Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Janji Tanpa Kepastian, Pedagang Korban Kebakaran Pasjum Kian Terlupakan

IMG-20251103-WA0003
Purwakarta tak Istimewa di mata pedagang Pasar Juma'ah.

Jurnalis:

Kabar Baru, Purwakarta – Delapan bulan sudah berlalu sejak kebakaran melanda Pasar Jum’aah (Pasjum) Purwakarta pada Maret 2025. Namun hingga kini, para pedagang korban kebakaran masih belum memperoleh kejelasan terkait realisasi dana kerahiman dari Pemerintah Kabupaten Purwakarta.

Padahal, tiga pekan telah lewat sejak audiensi yang digelar DPRD Kabupaten Purwakarta bersama Pemerintah Daerah dan perwakilan pedagang, yang diharapkan menjadi titik terang penyelesaian. Namun, situasi di lapangan justru masih stagnan.

Jasa Penerbitan Buku

“Sudah tiga minggu berlalu dan kami belum dihubungi pihak Pemda. Padahal DPRD sudah meminta agar keputusan final keluar paling lambat satu minggu setelah audiensi. Kami menolak opsi pencairan pada 2026 karena sudah terlalu lama diabaikan. Sekarang sudah delapan bulan sejak kebakaran,” ujar Entang Sobur, sesepuh pedagang korban kebakaran GS Pasjum, dengan nada kecewa. Senin (3/11).

Audiensi yang digelar di gedung DPRD Purwakarta itu difasilitasi oleh Komisi II DPRD dan dihadiri unsur pimpinan, antara lain Luthfi Bamala selaku Wakil Ketua DPRD, bersama anggota komisi seperti Dedi Juhari, Teddy Nandung Heryawan, Ceceng Abdul Qodir, Agus Wijaya, dan Lina Yuliani. Dari pihak Pemerintah Kabupaten, Bupati diwakili oleh Pj. Sekda Nina Herlina.

Dalam pertemuan itu, suasana sempat tegang ketika pedagang mendengar penjelasan bahwa dana kerahiman baru akan dianggarkan pada tahun 2026 dan diperkirakan cair pada Maret tahun tersebut.

“Kalau seperti itu, berarti kami harus menunggu genap satu tahun sejak kebakaran. Ini bukan solusi yang manusiawi,” keluh Enung, salah satu pedagang yang kehilangan seluruh dagangannya.

Sementara itu, Ratna, pedagang lainnya, mempertanyakan lamanya proses verifikasi data yang dilakukan pemerintah.

“Katanya masih diverifikasi, tapi sudah tujuh bulan tak ada pemanggilan. Kami ini pedagang asli Pasjum, bukan fiktif. Tidak masuk akal kalau pendataan memakan waktu selama ini,” ujarnya kesal.

Menanggapi situasi tersebut, Ketua PMII Purwakarta, Ali Akbar, menilai pemerintah daerah tidak menunjukkan keseriusan.

“Jika ditangani serius, Pemda bisa mengalokasikan dana kerahiman di APBD Perubahan 2025. Bahkan, peristiwa kebakaran Pasjum terjadi lebih dulu dibanding pembongkaran bangunan di lahan PJT II Tegal Munjul, tapi penanganan di sana lebih cepat selesai. Ini jelas tidak adil,” tegasnya.

Ia menambahkan, lambannya respons Pemda mencerminkan kurangnya empati terhadap penderitaan warga.

“Setelah berbulan-bulan diabaikan, Pemda malah memberi opsi tahun 2026. Ini sudah melewati batas kewajaran dan tidak berperikemanusiaan. Di mana letak ‘Purwakarta Istimewa’ jika penyelesaiannya tak menunjukkan langkah istimewa?” ujarnya.

Anggota Komisi II, Ceceng Abdul Qodir, menilai Pemda dapat memanfaatkan dana CSR perusahaan maupun dana talangan untuk mempercepat bantuan.

“Di Purwakarta ada sekitar 400 perusahaan. Jika setengahnya saja menyalurkan CSR untuk membantu satu pedagang, maka masalah ini selesai. Kuncinya ada pada itikad baik pemerintah,” tegasnya.

Ia juga menyarankan agar Pemda menggandeng Bank BJB sebagai mitra pendanaan alternatif.

Dukungan moral datang dari kalangan tokoh masyarakat dan rohaniawan, Ustadz Sanusi, yang menilai langkah pemerintah terkesan kaku dan bertele-tele.

“Dengan banyaknya masukan dari DPRD, seharusnya Pemkab bisa lebih fleksibel. Langkah kaku dan lamban justru membuat para pedagang semakin menderita,” ujarnya.

Kisah pilu datang dari Asep, salah satu korban kebakaran, yang mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Bahkan saya harus menjaminkan KTP ke petugas parkir saat istri dirawat di rumah sakit karena tak punya uang untuk bayar parkir,” ucapnya lirih.

Sementara Erwin, pedagang yang sudah berjualan di GS Pasjum sejak 1993, mempertanyakan kepedulian Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM).

“KDM yang dikenal sigap membantu warga, justru belum meninjau lokasi kebakaran. Padahal beliau sering berkunjung ke Purwakarta dan pasti melewati lokasi ini,” ujarnya.

Aktivis sosial Ali Novel Magad atau akrab disapa Bang Alno menyarankan agar Pemkab memanfaatkan dana hasil gerakan ‘Sapoe Sarebu (Poe Ibu)’ yang diluncurkan Bupati pada 6 Oktober lalu.

“Jika 10 persen warga Purwakarta ikut berdonasi, dana yang terkumpul bisa mencapai miliaran rupiah. Ini bisa menjadi bukti bahwa program Poe Ibu benar-benar bermanfaat untuk kondisi darurat seperti ini,” katanya.

Sementara itu, Aa Komara, Founder Bela Purwakarta, menilai lambannya penyelesaian kasus ini sudah masuk kategori tragedi kemanusiaan.

“Selain kerugian materi sekitar Rp7,3 miliar, para pedagang juga mengalami penderitaan batin berkepanjangan. Ironisnya, hingga kini penyebab kebakaran belum diungkap secara resmi oleh pihak berwenang,” tegasnya.

Aa Komara berharap pemerintah pusat turun tangan untuk memastikan nilai-nilai kemanusiaan benar-benar diterapkan.

“Semangat humanisme yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto di forum PBB harus diwujudkan nyata di daerah. Sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, jangan hanya menjadi slogan,” ujarnya.

Praktisi hukum di Purwakarta turut menilai, penyelesaian masalah ini sepenuhnya bergantung pada itikad baik Bupati Purwakarta.

“Jika di kemudian hari terbukti ada unsur kelalaian atau kesengajaan dalam kebakaran ini, para pedagang berhak menempuh jalur class action untuk menuntut kompensasi yang layak, bukan sekadar dana kerahiman,” ujar salah seorang advokat senior. (*)

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store