KPK Periksa Direktur PT Mahakam Perdana dalam Kasus Suap Tambang Rudy Ong Chandra

Jurnalis: Rifan Anshory
Kabar Baru, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur PT Mahakam Perdana, Sugeng, sebagai saksi dalam kasus dugaan suap penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur yang menjerat pengusaha tambang Rudy Ong Chandra (ROC).
Sugeng menjadi sorotan karena disebut sebagai makelar asal Samarinda yang membantu mengurus perpanjangan IUP milik Rudy.
Namanya kian mencuat setelah Rudy berteriak di hadapan publik, menuduh Sugeng telah memerasnya hingga Rp10 miliar untuk narkoba.
“Hari ini, Rabu (24/9), KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait penerbitan IUP di Kalimantan Timur,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis.
Selain Sugeng, KPK juga memeriksa delapan saksi lain, di antaranya pengusaha Chandra Setiawan alias Iwan, babysitter tersangka Dayang Donna Walfiaries Tania (DDW) bernama Imas Julia, mantan Kadishut Kaltim Amrullah, serta sejumlah pejabat dan pihak swasta.
Diketahui, kasus ini berawal pada 2014 ketika Rudy memberikan kuasa kepada Sugeng untuk mengurus enam IUP. Proses itu kemudian dilanjutkan kolega Sugeng, Iwan Chandra, yang melobi Gubernur Kaltim saat itu, Awang Faroek Ishak, dengan menyerahkan miliaran rupiah melalui pejabat Dinas ESDM Kaltim.
Negosiasi kemudian berkembang lewat Sugeng. Awalnya Rudy menawarkan Rp1,5 miliar, namun DDW meminta Rp3,5 miliar. Uang itu diserahkan melalui Sugeng dan Iwan dalam bentuk dolar Singapura. Sebagai imbalan, Rudy menerima enam SK perpanjangan IUP yang disampaikan melalui babysitter Donna.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Rudy Ong sebagai pemberi suap, serta DDW dan AFI (mantan Gubernur Kaltim) sebagai penerima. Status AFI gugur karena telah meninggal dunia.
Rudy sendiri berulang kali melontarkan tudingan kepada Sugeng, bahkan saat digiring ke mobil tahanan.
“Sugeng itu memeras saya untuk narkoba Rp10 miliar. Terus lapor ke KPK, justru saya yang kena,” teriaknya.
Atas perbuatannya, Rudy dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 UU Tipikor. Sementara KPK menegaskan materi pemeriksaan saksi akan diungkap setelah seluruh rangkaian selesai.