Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

7 Strategi Optimalisasi Moderasi Beragama

Kabarbaru.co
Penulis : Didi Darmadi, M.Lett.,M.Pd, Akademisi IAIN Pontianak.

Editor:

Kabar Baru, Opini- Ada sebuah pertanyaan saat ini yang perlu dijawab yaitu apakah konsepsi moderasi beragama sudah dilaksanakan secara baik pada masyarakat Kalimantan Barat? Untuk menjawab pertanyaan ini maka kita perlu menyimak strategi agar moderasi beragama dapat berjalan secara optimal oleh masyarakat kita.

Optimalisasi moderasi beragama perlu dipandu dengan strategi yang terukur. Hal ini diperlukan agar program moderasi beragama tidak terjebak pada kegiatan yang bersifat normatif dan sloganistik, seperti moderasi beragama yang dipahami sebatas kegiatan sosialisasi, pelatihan, dan kumpul-kumpul lintas agama. Untuk itu, moderasi beragama perlu mempertimbangkan pendekatan kearifan lokal (local wisdoms), yaitu pendekatan yang mensyaratkan ketercapaian nilai-nilai mulia yang berasal dan tumbuh dimasyarakat. Kemudian juga perlu mempertimbangkan keteladanan, keistiqamahan, sinergi seluruh elemen pemerintah dan masyarakat sipil. Perlu juga memperkuat pranata sosial, serta pemberian reward program pembangunan untuk kesejahteraan.

Pertama, pendekatan internalisasi kearifan lokal. Pendekatan ini memungkinkan moderasi beragama dapat tumbuh secara alamiah melalui nilai-nilai mulia yang ada dalam produk budaya yang ada dan tumbuh dimasyarakat. Ada contoh menarik yaitu resepsi pernikahan pada umat Hindu Bali di Sedahan Jaya Sukadana, Kabupaten Kayong Utara. Biasanya kalau ada umat Hindu Bali melaksanakan resepsi pernikahan, maka jika mereka mengundang umat Islam, tuan rumah akan menyiapkan hidangan khusus bagi orang muslim. Mereka meminta kerabat atau tukang masak dari umat muslim untuk belanja membeli lauk pauk, dari menyembelih, membersihkan, memasak, dan menghidangkan. Hidangan prasmanan terpisah dari makanan untuk umat agama lain.

Contoh diatas merupakan bentuk nyata penanaman moderasi beragama yang bersumberkan dari nilai-nilai mulia kearifan lokal resepsi pernikahan, yaitu dengan saling menghormati, bertoleransi, tolong menolong dan bekerjsama, sebagai wujud komitmen persaudaraan dan silaturrahmi sesama masyarakat. Tradisi tersebut tumbuh dan lestari hingga kini.

Kedua, menyemai keteladanan. Dalam konteks ajaran dan nilai Islam, wacana moderasi beragama pada dasarnya bukan berupa spirit yang tumbuh dan hadir belakangan. Nalar dan wacana ini bukan pula karena berupa solusi baru atas persoalan toleransi dan heteregonitas, atau untuk hal lainnya. Harus disadari, nilai dan konsep moderasi beragama telah inheren pada diri Rasulullah Muhammad SAW, pada ajaran-ajarannya, terukur dalam sikapnya, dan terpancar pada tindakannya. Apa yang Rasulullah SAW katakan, dilakukan, dan ketetapannya merupakan bentuk penyemaian keteladanan yang beliau contohkan kepada umatnya.

Gestun Jogja

Rentang kesejarahan dengan periode kenabian demikian lama, namun Muhammad SAW memberi teladan perilaku dan inspirasi yang demikian nyata dalam mengelola keragaman dan multikulturalisme dengan prinsip penghargaan terhadap hak asasi dan sikap saling memuliakan lintas suku bangsa dan umat beragama. Di luar jaminan Al-Qur’an atas semua keutamaannya, teladan dan tindakan Nabi Muhammad SAW tersebut dengan sendirinya menempatkannya menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia, baik yang beriman kepadanya maupun yang tidak.

Sosok Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah SWT sebagai bentuk rahmat dan rasa kasih sayang, karunia, dan nikmat yang diberikan kepada makhlukNya di seluruh alam semesta (rahmatan lil alamin). Rahmatan lil alamin menunjukkan bahwa kehadiran Rasulullah di tengah kehidupan masyarakat mewujudkan rasa kedamaian dan ketentraman bagi alam semesta dan manusia tanpa membedakan agama, suku, dan ras. Rasulullah menjadi rahmat bagi semesta, termasuk di dalamnya adalah  hewan, tumbuhan, dan lingkungan. Hal ini sesuai denga apa yang terkandung dalam Al Quran, Surat Al-Anbiya’ ayat 107, yaitu:

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

Artinya: “Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”

Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah menyatakan, meski redaksi ayat Al-Qur’an 107 itu sangat singkat tetapi mengandung makna yang sangat luas. Ayat ini merangkum empat hal pokok, yaitu: 1) Rasul/utusan Allah, dalam hal ini Nabi Muhammad SAW; 2) yang mengutus beliau dalam hal ini Allah SWT; 3) yang diutus kepada mereka (al-alamiin); dan 4) risalah, yang kesemuanya mengisyaratkan sifat-sifatnya, yakni rahmat yang sifatnya sangat besar.

Istimewanya, kehadiran Muhammad SAW adalah sebuah kesemestaan yang mengatasi waktu dan tempat, karena bukan saja membawa ajaran, tapi lebih jauh adalah rahmat yang dianugerahkan Allah SWT. Ayat ini tidak menyatakan bahwa: Kami tidak mengutus engkau (hai Muhammad) untuk membawa rahmat, tetapi sebagai rahmat atau menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Sejarah Islam sudah mengenal Hak Asasi Manusia (HAM) sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Islam sudah lebih lama mengenal apa yang disebut dengan HAM, yaitu dengan adanya Piagam Madinah pada tahun 622 M. Para sejarawan dan aktivis HAM Islam menilai pidato terakhir Rasulullah saat Haji Wada’ sebagai dokumen tertulis pertama yang berkaitan dengan HAM.

Jasa Fake Order

Pidato Rasulullah yang disampaikan pada tahun 632 M dan dikenal dengan Deklarasi Arafah itu, merupakan dokumen tertulis pertama yang berisi nilai, wacana, dan konsensus HAM. Dunia internasional baru mengenal HAM ribuan tahun setelah adanya konsep HAM dalam dunia Islam yang sudah ada sejak Abad ke VII. Secara universal, dunia internasional mengenal HAM baru terjadi pada tahun 1948. Sebaliknya, Islam telah mengenalnya terlebih dahulu, lebih kurang 1316 sebelumnya. Oleh karena itu, umat Islam tidak perlu merasa asing dan ketinggalan dengan HAM.

Intisari sifat Rasulullah SAW, terdapat empat sifat keteladanan yang dimiliki Nabi Muhammad SAW yang harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu Siddik (jujur), Amanah (dapat dipercaya), Tabliq (menyiarkan), dan Fathanah (cerdas). Sifat ini menjadi dasar kepribadian yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW yang menjadikannya figur utama dengan segala nilai kebaikan dan egaliter dalam bersosialisasi.

Jika empat sifat keteladanan yang telah dicontohkan Rasulullah SAW dapat diterapkan untuk menginternalisasi moderasi beragama, maka umat beragama dan bangsa serta negara akan semakin kokoh. Hal ini tentu karena segala potensi yang ada di Kalimantan Barat dan Indonesia pada umumnya bisa tersemai dengan baik. Buahnya ialah keadilan, kerukunan, kedamaian, dan kesejahteraan bagi masyarakat lintas etnis dan lintas agama.

Ketiga, optimalisasi keistiqamahan. Untuk strategi langgengnya moderasi beragama tentu memerlukan konsitensi dan/atau keistiqamahan. Sosok yang bisa kita contohi yaitu Rasulullah SAW, karena apa yang beliau katakan, dilakukan, dan ketetapannya merupakan bentuk konsistensi atau keistiqamahan dan keteladanan yang beliau contohkan kepada umatnya.

Istiqamah secara istilah berarti terus berpegang teguh pada ajaranislam, baik dalam urusan ibadah, akidah, akhlak dan muamalah. Sedangkan secara bahasa istiqamah berarti tegak dan lurus. Seorang muslim yang istiqamah akan dapat merealisasikan kecintaan dan penghambaannya kepada Allah SWT dengan selalu konsisten menjaga ketaatannya, selalu berusaha menjalankan perintah dan meninggalkan larangan-larangan Allah secara nerlesonambungan. Maka Rasulullah SAW adalah sosok yang istiqamah, sebagaiaman difirmankan dalam Al-Qur’an surah Hud Ayat 112:

فَاسْتَقِمْ كَمَآ اُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْاۗ اِنَّهٗ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

Jasa Penerbitan Buku dan ISBN

Artinya: “Maka tetaplah engkau (Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang bertobat bersamamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sungguh, Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Misi kemaslahatan yang dibawa oleh Rasulullah SAW melalui agama Islam mesti bisa dilakukan oleh umat Islam secara terus-menerus. Karena konsistensi menjadi kunci untuk menjaga marwah agama Islam, misalnya dalam beribadah, berakhlak mulia, dan bermuamalah.

Kaitannya dengan moderasi beragama, maka kita harus istiqamah dalam berbuat kebaikan kepada siapapun. Kebaikan dilakukan dengan tanpa pilih kasih, standarnya sama, sehingga kebaikan tersebut akan menimbulkan keadilan. Namun tidak mencampur adukkan ajaran agama yang bersifat ibadah (aqidah). Jika kalangan agamawan dan umatnya konsisten melakukan berbagai kebaikan, maka tentu akan menimbulkan simpatisme dari masyarakat, sehingga masyarakat tidak merasa ajaran agama hanya bersifat formalistik belaka tetapi nilai keberagamaan mampu menyentuh berbagai level kehidupan dan membuat umat beragama merasa nyaman melaksanakan agamanya dalam kehidupan sehari-hari.

Keempat, sinergi seluruh elemen pemerintah dan masyarakat sipil. Keberhasilan program pembangunan, dalam hal ini program moderasi beragama dalam RPJMN 2020-2024 oleh pemerintah bisa diukur dari dukungan seluruh elemen bangsa. Dukungan dimaksud berasal dari sinergisitas antara pemerintah dengan masyarakat sipil.

Tanpa ada kekompakan antar seluruh elemen pemerintah dan masyarakat sipil maka sulit menguatkan optimalisasi moderasi beragama. Khawatirnya nanti program moderasi beragama hanya berakhir diacara seremonial dan konsepsi formalitas saja. Untuk itu sinergisitas harus wujud hingga pada kehidupan keseharian masyarakat kita. Misalnya gotong royong pembangunan jalan rumah ibadah, saling berdiskusi dan berdialog antar umat beragama, dan lain sebagainya.

Kelima, perkuat pranata sosial. Strategi selanjutnya dalam mengoptimalisasi moderasi beragama yaitu penguatan pranata sosial. pranata sosial adalah suatu aturan yang mengatur perilaku seseorang di masyarakat agar sesuai dengan adat istiadat yang berlaku dan telah disepakati bersama.

Pranata sosial memiliki fungsi keluarga, pendidikan, agama, ekonomi, dan lain sebagainya. Fungsi lembaga keluarga ialah sebagai pengaturan perilaku keturunan, memelihara kelangsungan keturunan melalui kelahiran, merawat dan melindungi anak-anak, mensosialisasikan anak, dan sebagainya.

Kemudian fungsi lembaga pendidikan yaitu memberikan persiapan bagi peranan-peranan pekerja, bertindak sebagai perantara pemindahan warisan kebudayaan, memperkenalkan kepada individu-individu tentang berbagai peranan dalam keluarga, mempersiapkan para individu dengan berbagai peranan sosial, dan lain-lain.

Fungsi lembaga keagamaan sebagai bantuan terhadap pencarian identitas moral, memberikan penafsiran-penafsiran untuk membantu menjelaskan keadaan lingkungan fisik dan sosial seseorang, peningkatan kadar keramahan begaul, kohesi sosial, dan solidaritas kelompok.

Fungsi lembaga ekonomi sebagai produksi barang dan jasa, distribusi barang dan jasa, konsumsi barang dan jasa. Fungsi lembaga-lembaga pemerintahan ialah pelembagaan norma meliputi undang-undang yang disampaikan oleh badan-badan legislative, melaksanakan undang-undang yang telah disetujui, menyelesaikan konflik yang terjadi diantara para anggota masyarakat, dan lain-lain.

Jika pranata sosial berhasil diperkuat maka moderasi beragama dapat diteraokan di lembaga-lembaga sosial yang ada dimasyarakat. Sebagai contoh, biasanya dimasyarakat terutama di desa-desa itu ada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang disitu bisa dikelola oleh umat lintas agama. Tentu tujuannya untuk aktualisasi moderasi beragama sekligus mensejahterakan masyarakat melalui usaha-usaha BUMDes.

Keenam, reward pembangunan. Jika sosialisasi dan ikhtiar aktualisasi moderasi beragama telah dilakukan dengan baik, maka selanjutnya diperlukan reward atau penghargaan bagi siapapun yang telah melakukannya, terutama para aktor atau tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan kampung dan/atau desa. Penghargaan tersebut bisa diberikan secara individu tetapi juga yang terlebih penting lagi penghargaan diberikan dalam bentuk program pembangunan dari pemerintah terhadap desa atau kampung, misalnya program kampung kerukunan atau desa moderasi beragama.

Pemberian penghargaan ini penting diberikan sebagai bentuk peninggian martabat umat beragama. Apalagi masyarakat kita sudah terbiasa dengan program-program pemerintah yang bersifat langsung tunai dan /atau juga melalui program-program pembangunan untuk kesejahteraan bersama.

Ketujuh, mewujudkan moderasi beragama secara regulatif Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 18 tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 dijelaskan bahwa strategi pembangunan SDM, pembangunan karakter disebutkan 1. Revolusi mental dan pembinaan ideologi pancasila, 2. Pemajuan dan pelestarian kebudayaan, 3. Moderasi beragama, 4. Budaya literasi, inovasi dan kreativitas.

Moderasi beragama merupakan upaya strategis dalam rangka memperkukuh toleransi dan meneguhkan kerukunan dalam kebhinekaan. Masyarakat Indonesia yang memeluk agama beragam perlu mengembangkan wawasan dan sikap moderasi beragama, untuk membangun saling pengertian, merawat keragaman, dan memperkuat persatuan di antara umat beragama yang berbeda. Perspektif moderasi beragama merujuk pada pandangan bahwa umat beragama harus mengambil jalan tengah dalam praktik kehidupan beragama. Menguatnya moderasi beragama untuk mewujudkan kerukunan umat dan membangun harmoni sosial dalam kehidupan masyarakat, dengan indikator Indeks Kerukunan Umat Beragama baseline 73,8 tahun 2019 dan meningkat dengan target 75,8 pada tahun 2024.

Arah kebijakan dan strategi pembangunan nasional dengan optimalisasi moderasi beragama juga disebutkan pada bagian tiga RPJMN 2020-2024 yaitu memperkuat moderasi beragama untuk mengukuhkan toleransi, kerukunan dan harmoni sosial, melalui: a. Penguatan cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam perspektif jalan tengah untuk memantapkan persaudaraan dan kebersamaan di kalangan umat beragama, mencakup: (a) pengembangan penyiaran agama untuk perdamaian dan kemaslahatan umat; (b) penguatan sistem pendidikan yang berperspektif moderat mencakup pengembangan kurikulum, materi dan proses pengajaran, pendidikan guru dan tenaga kependidikan, dan rekrutmen guru; (c) penguatan peran pesantren dalam mengembangkan moderasi beragama melalui peningkatan pemahaman dan pengamalan ajaran agama untuk kemaslahatan; (d) pengelolaan rumah ibadah sebagai pusat syiar agama yang toleran; dan (e) pemanfaatan ruang publik untuk pertukaran ide dan gagasan di kalangan pelajar, mahasiswa, dan pemuda lintas budaya, lintas agama, dan lintas suku bangsa.

7 strategi optimalisasi moderasi beragama yang sudah penulis uraikan diatas jika bisa dilaksanakan dengan paripurna, maka masyarakat Kalimantan Barat, dan bangsa serta negara Indonesia akan jauh lebih maju dari saat ini. Masyarakat akan semakin solid dan bersatu dalam membangun dan menjaga keutuhan NKRI, di Ibu Kota Negara yang baru yaitu Nusantara. Moderasi Beragama Dari Tanah Borneo untuk Indonesia akan dapat terwujudkan paripurna karakter asli bangsa Indonesia.

 

*) Penulis adalah Didi Darmadi, M.Lett.,M.Pd, Akademisi IAIN Pontianak

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store