Inovasi Mahasiswa UTM Dorong Pemasaran Lele Menuju Swasembada Pangan Nasional

Jurnalis: Bahiyyah Azzahra
Kabar Baru, Bangkalan, 4 November 2025 — Dalam rangka mendukung ketahanan dan kemandirian pangan nasional, sekelompok mahasiswa-i Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) 2025 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Jurusan Kelautan dan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura mengembangkan strategi pemasaran inovatif untuk produk budidaya ikan lele di Desa Tengket Arosbaya. Kegiatan ini bertujuan memperkuat sektor perikanan budidaya sebagai pilar penting menuju swasembada pangan berbasis sumber daya perikanan lokal.
Menurut Ajeng selaku koordinator kegiatan, langkah ini diambil untuk menjawab tantangan rendahnya daya saing produk ikan lokal di pasar yang semakin kompetitif. “Kami ingin membantu pembudidaya memahami pentingnya pemasaran modern. Tidak hanya soal produksi, tapi juga bagaimana menjual hasil panen dengan cara yang menarik dan berkelanjutan,” ujarnya.
Melalui program ini, mahasiswa berkolaborasi dengan kelompok pembudidaya ikan untuk memperkenalkan teknik pemasaran digital dan branding produk perikanan, khususnya ikan lele. Upaya tersebut mencakup pelatihan promosi melalui media sosial, pembuatan desain kemasan menarik, hingga pelatihan pengelolaan hasil panen menjadi produk olahan bernilai tambah seperti Crispy lele, abon lele, dan bakso lele.

Devita salah satu mahasiswi KKNT 2025 Desa Tengket bertanya “Bagaimana cara kita menerapkan strategi pemasaran hasil budidaya ikan lele dan langkah apa saja yang perlu diperhatikan dalam pemasaran suatu produk?” ucapnya. Bapak Khoirul sebagai salah satu pembudidaya sukses ikan lele Desa Tengket sekaligus pemateri pada kegiatan ini menjawab, “Penerapan strategi pemasaran yang tepat dimulai dari menjaga kualitas produk, membangun jaringan pemasaran dengan pemerintah daerah dan masyarakat, serta memanfaatkan media sosial untuk promosi, hal tersebut sudah saya buktikan dan ternyata mampu meningkatkan daya saing dan pendapatan saya dalam usaha budidaya lele. Alhamdulillah sampai sekarang saya masih serius menekuni usaha tersebut.”
Thalita memaparkan bahwa pemasaran hasil budidaya ikan lele harus memahami faktor segmentasi dan peluang pasar. “Segmentasi merupakan proses pengelompokan pasar ke dalam beberapa bagian (segmen) yang memiliki karakteristik, kebutuhan, atau perilaku yang serupa sehingga produsen atau penjual dapat menyusun strategi pemasaran yang lebih tepat sasaran,” tegasnya demikian. Madkholiq menguraikan lebih jelas lagi perihal segmentasi pasar. “Beberapa segmen pasar yang kita bidik dan tuju untuk memasrkan hasil budidaya ikan lele kita meliputi pasar tradisional, rumah makan dan warung pecel lele, supermarket dan mini markert, industri pengolahan, penjualan online (digital marketing). Nah, ini semua juga tergantung dari kapasitas hasil budidaya perikanan lele yang bisa kita siapkan untuk pasar”, papar Kholiq dengan sangat gamblang.
Rifli juga menguatkan dengan paparannya, “Pembudidaya ikan lele juga harus mampu menentukan sistem penjualan yang tepat, ada beberapa bentuk sistem penjualan yang bisa dilakukan seperti penjualan langsung ke konsumen, kerjasama dengan pengepul, sistem pesanan (pre-order), penjualan berbasis kolaborasi.”. Rifli juga menambahkan kembali argumennya, “Nah, hal ini juga harus diimbangi dengan strategi promosi yang efektif, apalagi sekarang zamannya serba digital, media promosi yang tepat menjadi senjata andalan untuk memperluas jangkauan pasar dan meningkatkan citra produk, misalnya menggunakan media promosi seperti Facebook, Instagram, TikTok, WhatsApp Businees (katalong, testimni, daftar harga). Tidak kalah penting juga disediakan banner dan spanduk di lokasi budidayanya”.
Cinta juga mengingatkan, “Penentuan harga jual juga jangan sampai salah, takutnya terlalu kemahalan atau justru malah tidak mendapatkan keuntungan.” Ia menambahkan bahwa harga jual produk ikan lele dipengaruhi oleh biaya produksi, permintaan pasar, dan lokasi. Tidak hanya itu, ia menambahkan “Harga jual merupakan hasil akumulasi dari biaya produksi yang ditambahkan biaya tenaga produksi, biaya transportasi, dan margin laba yang diambil. Margin wajar yang bisa diambil untuk pemasaran ikan lele segar sekitar 20-35%. Adapun untuk produk olahan, Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu bisa ambil keuntungan ideal sekitar 50-120%, hehehehe langsung kaya ya Pak-Bu dari jualan ikan lele.”
“Tantangan dalam pemasaran lele lokal juga banyak, Bapak-Ibu harus mengetahui fluktuasi harga pasar, persaingan dengan pembudidaya ikan lele skala besar, ketergantungan pada pengepul, serta kualitas air dan pakan juga pasti akan memengaruhi mutu ikan yang dihasilkan”, Pak Abdu mengingatkan. Prof. Zainuri mengimbuhkan “Gunakan ‘sertifikasi pangan’ seperti PIRT atau Halal untuk produk olahan agar pembeli merasa aman dengan produk yang akan dikonsumsinya”. Pak Alfan menegaskan “Bentuk ‘kelompok tani perikanan’ untuk memperkuat daya tawar harga dan bangun ‘branding ikan lele lokal’ yang baik, misalkan ‘fresh-hygenic-and healthy’.”
Kegiatan ini juga mendapat dukungan dari perangkat Desa Tengket, Pemerintah Daerah dan Dinas Perikanan setempat, yang melihat potensi besar ikan lele sebagai komoditas unggulan daerah. Penerapan teknik pemasaran terpadu diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani ikan, memperluas jangkauan pasar, serta mendorong kemandirian pangan berbasis perikanan di tingkat lokal maupun nasional. Alhamdulillah hasil budidaya ikan lele yang diberikan perlakuan probiotik ikan Fiysh Pro (produk unggulan program studi S1 Manajemen Sumberdaya Perairan UTM) milik Bapak Khoirul (mitra KKNT) juga menjadi supplier ikan lele yang disiapkan untuk kegiatan Dapur MBG di wilayah Arosbaya.
Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, kegiatan ini menjadi langkah nyata generasi muda dalam menguatkan sektor perikanan budidaya dan mempercepat terwujudnya swasembada pangan nasional melalui pemberdayaan masyarakat pesisir dan pedesaan.
Insight NTB
Berita Baru
Berita Utama
Serikat News
Suara Time
Daily Nusantara
Kabar Tren
Indonesia Vox
Portal Demokrasi
Lens IDN
Seedbacklink







