Peran 02 Beberkan Wacana Pemakzulan Wapres Gibran, Tidak Berdasar dan Langgar Konstitusi

Jurnalis: Masudi
Kabar Baru, Jakarta— Sekretaris Jenderal Peran 02 (Pemuda Relawan Prabowo-Gibran), Nailil Ghufron, menanggapi keras isu pemakzulan terhadap Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka. Ia menilai wacana tersebut sebagai upaya menyesatkan yang tidak memiliki landasan hukum dan berpotensi merusak tatanan konstitusi negara.
Menurut Nailil Ghufron, pemakzulan terhadap seorang wakil presiden tidak dapat dilakukan secara sembarangan.
“Konstitusi kita sudah sangat jelas. Pasal 7A UUD 1945 menyebutkan pemakzulan hanya dimungkinkan bila ada bukti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, perbuatan tercela, atau bila tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden/wakil presiden,” jelasnya, Kamis (5/6/2025).
Ia menegaskan, tidak ada satu pun unsur pelanggaran tersebut yang melekat pada diri Gibran. Oleh karena itu, dari segi hukum tata negara, langkah pemakzulan tersebut dianggap mustahil dilakukan.
Nailil Ghufron ikut menyoroti proses pemakzulan yang tidak bisa dilakukan hanya karena tekanan opini publik atau perbedaan pandangan politik. Ia mengingatkan bahwa Pasal 7B UUD 1945 mengatur mekanisme pemakzulan secara ketat, dimulai dari pengajuan oleh dua pertiga anggota DPR yang hadir, pemeriksaan oleh Mahkamah Konstitusi, hingga keputusan akhir oleh MPR.
“Ini bukan mekanisme politik biasa, tapi jalur hukum konstitusional yang sangat ketat. Kalau hanya berdasarkan sentimen, itu tidak memenuhi syarat hukum,” tambahnya.
Terkait legitimasi politik, Ghufron menyatakan bahwa Gibran bersama Prabowo telah mendapatkan mandat langsung dari rakyat melalui pemilu yang sah. Oleh karena itu, menurutnya, setiap upaya mendeligitimasi pasangan terpilih sama saja dengan mengabaikan suara mayoritas rakyat Indonesia.
“Pasangan ini dipilih oleh lebih dari 96 juta pemilih atau 58% pemilih. termasuk putusan Mahkamah Konstitusi memutuskan secara terbuka bahwa pasangan Prabowo-Gibran menang secara sah dan demokratis ” ujarnya tegas.
Ghufron juga mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi adalah lembaga yudikatif independen, dan segala ketidakpuasan terhadap keputusannya seharusnya disalurkan melalui jalur legislasi atau revisi undang-undang, bukan dengan menyerang pribadi pejabat terpilih.
“Kalau memang ingin memperbaiki sistem, lakukan melalui jalur hukum dan politik yang benar. Jangan paksakan narasi pemakzulan yang tidak berdasar,” pungkasnya.