Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Pro Kontra Sebuah Logo “Halal”

logo “halal”
Penulis: Darlin Rizki, Mahasiswa S2 Ekonomi Islam UGM.

Editor:

KABARBARU, OPINI- Polemik logo “halal” Indonesia terus digiring bak bola salju yang kian membesar. Sebagian beranggapan bahwa isu ini penting dan perlu ditegaskan, sebab logo baru Kemenag ini berpotensi menyebabkan perpecahan dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan di tengah masyarakat. Sebagian lain tampak menyoal konten khat yang digunakan, seakan Kemenag selaku creation logo kurang memahami kaidah kaligrafi menggunakan aksara Arab yang benar. Namun semua itu hanya spekulatif, tampaknya Kemenag pun tidak menaruh perhatian khusus akan soal ini, sekalipun banyak tokoh agama membawa narasi syariat untuk berdalil.

Lazimnya masyarakat pluralis konten logo bernuansa kearifan budaya seyogianya patut di apresiasi. Melalui Pers Rilisnya, logo baru halal Indonesia diutarakan secara filosofis mengadaptasi nilai-nilai ke-Indonesiaan. Lebih jauh Iqbal Irham menjelaskan bentuk dan corak yang digunakan mengandung artefak-artefak budaya yang khas dan unik, serta merepresentasikan Halal Indonesia. Ulasan ini tampak baik dan sarat akan makna. Namun bila dilihat, logo baru ini justru kehilangan unsur pluralitas dan kesatuan budaya yang merupakan ciri utama karakter masyarakat Indonesia. Bentuk Gunungan yang diambil dari tradisi Wayang Kulit, motif Surjan Lurik yang kerap disebut sebagai pakaian takwa, keduanya sarat akan budaya namun terkesan Jawa Sentris. Setidaknya hal ini yang ditangkap oleh masyarakat suku dan ras yang tidak berafiliasi dengan jawanisme.

Jasa Penerbitan Buku

Rasanya akan lebih mudah diterima bilamana Kemenag membuat sebuah logo sebagai representasi halal tampa menggunakan dalil kearifan budaya bila tidak mampu mengkompromikan nya. Sebab setiap suku dan ras di Indonesia mengandung kekayaan budaya dan kearifan lokal yang tidak patut untuk dibandingkan antara satu dengan lainnya. Sekalipun bentuk gunung dan motif surjan dianggap paling representatif namun itu dirasa dapat mencederai dan memantik stigma negatif di sudut-sudut negeri.

Sebuah Langkah Progresif: Logo Halal Baru Indonesia

Belum lama Kemenag mengambil kemudi atas kebijakan label halal yang sebelumnya ditangani oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ini merupakan sebuah langkah progresif menimbang urgensi pengembangan industri halal di Indonesia membutuhkan perhatian pemerintah secara khusus. Sebuah laporan dari Grand View Research memperkirakan bahwa pasar makanan halal global akan mencapai USD 739,59 miliar pada tahun 2025. Menurut Reuters, setidaknya ada tiga alasan pendorong utama dalam pertumbuhan pasar halal global, yakni populasi muslim global, pertumbuhan positif ekonomi di negara muslim secara signifikan dan munculnya berbagai segmen pasar halal. Olehnya, diharapkan Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, yakni 87,2% atau 229 juta jiwa, memiliki strengths untuk menangkap pasar halal global dan menjadi pelaku usaha baru di panggung halal dunia.

Bila kita berkaca pada beberapa negara di kawasan Asia, maka kita dapat menyadari bahwa perdebatan logo halal yang sedang marak saat ini sungguh tidak patut untuk dibesarkan. Jangan bandingkan dengan Malaysia yang memang sudah diakui sebagai role model Industri halal dunia. Kita lihat Brunei Darussalam, meski jarang diperbincangkan, di Brunei sektor halal menjadi salah satu agenda pembangunan ekonomi nasional. Vietnam, sekalipun kawasan Buddhis, mereka dapat menangkap pasar halal dengan masuknya wisatawan muslim di Vietnam, bagi turis muslim tidak sulit menemukan produk halal di kawasan tersebut. Singapura, meskipun negara ini hanya berpenduduk 6 juta jiwa dan Islam bukan agama mayoritas, namun pada 2013 mereka telah menerbitkan 9.264 sertifikat halal yang dikeluarkan oleh Dewan Agama Islam Singapura dan hari ini mungkin jumlah tersebut telah meningkat drastis. Selain itu, mereka sangat berpotensi menjadi Halal Hub Tercanggih di Asia Tenggara. Ada juga Thailand yang secara historis wacana Halal telah ada sejak 1949 yang dipelopori oleh sekelompok cendekiawan Islam, dan 1990-an untuk pertama kalinya mengeluarkan sertifikat halal. Dan masih banyak negara lainnya yang bisa menjadi contoh bagi Indonesia untuk optimis dalam membangun ekosistem halal yang ramah bagi setiap orang.

“Industri halal tidak lagi menjadi pelengkap kemajuan perekonomian suatu bangsa, namun menjadi bagian penting dalam pembangunan perekonomian negara” tutur Ma’ruf Amin dilansir dari kompas.com (18/03.2022). Menurut Hendra (2019) industri halal Indonesia bernilai sekitar USD 560 miliar per tahun. Pada tahun 2021, laporan dari Global Islamic Economic Report menyebutkan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia berada pada peringkat ke-4 dunia, makanan halal pada peringkat ke-4 dunia, fashion di peringkat ke-3 dan farmasi di peringkat ke-6 dunia. Oleh sebabnya, kabar baik ini hendaklah menjadi sebuah kesadaran bagi masyarakat untuk menangkap peluang bisnis sebagai pelaku usaha halal. Menyoal perihal simbol atau logo sesungguhnya tidak memiliki keharusan yang mendesak untuk diperdebatkan, sebaliknya kebijakan Kementerian Agama ini perlu di apresiasi sebagai langkah konkrit dalam mewujudkan integritas halal pada produk-produk yang akan dibelanjakan baik terhadap kebutuhan sandang, pangan atau papan.

Selain itu rasanya juga tidak bijak bila kita hanya terpaku pada persoalan labelisasi. Sedangkan masih banyak sejumlah persoalan dan tantangan yang membutuhkan perhatian untuk dituntaskan. Katakanlah belum memadainya regulasi terkait pengembangan industri halal, standar halal yang masih ambigu, kurangnya kesadaran dan literasi masyarakat tentang produk dan layanan halal, kurangnya tenaga ahli dan peneliti, tim managerial yang tidak memadai, pemanfaatan teknologi yang belum optimal dan berbagai bentuk tantangan lainnya yang perlu diperhatikan oleh kita bersama. Akhirnya, tulisan ini mengajak kita objektif dalam menilai sebuah persoalan. Membangun Indonesia membutuhkan gagasan dan aksi, bukan hanya berkicau di Media Sosial.

 

*) Penulis adalah Darlin Rizki, Mahasiswa S2 Ekonomi Islam Universitas Gajah Mada

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store