Breeding is Giving: Menumbuhkan Harapan di Tengah Krisis Pemulia Tanaman

Jurnalis: Deni Aping
Kabar Baru, Jakarta – Indonesia tengah menghadapi krisis regenerasi pemulia tanaman (breeder) yang berpotensi mengancam ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang.
Jumlah pemulia aktif di Tanah Air kini sangat terbatas, sementara kebutuhan akan varietas unggul terus meningkat seiring tantangan perubahan iklim, penurunan produktivitas, dan alih fungsi lahan pertanian.
Menjawab persoalan tersebut, Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI) bersama PT East West Seed Indonesia (EWINDO) produsen benih sayuran hibrida Cap Panah Merah dan IPB University akan menggelar Indonesian Breeder Award (IBA) 2025 bertema “Breeding is Giving” pada 19 November 2025 di IPB International Convention Center (IICC), Bogor.
Kegiatan ini akan diikuti sekitar 150 peserta dari unsur pemerintah, akademisi, pelaku usaha, pemulia tanaman, asosiasi, serta komunitas pertanian. Tujuannya untuk memperkuat kolaborasi riset, mendorong inovasi, serta menumbuhkan regenerasi pemulia tanaman guna pengembangan varietas unggul berkelanjutan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Zulkifli Hasan (Zulhas) menilai salah satu persoalan utama pertanian nasional adalah ketertinggalan riset varietas unggul.
“Untuk menghasilkan satu kilogram gula, Thailand hanya Rp3.000, Brasil Rp2.800, sementara kita Rp10.000. Kenapa? Karena varietasnya masih dari zaman Belanda. Jadi, perlu penelitian baru,” ujar Zulhas dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia akhir Oktober lalu.
Ketua PERIPI Prof. Muhamad Syukur menegaskan, pemuliaan tanaman memiliki peran penting dalam peningkatan kualitas dan produktivitas pertanian. Menurutnya, pada tahun 2050 Indonesia harus mampu menggandakan produksi pangan seiring bertambahnya jumlah penduduk dan semakin beratnya tantangan lingkungan.
“Semua itu hanya bisa diatasi dengan menghasilkan varietas yang adaptif terhadap perubahan iklim dan berproduktivitas tinggi,” katanya.
Ia menambahkan, jumlah pemulia tanaman di Indonesia masih jauh dari ideal. Dari sekitar 1.000 pemulia yang terdaftar di PERIPI, hanya sekitar 250 orang yang aktif melakukan kegiatan pemuliaan. Padahal, dibutuhkan sedikitnya 10 ribu pemulia tanaman untuk mendukung kebutuhan sekitar 30 juta petani di seluruh Indonesia.
“Kami berharap IBA 2025 dapat menjadi ‘pupuk’ bagi semangat pengembangan riset pemuliaan di Indonesia. Dengan penghargaan ini, para pemulia diharapkan lebih termotivasi karena hasil karyanya dihargai,” ujarnya.
Sementara itu, Managing Director EWINDO, Glenn Pardede, menyampaikan bahwa riset dan pemuliaan tanaman merupakan kontribusi nyata terhadap ketahanan pangan dan kesejahteraan petani.
“Breeding is Giving bukan sekadar tema, tetapi komitmen kami untuk menciptakan dampak yang lebih besar. Benih adalah titik awal dari sistem pangan berkelanjutan,” tutur Glenn.
Menurutnya, IBA 2025 bukan hanya bentuk apresiasi, tetapi juga panggilan untuk menumbuhkan generasi penerus di bidang strategis ini.
“Kami ingin menginspirasi generasi muda agar melihat pemuliaan tanaman sebagai profesi yang mulia. Setiap benih unggul yang dihasilkan adalah kontribusi nyata bagi petani dan bangsa,” ujarnya.
Selain penghargaan bagi pemulia berprestasi, kegiatan ini juga menghadirkan forum ilmiah dan diskusi lintas sektor yang melibatkan pakar dari berbagai lembaga riset, universitas, dan pembuat kebijakan. Diharapkan, kegiatan ini dapat memperkuat sinergi antara pemerintah, akademisi, dan dunia usaha dalam membangun ekosistem perbenihan nasional.
“Benih adalah awal dari ketahanan pangan. Setiap varietas baru yang diciptakan pemulia merupakan kontribusi langsung bagi keberlanjutan pangan Indonesia,” tutup Glenn. (*)
Insight NTB
Berita Baru
Berita Utama
Serikat News
Suara Time
Daily Nusantara
Kabar Tren
Indonesia Vox
Portal Demokrasi
Lens IDN
Seedbacklink







