Polusi Kimia sebagai Ancaman Tak Terlihat yang Mengintai Kesehatan dan Lingkungan

Editor: Ahmad Arsyad
Kabar Baru, Opini – Ketika kita berbicara tentang ancaman global, pikiran kita sering langsung tertuju pada perubahan iklim. Gambar es yang mencair, badai yang semakin sering, atau musim kemarau yang berkepanjangan seakan menjadi simbol tunggal dari krisis lingkungan. Namun, sebuah laporan terbaru dari Deep Science Ventures (DSV) mengingatkan kita bahwa ada ancaman lain yang sama seriusnya, namun jauh lebih “sunyi”: polusi kimia.
Polusi kimia mencakup ribuan bahan buatan manusia yang kini menyusup ke udara, tanah, air minum, bahkan ke tubuh kita. Termasuk di antaranya adalah PFAS (per- and polyfluoroalkyl substances), zat pengganggu hormon (endocrine disrupting chemicals atau EDC), serta berbagai “novel entities” lain yang sebagian besar belum pernah kita dengar namanya, tapi diam-diam menumpuk di lingkungan dan jaringan tubuh manusia.
Bukti yang Semakin Sulit Diabaikan
PFAS sering disebut sebagai “forever chemicals” karena sifatnya yang hampir mustahil terurai di alam. Penelitian menunjukkan bahwa senyawa seperti PFOA — salah satu jenis PFAS — telah dikaitkan dengan kanker, penurunan respons imun, masalah reproduksi, dan gangguan perkembangan anak. Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) bahkan telah menetapkan PFOA sebagai karsinogenik bagi manusia.
Masalahnya bukan hanya satu atau dua bahan. Puluhan ribu senyawa sintetis telah diproduksi selama beberapa dekade terakhir, banyak di antaranya digunakan dalam produk sehari-hari seperti panci anti-lengket, kemasan makanan, tekstil anti-air, kosmetik, hingga alat elektronik. Jejak bahan kimia ini ditemukan di air minum, darah manusia, susu ibu, dan bahkan di wilayah terpencil yang tidak pernah tersentuh industri secara langsung.
Ancaman yang Setara dengan Perubahan Iklim
Pernyataan bahwa polusi kimia setara dengan perubahan iklim mungkin terdengar berlebihan. Namun, jika kita melihat dari perspektif beban kesehatan dan kerusakan ekosistem, klaim ini memiliki dasar yang kuat.
Perubahan iklim mengancam keberlangsungan hidup melalui bencana alam dan krisis pangan. Polusi kimia, meskipun tidak selalu terlihat, menggerogoti fondasi kesehatan manusia secara perlahan. Gangguan hormon dapat menurunkan tingkat kesuburan, mengubah pola perkembangan janin, dan memicu penyakit kronis yang membebani sistem kesehatan selama puluhan tahun. Bahan-bahan tertentu juga dapat merusak ekosistem — membunuh satwa liar, mengganggu rantai makanan, dan merusak kualitas air.
Bedanya, perubahan iklim mendapat perhatian luas, sementara polusi kimia masih berada di pinggiran diskusi publik. Ini menciptakan “krisis sunyi” yang berpotensi meledak jika diabaikan.
Kesenjangan Bukti dan Regulasi
Salah satu alasan mengapa masalah ini sulit ditangani adalah celah besar dalam pengetahuan ilmiah dan regulasi.
- Tidak semua senyawa diteliti dengan baik. Untuk beberapa bahan seperti PFOA, bukti ilmiahnya kuat. Namun, ribuan bahan lain belum pernah diuji secara memadai terhadap efek jangka panjangnya pada manusia.
- Efek campuran (mixture effects) sulit diprediksi. Paparan manusia tidak terjadi pada satu bahan saja, tetapi pada campuran berbagai bahan kimia dalam dosis rendah yang mungkin saling memperkuat efek toksiknya.
- Regulasi lamban dan reaktif. Banyak negara masih menerapkan pendekatan “tunggu bukti lengkap” sebelum bertindak, padahal sejarah menunjukkan bahwa penundaan regulasi sering berakhir dengan beban kesehatan dan biaya ekonomi yang sangat besar.
Ketidakadilan Lingkungan
Polusi kimia juga bukan masalah yang merata. Komunitas berpenghasilan rendah dan mereka yang tinggal dekat pabrik atau fasilitas industri cenderung terpapar lebih tinggi. Air minum mereka sering lebih rentan tercemar, dan mereka memiliki sumber daya yang terbatas untuk beralih ke alternatif yang lebih aman.
Dalam konteks Indonesia, risiko ini bisa berlipat ganda. Data WHO menunjukkan bahwa di banyak negara berkembang, pengawasan bahan kimia dalam produk konsumen dan industri masih lemah. Ditambah lagi, lemahnya penegakan hukum lingkungan membuka celah bagi pencemaran jangka panjang yang sulit dipulihkan.
Apa yang Harus Dilakukan?
Jika kita serius ingin mencegah krisis kesehatan akibat polusi kimia, ada beberapa langkah penting yang harus segera diambil:
- Percepat larangan atau pembatasan bahan berisiko tinggi. Negara-negara maju mulai melarang beberapa jenis PFAS; Indonesia perlu mengikuti langkah ini untuk melindungi warganya.
- Bangun sistem biomonitoring nasional. Dengan mengukur kadar bahan kimia dalam darah atau air minum masyarakat, kita bisa memetakan paparan dan menetapkan prioritas intervensi.
- Perkuat penilaian risiko. Regulasi harus mempertimbangkan efek campuran dan dosis rendah, bukan hanya uji toksisitas pada paparan tinggi.
- Prioritaskan keadilan lingkungan. Komunitas terdampak harus menjadi sasaran pertama dari program remediasi dan pencegahan.
- Dukung riset independen. Pendanaan riset harus bebas dari konflik kepentingan industri, untuk memastikan hasilnya objektif dan dapat dipercaya.
Peran Publik: Dari Kesadaran ke Tekanan Kebijakan
Masyarakat juga memegang peran penting. Kesadaran publik dapat memicu perubahan kebijakan lebih cepat, seperti yang pernah terjadi pada isu plastik sekali pakai. Konsumen bisa mulai dengan langkah sederhana: mengurangi penggunaan produk yang mengandung PFAS, memilih kemasan makanan tanpa lapisan anti-minyak, atau membatasi pembelian barang dengan klaim “tahan noda” yang seringkali menggunakan bahan kimia berbahaya.
Namun, solusi individu tidak cukup. Tekanan publik harus diarahkan untuk mendorong pemerintah dan industri mengambil tanggung jawab penuh. Tanpa regulasi ketat dan penegakan hukum yang konsisten, upaya individu hanya akan menjadi tetesan kecil di lautan pencemaran.
Menghentikan Krisis Sunyi
Kita tidak bisa menunggu sampai polusi kimia mencapai titik krisis yang tidak terkendali. Seperti halnya perubahan iklim, semakin lama kita menunda tindakan, semakin besar biaya yang harus dibayar — baik dalam bentuk kesehatan manusia, kerusakan lingkungan, maupun kerugian ekonomi.
Peringatan dari Deep Science Ventures seharusnya menjadi alarm keras bagi pembuat kebijakan, industri, dan masyarakat. Polusi kimia bukan sekadar isu teknis yang hanya relevan bagi ilmuwan. Ini adalah masalah nyata yang menyangkut hak dasar kita untuk hidup sehat di lingkungan yang aman.
Pertanyaannya sekarang: apakah kita akan bertindak sekarang, atau menunggu sampai krisis ini menjadi berita utama karena sudah tak terelakkan?
*) Penulis adalah Mutmainnah, S. Km, Mahasiwi Kesehatan Masyarakat STIKes Surya Global Yogyakarta.