Aliansi BEM Surabaya Kukuhkan Kepengurusan, Luncurkan Buku Reformasi Belum Usai

Jurnalis: Hafiza Maisarah
Kabar Baru, Surabaya – Memanfaatkan momentum Sumpah Pemuda, Aliansi BEM Surabaya menggelar konsolidasi besar-besaran di Attawhid Tower Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Rangkaian acara yang mengusung tema Dari Kota Pahlawan: Meneguhkan Persatuan Mahasiswa, Menggelorakan Semangat Sumpah Pemuda ini melibatkan perwakilan BEM dari berbagai daerah di Jawa Timur, mulai dari Sidoarjo, Lamongan, hingga Pasuruan.
Koordinator Umum Aliansi BEM Surabaya, Nasrawi, yang juga merupakan Presiden Mahasiswa BEM Universitas Muhammadiyah Surabaya dan penulis buku, menegaskan peran Surabaya sebagai episentrum gerakan.
“Aliansi BEM Surabaya adalah wadah, rumah, sekaligus ruang berproses bagi mahasiswa lintas kampus. Surabaya telah melahirkan gagasan, kolaborasi, dan keberanian untuk bersuara,” ujar Nasrawi dalam sambutannya.
Kepengurusan Baru dan Kritik Demokrasi Pasca-1998
Dalam acara tersebut, Nasrawi secara resmi mengukuhkan formatur kepengurusan Aliansi BEM Surabaya, memperkuat struktur dan arah gerakan mahasiswa di Jawa Timur.
Formatur baru ini mencakup Koordinator Pergerakan dari UIN Sunan Ampel, Koordinator Isu Pendidikan dari UNESA, hingga Koordinator Isu Politik dari Universitas Katolik Darma Cendika.
Nasrawi menekankan bahwa struktur ini bukan sekadar administratif, melainkan barisan nilai dan tanggung jawab moral mahasiswa Surabaya.
Selain pengukuhan, Nasrawi juga meluncurkan bukunya, “Reformasi: Belum Usai.” Buku ini menjadi refleksi tajam perjalanan demokrasi Indonesia. Ia menyoroti bahwa demokrasi pasca-1998 lebih banyak bergerak secara prosedural (delegative democracy) dan cita-cita keadilan sosial tersandera oleh kepentingan oligarki kekuasaan.
Buku ini juga mengupas krisis etika publik di empat cabang kekuasaan negara, menggambarkan rasionalitas birokrasi sebagai “sangkar besi” (Max Weber) dan menekankan bahwa kekuasaan mengontrol kesadaran sosial (Michel Foucault).
Panggilan untuk Reformasi Kedua dan Apresiasi Pemerintah
Buku tersebut secara khusus memposisikan mahasiswa sebagai intelektual organik – pembentuk kesadaran sosial. Nasrawi menyebut bahwa krisis bangsa adalah krisis kemanusiaan, di mana ketimpangan sosial menciptakan penyakit sistemik.
Ia menutup pemaparannya dengan mengutip Jürgen Habermas: “Rasionalitas sejati lahir dari ruang publik yang bebas dan kritis. Maka, tugas kita adalah menyehatkan kembali nalar bangsa yang sedang sakit.”
Kepala Dinas Kepemudaan dan Olahraga Jawa Timur, Dr. M. Hadi Wawan Guntoro, S.STP., M.Si., CIPA, memberikan apresiasi tinggi terhadap semangat idealisme mahasiswa Surabaya. Ia menegaskan bahwa semangat Sumpah Pemuda harus hidup dalam kolaborasi nyata.
Rangkaian acara ditutup dengan Simposium Sumpah Pemuda yang menghadirkan Anggota DPRD Kota Surabaya, Muhammad Syaifuddin, S.Sos.
Ia mendorong mahasiswa mengambil peran aktif di tingkat lokal, menekankan bahwa kritik tanpa aksi adalah kehilangan arah, tetapi aksi tanpa nilai juga kehilangan makna.
Acara ditutup dengan komitmen Reformasi belum usai, perjuangan mahasiswa belum selesai.
Berita Baru
Berita Utama
Serikat News
Suara Time
Daily Nusantara
Kabar Tren
Indonesia Vox
Portal Demokrasi
Lens IDN
Seedbacklink







