Saat Standar Kecantikan Membuat Perempuan Merasa Tak Cukup

Editor: Bahiyyah Azzahra
Penulis : Chindi Astriyani (Sastra Inggris, Universitas Negeri Semarang)
Kabar Baru, Semarang – Standar kecantikan di Indonesia sering kali menuntut perempuan memiliki kulit cerah, tubuh langsing, dan wajah mulus. Tekanan ini datang dari media sosial, keluarga, dan lingkungan sekitar. Banyak perempuan merasa tidak cukup hanya karena tidak memenuhi ekspektasi tersebut, yang menurunkan rasa percaya diri. Penting untuk mendefinisikan kecantikan secara lebih inklusif dan autentik agar setiap perempuan merasa dihargai.
- Mengapa Standar Kecantikan Perempuan di Indonesia Begitu Tinggi
Standar kecantikan di Indonesia dibentuk oleh konstruksi sosial yang terus berkembang, terutama melalui pengaruh media massa dan media sosial. Sosok perempuan yang dianggap ideal sering kali digambarkan sebagai mereka yang bertubuh langsing, berkulit putih, dan memiliki fitur wajah yang simetris. Gambaran ini kemudian menjadi acuan yang diterima secara luas, bahkan tanpa disadari.
Media memainkan peran besar dalam memperkuat standar tersebut. Melalui tayangan televisi, iklan kecantikan, hingga unggahan di media sosial, masyarakat—terutama perempuan muda—terus terpapar pada citra yang dianggap “cantik” oleh industri. Akibatnya, banyak perempuan merasa tertekan untuk menyesuaikan penampilan mereka demi memenuhi ekspektasi tersebut.
Tekanan ini bisa memengaruhi kepercayaan diri dan memicu rasa tidak aman terhadap penampilan fisik sendiri. Ketika standar kecantikan hanya memihak pada satu jenis penampilan, ruang untuk keberagaman menjadi sempit. Padahal, setiap perempuan memiliki keunikan dan kecantikannya masing-masing yang tidak seharusnya diukur dengan satu ukuran yang seragam.
- Dampak Standar Kecantikan Terhadap Rasa Percaya Diri Perempuan
Standar kecantikan yang tinggi dapat berdampak besar pada rasa percaya diri perempuan. Banyak yang merasa bahwa mereka harus selalu tampil sempurna, atau mereka akan dianggap kurang menarik atau tidak memenuhi ekspektasi sosial. Tekanan ini menyebabkan banyak perempuan merasa minder atau bahkan insecure ketika mereka merasa tidak mampu memenuhi standar tersebut.
Perempuan yang merasa tubuh mereka tidak sesuai dengan gambaran kecantikan ideal cenderung mengalami penurunan harga diri. Hal ini memengaruhi cara mereka bersosialisasi dan membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari, sering kali menyebabkan rasa tidak puas terhadap diri sendiri dan bahkan kecemasan. Tekanan untuk memenuhi standar kecantikan dapat berimbas negatif pada kesejahteraan psikologis mereka.
- Bagaimana Media Sosial Memperburuk Tekanan Kecantikan di Indonesia
Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Facebook memperburuk tekanan kecantikan di kalangan perempuan Indonesia. Citra kecantikan yang ditampilkan sering kali telah melalui proses editing atau filter, tetapi tetap dianggap sebagai standar yang harus dicapai. Fenomena ini menciptakan distorsi persepsi tubuh dan penampilan diri.
Penelitian terhadap 1.087 remaja perempuan menunjukkan bahwa akses internet, terutama media sosial seperti Facebook, terkait signifikan dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap citra tubuh. Remaja perempuan yang aktif di Facebook, dengan rata-rata waktu 1,5 jam per hari, menunjukkan kecemasan tubuh yang lebih tinggi (Tiggemann & Slater, 2014).
Banyak perempuan, khususnya remaja dan dewasa muda, merasa perlu tampil sempurna di media sosial untuk diterima. Ketika visual kesempurnaan terus diterima, rasa puas terhadap diri menurun, yang bisa menyebabkan kecemasan, minder, bahkan depresi. Media sosial, yang seharusnya menjadi ruang berekspresi, justru berubah menjadi ruang pembanding yang melelahkan, memperburuk masalah psikologis yang signifikan.
- Menyikapi Kecantikan: Mengapa Penting untuk Mendefinisikan Ulang?
Di tengah tekanan sosial untuk tampil sesuai standar kecantikan yang sempit dan sering kali tidak realistis, penting bagi kita untuk mulai mendefinisikan ulang apa arti kecantikan sebenarnya. Kecantikan seharusnya tidak hanya berfokus pada fisik—seperti kulit putih, tubuh langsing, atau fitur wajah tertentu—tetapi juga pada keberagaman, keunikan, dan rasa percaya diri yang terpancar dari setiap individu.
Setiap perempuan memiliki ciri khas dan keistimewaan yang membuatnya unik. Ketika kita mengapresiasi keberagaman tersebut, kita ikut meruntuhkan anggapan bahwa hanya ada satu tipe kecantikan yang layak diakui. Inilah mengapa redefinisi kecantikan bukan sekadar isu personal, melainkan juga bentuk perlawanan terhadap sistem sosial yang selama ini mengekang perempuan melalui citra ideal yang semu.
Naomi Wolf dalam bukunya The Beauty Myth (1991) menekankan bahwa konsep kecantikan sering digunakan sebagai alat untuk mengontrol perempuan—menekan kebebasan mereka, mengaburkan nilai diri, dan mempertahankan dominasi patriarki. Dengan kata lain, standar kecantikan yang diciptakan bukan hanya membatasi fisik, tapi juga membungkam potensi.
Maka dari itu, ketika perempuan mulai menerima dan mencintai diri mereka apa adanya, itu bukan sekadar tindakan mencintai diri, tapi juga langkah berani untuk membangun kepercayaan diri yang autentik—di luar batasan yang ditentukan oleh masyarakat.
- Apa yang Terjadi Ketika Perempuan Merasa Tidak Cukup Cantik?
Perempuan yang merasa bahwa mereka tidak cukup cantik atau tidak memenuhi standar kecantikan sering kali mengalami berbagai masalah psikologis. Salah satu dampaknya adalah rendahnya rasa percaya diri yang dapat berujung pada depresi atau kecemasan. Mereka mungkin merasa terasing dari lingkungan sosial atau bahkan menghindari interaksi dengan orang lain karena merasa malu dengan penampilan mereka.
Ketidakpuasan terhadap citra tubuh bisa menyebabkan gangguan kesehatan mental yang serius, seperti eating disorder (gangguan makan), self-harm (menyakiti diri sendiri), dan gangguan kecemasan. Selain itu, banyak perempuan yang merasa tertekan oleh standar kecantikan ini mencari cara untuk “memperbaiki” diri mereka secara ekstrem, seperti menjalani operasi plastik atau menggunakan produk kecantikan yang tidak aman secara berlebihan.
Fenomena ini bukan hanya memengaruhi kesehatan mental, tetapi juga dapat merusak kualitas hidup secara keseluruhan. Perempuan yang merasa terperangkap dalam standar kecantikan yang sempit sering kali merasa bahwa mereka tidak layak atau tidak cukup baik, yang semakin memperburuk rasa ketidakpuasan terhadap diri mereka.
Selain itu, paparan terhadap media sosial dan iklan yang mengedepankan gambaran tubuh ideal dapat memperburuk masalah citra tubuh, meningkatkan kecemasan, dan menurunkan kepercayaan diri perempuan. Fenomena ini menunjukkan betapa besar pengaruh media terhadap cara perempuan memandang diri mereka, dan pentingnya untuk menciptakan ruang yang lebih inklusif dan mendukung keragaman dalam definisi kecantikan.
- Peran keluarga dalam membentuk persepsi kecantikan perempuan
Keluarga memegang peran yang sangat penting dalam membentuk persepsi kecantikan seorang perempuan sejak usia dini. Pengaruh orang tua, saudara, dan lingkungan keluarga dapat menjadi faktor penentu dalam bagaimana seorang perempuan melihat dan menghargai dirinya sendiri. Ketika keluarga lebih menekankan pentingnya penampilan fisik, hal ini cenderung mendorong perempuan untuk menilai diri hanya berdasarkan aspek fisik semata. Akibatnya, mereka bisa merasa tertekan untuk memenuhi standar kecantikan yang sering kali tidak realistis atau terlalu sempit.
Namun, ketika keluarga mengajarkan bahwa kecantikan tidak hanya terletak pada penampilan fisik, tetapi juga pada nilai-nilai internal seperti karakter, etika, dan kepribadian, hal ini akan membantu perempuan tumbuh dengan citra diri yang lebih sehat. Afirmasi positif yang diberikan oleh keluarga dapat memperkuat rasa percaya diri dan membentuk persepsi tubuh yang realistis, memberi ruang bagi perempuan untuk merasa cantik dan berharga tanpa terjebak dalam ekspektasi sempit yang sering dipaksakan oleh masyarakat. Dengan demikian, keluarga berperan besar dalam menciptakan rasa percaya diri yang autentik pada diri perempuan.
- Mengapa perempuan sering merasa minder karena standar kecantikan yang tidak realistis?
Perasaan minder pada perempuan sering kali disebabkan oleh ekspektasi kecantikan yang tidak realistis, yang hanya menilai fisik dan mengabaikan faktor lain seperti kepribadian dan bakat. Ketika perempuan merasa tidak memenuhi standar ini, mereka merasa kurang berharga.
Paparan terus-menerus terhadap standar kecantikan yang sempit dapat menurunkan harga diri, berdampak pada hubungan sosial dan karier mereka. Di Indonesia, standar kecantikan yang tinggi, terutama di media sosial, menciptakan tekanan besar, memengaruhi kesehatan mental dan rasa percaya diri. Akibatnya, perempuan bisa merasa tertekan, minder, atau bahkan mengalami gangguan psikologis.
Karena itu, penting bagi kita semua—baik media, keluarga, maupun masyarakat—untuk mendefinisikan ulang apa itu kecantikan. Kecantikan seharusnya mencerminkan keberagaman, keaslian, dan kekuatan dari dalam diri setiap perempuan. Dengan memutus siklus standar kecantikan yang sempit dan tidak inklusif, kita bisa menciptakan ruang yang lebih sehat, suportif, dan membebaskan bagi perempuan Indonesia untuk tampil percaya diri menjadi diri mereka sendiri.
Referensi
Grabe, S., Ward, L. M., & Hyde, J. S. (2008). The role of the media in body image concerns among women: A meta-analysis of experimental and correlational studies. Psychological Bulletin, 134(3), 460–476. https://doi.org/10.1037/0033-2909.134.3.460
Tiggemann, M., & Slater, A. (2013). NetGirls: The Internet, Facebook, and body image concern in adolescent girls. International Journal of Eating Disorders, 46(6), 630-633. https://doi.org/10.1002/eat.22141
Wolf, N. (1991). The beauty myth: How images of beauty are used against women. HarperCollins.
ResearchGate. (n.d.). Exploring the role of family relationships in shaping body image perceptions. Retrieved April 18, 2025, from https://www.researchgate.net/publication/380229898_Exploring_the_Role_of_Family_Relationships_in_Shaping_Body_Image_Perceptions
Aesthetic Medical Practitioner. (n.d.). Beauty standards affect mental health. Aesthetic Medical Practitioner. Retrieved April 18, 2025, from https://aestheticmedicalpractitioner.com.au/news-events/beauty-standards-affect-mental-health/
