Diiming-imingi Bantuan Proposal Skripsi, Mahasiswi UIN Madura Diduga Jadi Korban Pelecehan Seksual

Jurnalis: Fahrur Rozi
Kabar Baru, Pamekasan – Seorang mahasiswi Program Studi PGMI UIN Madura berinisial PR melaporkan dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh rekan satu organisasinya, MA, mahasiswa Program Studi TIPS. Peristiwa tersebut bermula saat PR diminta membantu merevisi proposal skripsi yang dikerjakan MA.
Keduanya saling mengenal melalui organisasi kemahasiswaan di luar kampus, di mana MA diketahui merupakan mantan ketua organisasi tersebut. Hubungan mereka mulai terjalin melalui media sosial Facebook. PR menceritakan, awalnya MA menanggapi unggahan story miliknya, kemudian meminta nomor WhatsApp untuk melanjutkan komunikasi.
“Awalnya dia membalas story saya di Facebook, hanya basa-basi. Lalu dia minta nomor WhatsApp. Komunikasi kami masih dalam batas wajar. Sampai suatu waktu dia cerita kalau skripsinya belum selesai, bahkan proposal pun belum rampung. Dia lalu minta saya bantu revisi proposalnya, dan saya setuju karena kami satu organisasi,” ungkap PR saat memberikan keterangan kepada Jurnalis Kabar Baru.
PR menyampaikan bahwa MA menjemputnya di tempat tinggalnya untuk bertemu dan menyelesaikan revisi. Namun, bukannya ke kafe seperti yang dibicarakan, MA justru membawanya ke sebuah kamar kos di kawasan Buddagan, Kecamatan Palengaan, Kabupaten Pamekasan.
“Saya sempat merasa aneh ketika dia menyuruh saya mandi di kosnya lewat chat, tapi saya menolak. Saat sampai di sana, kosan itu dalam keadaan kosong. Tidak ada barang pribadinya, padahal sebelumnya dia bilang dia tinggal di situ. Bahkan kunci kamar sudah tergantung di luar,” ujar PR.
MA sempat meninggalkan PR sendirian di kamar dengan alasan membeli makanan. Setelah kembali, mereka sempat mengerjakan revisi proposal skripsi MA. Namun, menurut PR, situasi berubah ketika MA mematikan lampu kamar dan memaksanya melakukan hubungan seksual.
“Dia memaksa saya melayani nafsunya. Saya tidak bisa melawan karena kondisi fisik saya lemah. Dia benar-benar memaksa sampai mendapatkan apa yang dia inginkan malam itu,” lanjutnya.
Setelah kejadian itu, PR mengaku bahwa MA tidak pernah lagi menghubunginya. Ia merasa pelaku bersikap seolah tidak pernah melakukan kesalahan dan menduga tindakan tersebut sudah direncanakan sejak awal.
Kuasa Hukum PR menyatakan bahwa fokus utama saat ini adalah memastikan kondisi psikis korban pulih dan peristiwa ini bisa menjadi perhatian serius bagi institusi kampus maupun publik.
“Kami berharap pihak terkait, termasuk kampus, dapat memberikan ruang keadilan bagi korban serta tindakan tegas terhadap pelaku kekerasan seksual,” jelasnya.
PR sendiri telah menyelesaikan studinya dan diwisuda pada tahun 2024, sedangkan MA masih dalam proses penyusunan skripsi.