritis. Yang terjadi sebaliknya, ia memilih tunduk pada logika Omnibus Law yang pro investasi tapi anti ekologi.

Tindakan menyegel 3-4 perusahaan setelah banjir terjadi hanyalah gimmick penegakan hukum yang terlambat dan tidak menyentuh akar masalah.

Bencana Sumatera membuktikan bahwa hukum lingkungan kita telah dimandulkan. Asas Strict Liability (tanggung jawab mutlak) dalam UU No. 32 Tahun 2009, yang mengharuskan korporasi bertanggung jawab atas kerusakan tanpa perlu membuktikan kesalahan, kini sulit dieksekusi karena tameng izin administratif yang diterbitkan Kementerian Kehutanan.

Para korban banjir di Sumatera sesungguhnya berhak mengajukan gugatan Class Action atau Citizen Lawsuit melawan pemerintah. Dalilnya jelas, yakni perbuatan melawan hukum oleh penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad).

Dalam negara hukum yang waras, pejabat publik tidak bisa lepas tangan dengan sekadar mengucapkan belasungkawa. Ada prinsip Vicarious Liability dalam ranah publik, dimana pimpinan bertanggung jawab atas kegagalan sistemik di bawah otoritasnya.

Raja Juli Antoni sebagai menteri aktif, harus bertanggung jawab atas kegagalannya memitigasi risiko bencana dan keterlibatannya dalam memuluskan pemutihan sawit ilegal. Tindakannya merupakan bentuk inkompetensi yang fatal.

Bila ia masih sedikit saja memiliki nurani dan standar etik, seharusnya ia mengundurkan diri dari jabatannya. Adalah aib meneruskan jabatan setelah terbukti tidak memiliki kompetensi.

Meskipun tidak lagi menjabat Menhut, Zulhas tidak boleh menikmati imunitas sejarah.

Publik harus mendesak aparat penegak hukum untuk menelusuri dugaan korupsi atau penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan izin 1,64 juta hektare yang terjadi selama ia menjabat.

Diatas itu, ia sebagai Menteri Koordinator Pangan harus bertanggung jawab atas kelaparan akut yang masih menimpa sebagian besar korban bencana banjir Sumatera.

Malapetaka bukan sesuatu yang turun begitu saja dari langit. Itu adalah akibat dari inkompetensi pejabat, kebijakan serampangan serta konspirasi dengan korporasi.

Publik berhak menjadikan bencana dan regangan ratusan nyawa ini sebagai momentum untuk meminta pertanggungjawaban pejabat publik, khususnya Zulkifli Hasan dan Raja Juli Antoni.

Bila mereka masih memiliki secuil nurani, mengundurkan diri jauh lebih terhormat. Namun bila tidak, publik perlu bertindak, menjungkalkan mereka dari jabatannya.

Dengan begitu, tercipta preseden dan pelajaran bagi penjahat-penjahat lingkungan di masa depan.

*Penulis adalah Safrudin, Sekretaris Umum Badko HMI Jabodetabeka-Banten.

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store