Pejuang Rakyat atau Pedagang Politik, Wajah Asli LSM Non-Funding.

Jurnalis: Muh Arif
Pejuang Rakyat atau Pedagang Politik?, Wajah Asli LSM Non-Funding.
Kabar Baru.co, OPINI- Dalam idealnya, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) hadir sebagai pengontrol kekuasaan sekaligus pemberdaya masyarakat. Namun, publik perlu cermat membedakan antara LSM yang independen dengan LSM yang sekadar alat politik.
LSM dengan funding umumnya lebih independen. Mereka hidup dari program nyata, bukan dari kedekatan dengan pejabat. Fokus mereka adalah pemberdayaan masyarakat melalui pendampingan, pelatihan, riset, dan advokasi hukum. Mereka hadir dengan solusi, bukan sekadar teriakan. Karena itu, eksistensi mereka berumur panjang, tidak bergantung pada siapa gubernur atau bupati yang berkuasa.
Sebaliknya, LSM non-funding justru sibuk membangun fanatisme terhadap calon tertentu. Ketika jagoannya kalah di Pilkada, jurus lama pun dipakai: jual isu petani, nelayan, atau rakyat miskin sebagai bahan orasi. Tujuannya bukan memperjuangkan solusi, melainkan sekadar alat bergaining untuk mendekat lagi ke lingkaran kekuasaan. Seragam, spanduk, dan demo jadi modal utama, meski program pemberdayaan nihil.
Lebih parah lagi, bila ada pejabat takut pada LSM non-funding, itu tanda ada yang disembunyikan. Takut hanya muncul jika ada kejahatan di balik meja kekuasaan. LSM semacam ini sering dijadikan alat barter kepentingan. diam ketika diberi akses, gaduh ketika ditutup pintunya, Ini bukan lagi kontrol sosial, melainkan bisnis politik berkedok LSM.
Masyarakat perlu waspada. Bedakan antara pejuang rakyat sejati dengan pedagang politik berseragam. Karena LSM sejati bekerja untuk rakyat, sementara LSM non-funding hanya bekerja untuk dirinya sendiri.