Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Mengapa Literasi Keuangan Menentukan Kesejahteraan Hidupmu

Editor:

Banyak orang mengira bahwa literasi keuangan hanya soal bisa menghitung uang, tahu rumus bunga, atau hafal istilah ekonomi. Padahal, kenyataannya lebih dari itu. Literasi keuangan adalah kemampuan untuk mengelola uang dengan bijak, mengambil keputusan finansial yang tepat, dan memahami risiko serta peluang yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.

Coba kita bayangkan situasi sederhana: Ada dua orang dengan gaji yang sama. Yang satu selalu merasa cukup, punya tabungan, bahkan bisa liburan. Yang satunya lagi, tiap akhir bulan selalu tekor, utangnya menumpuk, dan stres soal uang. Apa yang membedakan? Jawabannya: perilaku keuangan. Literasi keuangan mencakup banyak aspek, seperti:

Jasa Pembuatan Buku

1. Membuat anggaran dan berkomitmen.

Langkah pertama yang sangat penting dalam pengelolaan keuangan. Anggaran itu ibarat peta keuangan yang dapat membantu kita melihat ke mana uang pergi, dan memastikan pengeluaran tidak lebih besar dari pemasukan. Cara sederhananya, catat semua sumber pemasukan, lalu buat daftar pengeluaran rutin dan pengeluaran lain yang mungkin muncul. Setelah itu, tetapkan batas untuk setiap kategori, dan patuhi batas itu.

Banyak orang membuat anggaran, tapi yang sulit adalah menaatinya. Godaan untuk belanja dadakan, promo di media sosial, atau ajakan nongkrong bisa saja membuat anggaran jebol. Maka dari itu, menaatinya butuh disiplin dan komitmen. Cobalah pakai metode amplop (masing-masing amplop diberi label sesuai kategori pengeluaran seperti makan, transportasi, hiburan, dan lain-lain), aplikasi pencatat keuangan, atau sistem mingguan agar lebih mudah dikontrol. Semakin kita terbiasa mengikuti anggaran, semakin sehat keuangan kita.

2. Menyadari pentingnya dana darurat.

Bayangkan jika suatu hari kita kehilangan pekerjaan, mendadak sakit, atau harus memperbaiki kendaraan yang rusak parah. Semua itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan sering kali datang tanpa diduga. Di sinilah pentingnya dana darurat uang yang disisihkan khusus untuk keadaan darurat agar kita tidak perlu berutang atau menjual aset saat hal tak terduga terjadi. Dana darurat sebaiknya disimpan dalam bentuk yang mudah diakses, seperti tabungan atau rekening khusus.

Besarnya bisa disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing, namun idealnya sekitar 3–6 bulan dari total pengeluaran bulanan. Jadi, kalau pengeluaran bulanan kita sekitar 3 juta rupiah, maka dana darurat yang aman berkisar antara 9 hingga 18 juta rupiah. Memiliki dana darurat memberi rasa aman dan kepercayaan diri dalam mengambil keputusan. Kita tidak panik saat krisis, dan bisa tetap fokus pada solusi. Dana darurat bukan berarti kita menunggu hal buruk terjadi, tetapi sebagai bentuk kesiapsiagaan yang sehat secara finansial.

3. Menghindari gaya hidup konsumtif yang berlebihan.

Di zaman sekarang, godaan untuk belanja ada di mana-mana—mulai dari notifikasi diskon di aplikasi belanja, hingga unggahan teman di media sosial yang memamerkan barang baru. Tak jarang, kita membeli sesuatu bukan karena benar-benar butuh, tapi karena ikut-ikutan atau ingin terlihat “up to date.” Gaya hidup konsumtif yang berlebihan bisa jadi jebakan keuangan yang sulit dihindari. Kita jadi boros, sulit menabung, dan malah menumpuk utang hanya demi kesenangan sesaat.

Padahal, kepuasan itu sering kali cuma sebentar, tapi dampak finansialnya bisa panjang. Untuk menghindarinya, kita bisa mulai dengan membiasakan diri bertanya sebelum membeli: “Apakah ini benar-benar saya butuhkan?” atau “Apa yang terjadi kalau saya tidak beli ini sekarang?” Dengan cara ini, kita belajar menahan diri dan menjadi lebih bijak dalam mengelola uang.

4. Mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan.

Sering kali, kita tergoda membeli sesuatu hanya karena terlihat menarik, sedang diskon, atau karena orang lain punya. Padahal, hal itu belum tentu benar-benar kita perlukan. Inilah pentingnya memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan adalah hal-hal dasar yang harus kita penuhi agar bisa hidup dengan layak, seperti makan, tempat tinggal, pakaian, dan transportasi untuk bekerja. Sementara keinginan adalah hal-hal yang menyenangkan untuk dimiliki, tapi tidak harus ada. Contohnya, sepatu baru padahal sepatu lama masih bagus, atau ganti HP hanya karena model terbaru keluar.

Belajar membedakan keduanya akan sangat membantu kita dalam membuat keputusan keuangan yang lebih bijak. Misalnya, saat menerima gaji atau pemasukan, kita bisa memprioritaskan kebutuhan terlebih dahulu, lalu mempertimbangkan keinginan kalau memang masih ada sisa dana. Dengan cara ini, kita bisa lebih hemat, terhindar dari utang, dan perlahan membangun kebiasaan finansial yang sehat.

5. Memahami cara kerja produk keuangan seperti tabungan, investasi, asuransi, dan kredit

Jadi, memahami produk keuangan bukan cuma soal tahu nama-namanya, tapi juga tahu bagaimana cara kerja, manfaat, dan risikonya. Dengan begitu, kita bisa memilih yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kita sendiri.sangat penting agar kita tidak terjebak dalam keputusan yang merugikan. Misalnya, tabungan bukan hanya soal menyimpan uang di bank.

Kita perlu tahu apa keuntungannya, seperti keamanan, bunga yang didapat (meskipun kecil), dan kemudahan akses. Lalu, investasi—jangan langsung tergoda janji “untung besar dalam waktu singkat”. Setiap jenis investasi punya risiko. Saham, reksa dana, emas, bahkan properti, semuanya butuh pemahaman dasar sebelum terjun. Semakin kita tahu, semakin kecil kemungkinan kita tertipu atau salah langkah.

Asuransi juga sering disalahpahami. Banyak orang merasa rugi bayar premi tiap bulan karena “nggak pernah dipakai.” Padahal, asuransi adalah bentuk perlindungan. Kita berharap nggak pakai, tapi saat dibutuhkan, itu bisa menyelamatkan keuangan kita dari biaya besar, seperti biaya rumah sakit. Terakhir, kredit. Sering dianggap solusi cepat saat butuh uang, tapi bisa jadi bumerang kalau tidak paham cara kerjanya.

Kita perlu tahu bunga, tenor, biaya tersembunyi, dan kemampuan membayar cicilan. Kredit bukan musuh, tapi alat bantu—asal digunakan dengan bijak. Dengan memahami semua ini, kita jadi lebih percaya diri dan tenang dalam mengambil keputusan keuangan.

Ironisnya, di era digital ini, kita justru makin rentan dengan jebakan keuangan. Tawaran paylater, diskon besar-besaran, pinjaman instan—semua hadir dalam genggaman. Tanpa literasi keuangan yang kuat, kita bisa dengan mudah terjerumus pada gaya hidup yang tampak mewah tapi rapuh secara finansial.

Pendidikan literasi keuangan harus dimulai sejak dini. Di sekolah, di rumah, bahkan lewat obrolan santai. Kita perlu membiasakan diri dan lingkungan untuk terbuka bicara soal uang, bukan sebagai tabu, tapi sebagai bekal hidup. Ingat, bisa hitung uang itu penting. Tapi bisa mengatur dan mengambil keputusan soal uang jauh lebih penting.

Karena hidup bukan hanya tentang berapa banyak uang yang kita punya, tapi seberapa bijak kita mengelolanya. Jadi, mulai sekarang, mari tingkatkan literasi keuangan kita. Untuk masa depan yang lebih tenang, mandiri, dan sejahtera.

Daftar Pustaka:

Atkinson, A., & Messy, F. A. (2012). Measuring Financial Literacy: Results of the OECD / International Network on Financial Education (INFE) Pilot Study. OECD Working Papers on Finance, Insurance and Private Pensions, No. 15. https://doi.org/10.1787/5k9csfs90fr4-en

Chen, H., & Volpe, R. P. (1998). An analysis of personal financial literacy among college students. Financial Services Review, 7(2), 107–128. https://doi.org/10.1016/S1057-0810(99)80006-7

Garman, E. T., & Forgue, R. E. (2018). Personal Finance (13th ed.). Boston: Cengage Learning.

Huston, S. J. (2010). Measuring Financial Literacy. Journal of Consumer Affairs, 44(2), 296–316. https://doi.org/10.1111/j.1745-6606.2010.01170.x

Lusardi, A., & Mitchell, O. S. (2014). The Economic Importance of Financial Literacy: Theory and Evidence. Journal of Economic Literature, 52(1), 5–44. https://doi.org/10.1257/jel.52.1.5

Mandell, L., & Klein, L. S. (2009). The impact of financial literacy education on subsequent financial behavior. Journal of Financial Counseling and Planning, 20(1), 15–24.

*) Penulis : Muhammad Ananda Fakhri S.E., M.M, Universitas Sumatera Utara.

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store