Kajari Diminta Mundur, DPRD Boalemo Dinilai Kebal Hukum; Sahril Akan Laporkan Kasus Perdis Fiktif ke Kejagung dan Minta Jamwas Turun Tangan

Jurnalis: Febrianti A. Husain
Kabar Baru, Opini- Penanganan kasus dugaan perjalanan dinas (Perdis) fiktif DPRD Kabupaten Boalemo menuai kritik keras. Publik menilai perkara yang sudah masuk tahap penyidikan itu mandek, sehingga DPRD Boalemo seolah kebal hukum.
Aktivis muda Gorontalo, Sahril Anwar Tialo, mendesak Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Boalemo untuk segera mundur dari jabatannya. Ia menilai, hingga kini tidak ada keberanian dari pihak kejaksaan untuk memeriksa pimpinan maupun anggota DPRD yang diduga terlibat dalam kasus korupsi tersebut.
“Kalau Kajari Boalemo tidak berani menegakkan hukum, lebih baik mundur. Jangan sampai kejaksaan menjadi lembaga yang justru melindungi praktik korupsi,” tegas Sahril.
Ia juga menyoroti bahwa tuntutan rakyat dalam aksi jilid 1 hingga jilid 2 justru dianggap remeh-temeh oleh Kejari Boalemo. Padahal, aspirasi masyarakat yang turun ke jalan dengan damai adalah bentuk kontrol publik yang seharusnya ditanggapi serius.
Lebih jauh, Sahril menilai sikap Kejari Boalemo dalam kasus ini terkesan pandang bulu. Ia mempertanyakan apakah lambannya penanganan kasus Perdis fiktif DPRD itu ada kaitannya dengan adanya bantuan dana Rp700 juta dari APBD Kabupaten Boalemo tahun 2025 untuk pembangunan Klinik Pratama Kejaksaan Negeri Boalemo.
“Jangan sampai publik menilai ada konflik kepentingan. Bagaimana mungkin di satu sisi kejaksaan mendapat bantuan dana dari APBD, sementara di sisi lain DPRD yang diduga kuat terlibat korupsi justru tak kunjung diperiksa. Ini mencederai prinsip independensi penegakan hukum,” kritik Sahril.
Selain itu, Sahril menegaskan bahwa pimpinan DPRD periode 2019–2024 tidak bisa cuci tangan dari perkara ini. Mereka yang menduduki kursi pimpinan, menurutnya, memiliki tanggung jawab moril dan politis atas segala bentuk administrasi, termasuk pengesahan dan pertanggungjawaban perjalanan dinas.
“Bagaimanapun, pimpinan DPRD periode 2019–2024 harus bertanggung jawab moril. Mereka yang menandatangani dokumen, mereka yang menyetujui anggaran, dan mereka yang memimpin jalannya lembaga legislatif. Tidak mungkin persoalan administrasi sebesar perjalanan dinas bisa lolos tanpa sepengetahuan pimpinan. Kalau hari ini kejaksaan enggan memeriksa mereka, sama artinya dengan membiarkan kebusukan itu tetap bersembunyi di balik jabatan,” tegasnya.
Atas dasar itu, Sahril memastikan dirinya akan membawa laporan ini langsung ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Ia juga meminta Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) segera turun tangan mengawasi langsung penanganan perkara di Boalemo.
“Kasus ini sudah tidak bisa lagi ditangani secara setengah-setengah. Kami akan laporkan ke Kejagung, dan saya meminta Jamwas segera turun mengawasi agar penanganan perkara berjalan jujur, transparan, dan tidak ada lagi yang kebal hukum,” pungkas Sahril.