Ekofeminisme “Wanitaku Dibelenggu, Bumiku Digunduli”
Editor: Ahmad Arsyad
KABARBARU, OPINI– Feminisme/perempuan dan hal yang berkaitan dengan ekologi/lingkungan selalu dijadikan bahan eksploitasi dalam kehidupan. Perempuan dalam banyak hal gerak perempuan seakan-akan selalu dipersempit karena kodrat dari perempuan sendiri, dalam artian seorang perempuan tidak boleh sama karirnya dengan seorang pria. Misalnya dalam hal politik, pengusaha dan sebagainya, karir perempuan sangat dibatasi. Intinya hal yang lumrah dilakukan oleh seorang pria seakan-akan perempuan mau bergerak diranah tersebut tidak mampu atau ada penyekatan.
Padahal hal yang berlainan antara perempuan dan pria hanya sebatas fisikis, psikologis tidak dengan keseluruhannya berbeda. Apa yang dilakukan oleh seorang pria juga bisa dilakukan oleh seorang perempuan, begitupun sebaliknya. Maka, dari semuanya antara pria dan perempuan itu sama. Jika lumrahnya seorang perempuan di dapur, pria juga bisa, jika perempuan mengasuh anak pria juga. Jadi tidak ada perbedaan antara keduanya.
Dengan sederhana bagaimana untuk menilai terhadap kecerobohan lingkungan dengan fakta-fakta yang sering terjadi dalam kehidupan. Saya mengutip satu ayat Al-Quran tentang lingkungan yang berbunyi sebagai berikut:
ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُون
Yang artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Al-Qur’an Surah Ar-Rum ayat: 41)
Pendekatan dalam hal kerusakan alam sudah cukup jelas disebutkan dalam ayat diatas “karena perbuatan tangan manusia”. Karena disini memakai konteks ‘An-nas/manusia’, bukan Rijaalun/pria ataupun nisaa’un/perempuan. Dapat disimpulkan manusia itu ada yang laki-laki dan juga perempuan maka, tidak ada perpetakan diantara keduanya. Begitupun menjaga lingkungan juga tidak ada pengelompokkan. Pada faktanya, sering terdengar dengan kelemah lembutan seorang perempuan dengan begitu perempuan disimbolkan sebagai perawat lingkungan, sebaliknya pria dengan sifat ambisi dan kerasnya pria disimbolkan sebagai perusak.
Fakta-fakta yang terjadi ada pandangan-pandangan seseorang yang mempetak-petakkan itu hanya sebagai manuver dari kepentingan individual ataupun kelompok, tidak muncul dari sifat aslinya. Makanya tidak heran jika ada gerakan feminisme ada untuk Memperjuangkan hak-hak perempuan yang dipersempit oleh pria merupakan akibat adanya diskriminasi. UUD 1945 mengajarkan tentang hak asasi manusia (HAM) dan lagi-lagi hak-hak yang tertuang bukan hanya milik kelompok tertentu (agama, etnis, ras, suku) melainkan tidak memandang bulu, semuanya mempunyai hak.
Budaya patriarki yang terjadi saat ini sebagai pengejawantahan wewenang laki-laki dengan sewenang-wenangnya terhadap perempuan. Diskriminasi salah satu contoh yang selalu dijadikan objek permasalahan, setiap perputaran waktu seakan-akan selalu tayang di media-media belakangan ini.
Sampai saat ini saya heran kajian-kajian feminisme, kajian-kajian tentang politik lingkungan seakan-akan selalu menjadi topik musiman. Tapi yang saya heran kenapa hal serupa selalu dipertanyakan. Misalnya saja pelecehan seksual untuk kaum hawa, pengundulan hutan dan sebagainya yang merusak lingkungan untuk lingkungan. Padahal mereka yang mengintimidasi tersebut bukan sembarang orang, mereka bisa dibilang orang yang cakap dalam keilmuan.
Karena melihat dinamika yang sering terjadi aktor dari penggundulan ini adalah pemerintah dengan mengatasnamakan kemajuan dan kemaslahatan, padahal yang sedang terjadi negara kita ini sangat butuh oksigen untuk melawan polusi-polusi yanh sudah tidak bisa dijangkaunya. Tentunya orang banyak benci hutan-hutan digunduli lingkungan dicemari, lalu seketika ada sekolompok orang ada gerakan penghijauan untuk kenyamanan, padahal pohon yang mereka tanam belum tentu memadai terhadap polusi-polusi yang semakin hari semakin tinggi.
Begitulah potret yang terjadi, terkadang yang melakukan gerakan penghijauan tersebut tidaklah lain orang-orang yang mempunyai kepentingan untuk dijadikan bahan pembicaraan di media massa. Misalnya seperti partai-partai baru yang menjanjikan kemakmuran, padahal ketika partai itu sudah berkuasa bisa jadi apa yang sebelumnya sudah dilakukan akan dilanggar lagi-lagi dengan mengatasnamakan kemajuan dan kemaslahatan.
*) Penulis adalah Muhdar, Mahasiswa Ilmu Politik UMJ
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co