Kholisatul Hasanah Resmi Mendaftar Calon Ketua Kopri Jatim dengan 7 Misi Perubahan

Jurnalis: Bagaskara Dwy Pamungkas
Kabarbaru.co, Surabaya – Sekretariat PKC PMII Jawa Timur yang biasanya tenang, mendadak penuh energi ketika Kholisatul Hasanah, kader tangguh dari PC PMII Jember, menyerahkan berkas pencalonannya sebagai Calon Ketua Kopri PKC PMII Jawa Timur. Sore ini, bukan hanya secarik kertas yang diserahkan, melainkan sebuah gagasan besar yang siap mengguncang Konkorcab mendatang.
Perempuan yang akrab disapa Yu Lisa itu datang bukan untuk ikut-ikutan, apalagi jadi pelengkap peta politik PMII Jatim. Ia hadir dengan visi, misi, dan tekad kuat untuk membawa Kopri Jatim ke arah baru—lebih progresif, lebih sistemik, dan lebih berani.
Dalam wawancara bersama Kabarbaru.co di Surabaya, Lisa menyatakan, “Kami tak sedang berebut kursi. Kami sedang memperjuangkan arah. Arah Kopri yang tumbuh, tak hanya ramai di flyer, tapi hidup di ruang-ruang kaderisasi yang nyata.”
Visi Besar: Kopri Jatim Formation – Connect to Acceleration
Tak main-main, Lisa menamai visinya dengan tajuk strategis: Kopri Jatim Formation: Connect to Acceleration. Sebuah konsep yang mengisyaratkan pentingnya koneksi antar struktur Kopri dan percepatan dalam eksekusi gerakan.
“Kita terlalu lama terjebak dalam rutinitas struktural. Sudah saatnya Kopri Jatim terkoneksi, terukur, dan punya percepatan gerakan yang nyata. Bukan sekadar hadir, tapi berdampak,” kata Lisa dengan nada serius.
Bagi Lisa, Kopri harus mampu menjadi ruang aktualisasi, bukan hanya formalitas organisasi. Visi ini menekankan bahwa kepemimpinan ke depan tak cukup hanya punya niat baik, tetapi butuh formasi gerakan yang terstruktur dan bisa mempercepat lahirnya kader-kader perempuan yang mandiri dan berdaya saing.
7 Misi Tajam: Dari Kemandirian hingga Ketokohan Perempuan
Untuk menurunkan visinya ke dalam langkah konkret, Lisa menyusun 7 misi utama yang menjadi tulang punggung gagasan besarnya. Bukan misi yang penuh jargon, melainkan strategi nyata untuk mengubah wajah Kopri Jatim.
1. Penguatan Institusi Kopri. Lisa menyebut institusi Kopri harus diperkuat dari dalam. Kaderisasi tak bisa hanya mengandalkan semangat, tetapi perlu sistem dan tata kelola administrasi yang rapi, transparan, dan bisa direplikasi.
“Kita butuh manajemen kaderisasi yang bisa diwariskan. Bukan bergantung pada figur, tapi pada sistem yang hidup,” tegasnya.
2. Pemetaan Ruang Strategis untuk Kader Berdaya Saing. Menurut Lisa, banyak kader perempuan Kopri punya potensi besar, tapi tak mendapatkan panggung yang tepat. Maka, ia ingin mengoptimalkan pemetaan ruang strategis sebagai inkubator kader perempuan berdaya saing.
“Kopri harus jadi pelatnasnya kader perempuan. Kita siapkan ruang, beri pelatihan, dan dorong mereka tampil,” ujarnya.
3. Gerakan Digitalisasi sebagai Platform Inklusif dan Edukatif. Digitalisasi bukan sekadar hadir di media sosial. Lisa ingin membangun platform digital yang edukatif, inklusif, dan informatif. Baginya, digital adalah medan dakwah baru.
“Kita bikin kanal informasi yang bukan cuma untuk gaya-gayaan, tapi untuk mengedukasi dan menggerakkan,” kata Lisa.
4. Repowering Kopri sebagai Mitra Kritis dan Solutif. Lisa menekankan pentingnya posisi Kopri sebagai mitra kritis dan kontributif, khususnya terhadap isu-isu perempuan dan sosial kemasyarakatan. Ia menyayangkan jika Kopri hanya jadi penonton dalam dinamika publik.
“Banyak isu perempuan yang tak terjawab karena kita terlalu sibuk internal. Saatnya Kopri kembali jadi pembicara utama,” tegasnya.
5. Konsolidasi Kolektif melalui Quality Control Berbasis Zonasi. Kopri Jatim yang luas dan beragam membutuhkan pendekatan zonasi. Lisa ingin konsolidasi berbasis wilayah, agar lebih terkontrol dan terarah.
“Kita bikin sistem pengawasan zonal. Tiap zona harus punya indikator kerja yang jelas,” ujarnya dengan rinci.
6. Kopri sebagai Katalisator Ketokohan Perempuan Jatim. Lisa melihat Kopri punya tanggung jawab besar mencetak tokoh perempuan masa depan. Ia ingin mengubah kultur internal agar mendorong kader tampil di publik dan mendobrak batas.
“Kita siapkan kader Kopri untuk jadi anggota DPR, kepala desa, dosen, pengusaha, bahkan menteri. Kenapa tidak?” tantangnya.
7. Integrasi Nilai Keislaman dan Feminisme. Dalam perspektif Lisa, Islam dan feminisme bukan dua kutub yang bertentangan. Justru keduanya bisa bersatu untuk membentuk karakter perempuan Kopri yang religius sekaligus progresif.
“Perempuan Kopri harus bisa jadi imam di ruang-ruang sosial. Religius, kritis, dan melek gender,” kata Lisa.
Siapa Kholisatul Hasanah?
Di balik gagasan besar dan keberanian politiknya, Kholisatul Hasanah bukanlah sosok baru dalam gelanggang kaderisasi dan kepemimpinan perempuan di tubuh PMII. Perempuan asal Kalisat-Jember ini telah menapaki setiap jenjang kepemimpinan yang memperkuat mental dan orientasi perjuangannya.
Lisa mengawali jejaknya sebagai kader Rayon Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN KHAS Jember, di mana kemudian ia dipercaya sebagai Ketua Rayon FTIK. Setelahnya, ia naik ke tingkat cabang dan dipercaya sebagai Bendahara Kopri PC PMII Jember, sebelum akhirnya memimpin sebagai Ketua Kopri PC PMII Jember.
“Semua proses itu membentuk saya. Dari rayon, saya belajar tentang militansi dan teknis. Dari bendahara, saya belajar tentang kepercayaan. Dari jadi ketua Kopri cabang, saya belajar memimpin manusia dan arah gerakan,” ungkap Lisa.
Ia dikenal sebagai sosok yang konsisten, visioner, dan memiliki perhatian besar pada kualitas kaderisasi serta administrasi organisasi. Selama kepemimpinannya di Kopri cabang, ia aktif mengawal isu-isu gender, mengembangkan pelatihan kader berbasis riset, serta membuka banyak ruang kolaboratif untuk kader perempuan.
“Perempuan dalam PMII bukan objek binaan, tapi subjek perubahan. Itu prinsip saya sejak dulu,” katanya.
Menuju Konkorcab: Bukan Sekadar Bertarung, Tapi Membuka Ruang
Dengan resmi mengembalikan berkas pendaftaran, Lisa kini menjadi salah satu penantang utama dalam Konkorcab PKC PMII Jawa Timur yang akan digelar dalam waktu dekat. Namun ia menolak menyebut keikutsertaannya sebagai “pertarungan”.
“Saya tidak sedang bertarung, tapi membuka ruang. Ruang bagi kader perempuan untuk berani memimpin, bukan hanya melayani,” ujarnya.
Langkah Lisa ini tidak didorong oleh ambisi pribadi, tetapi oleh semangat kolektif kader-kader Kopri yang selama ini hanya jadi pekerja teknis, bukan pengambil keputusan yang kongkrit.
“Sudah cukup perempuan jadi tim konsumsi dan dekorasi. Saatnya perempuan bicara strategi dan arah gerakan baik di internal organisasi PMII, maupun dunia profesional kerja,” pungkasnya.
Kini, semua mata tertuju pada Konkorcab PKC PMII Jawa Timur. Akankah Kholisatul Hasanah membawa angin baru bagi Kopri? Atau justru gagasannya akan menjadi bahan refleksi bersama? Satu hal yang pasti: Lisa telah menyalakan api. Dan api itu terlalu terang untuk diabaikan.