Meneropong Eksistensi Kelompok LGBT Melalui Kacamata Hukum Indonesia
Editor: Ahmad Arsyad
Kabar Baru, Opini- Lesbian, Gay, Biseksual dan transgender (LGBT) selalu menjadi perdebatan di kalangan masyarakat tidak terkecuali di Indonesia. Secara umum di seluruh dunia, kelompok LGBT ini bisa dikatakan sebagai kaum marjinal ditengah masyarakat dunia karena memang kelompok LGBT selalu mengalami tindakan diskriminatif karena persoalan berbeda seksualitas.
LGBT mulai berani terang-terangan menunjukkan eksistensinya, mengindikasikan bahwa mereka telah terdukung oleh makro sistem yang memuluskan jalannya. Maraknya isu ini menjadi menarik dikaji karena banyak bersinggungan dengan isu HAM yang notabene-nya adalah fitrah manusia. Memang pada isu ini sedari awal hingga saat ini selalu terjadi perang pemikiran yang terjadi antara yang pro dengan yang kontra terhadap LGBT.
Disisi lain memang pemikiran tentang HAM pun juga memiliki perbedaan bahkan perbedaan tersebut sangatlah mencolok. Hal ini pola pemikiran HAM terkooptasi menjadi beberapa kelompok. Selain itu pemahaman dan penerjemahan tentang HAM juga bervariasi di berbagai negara di dunia. Sehingga bisa jadi melanggar HAM di Amerika, tidak berarti melanggarnya di Indonesia karena penafsiran HAM tergantung pada situasi sosial, hukum dan budaya masyarakatnya.
Pluralisme nya penafsiran ini menyebabkan dampak yang lebih besar terutama bagi generasi muda karena yang diserang adalah logika pikir dimana paradigma yang menentukan motif, langkah dan gerakan diotak-atik dengan argumen rasional atau di blow-up agar tampak rasional. Selanjutnya untuk membahas opini ini penulis akan memberikan pembatasan tentang pembahasan yang akan difokuskan terhadap pengaturan hukum nasional terhadap eksistensi LGBT di Indonesia.
Secara umum, kelompok LGBT ini selalu berlindung pada konsep HAM, yang menurut sebagian dari mereka mengatakan bahwa sifat LGBT ini adalah seperangkat yang diberikan oleh tuhan sehingga menjadi hak bagi setiap manusia yang masuk di dalamnya. Kelompok ini selalu berpayung terhadap Pasal 28J UUD NRI 1945 sehingga mereka meminta kepada seluruh pihak termasuk negara dan masyarakat untuk mengakui dan menghargai keberadaan komunitas ini.
Padahal yang perlu pahami oleh kelompok ini adalah konstitusi Indonesia memahami HAM memiliki batasan ditegaskan kembali bahwa batasan tersebut adalah tidak boleh bertentangan dengan moral, nilai keagamaan dan ketertiban umum. Memang secara faktualnya negara Indonesia bukan negara agama, tetapi yang perlu diperhatikan adalah pada dasar negaranya menjelaskan pada sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” sehingga dapat diartikan bahwa nilai-nilai agama selalu menjadi penjaga sendi konstitusi untuk mewujudkan bangsa yang demokratis.
Pada Pasal 70 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM yang pada intinya mengatakan bahwa setiap orang dalam menjalankan hak dan kewajibannya wajib tunduk terhadap pembatasan yang telah ditetapkan dengan pertimbangan moral, keamanan hingga ketertiban umum.
Pembatasan tersebut tidak berarti pencabutan dilakukan oleh negara melainkan bertujuan untuk lebih memanusiakan manusia, karena dalam hal ini negara hadir untuk kepentingan bangsa.
Maka dari itu penulis berpendapat bahwasanya hak asasi manusia tidak bisa dijadikan kedok untuk menganggu hak orang lain atau kepentingan publik. Karena pada dasarnya LGBT ini bukanlah kodrat manusia melainkan penyakit yang diderita oleh sebagian manusia, sehingga tidak relevan apabila kelompok ini menggaungkan bahwa LGBT ini adalah pemberian tuhan. Bahkan diperjelas oleh sebagian besar tim tenaga medis dalam hal ini dokter bahwa LGBT adalah penyakit yang diidap oleh manusia dan bisa disembuhkan.
Pada hukum pidana terdapat konsep sifat melawan hukum materil yang pada intinya menjelaskan bahwasanya seseorang dapat dipidana tanpa adanya suatu aturan yang dituliskan sebelumnya tetapi dapat dipidana karena bertentangan dengan hukum yang tidak tertulis atau asas kepatutan, nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat.
Akhirnya penulis berkesimpulan bahwasanya seandainya pun tidak ada regulasi yang mengatur tentang LGBT di Indonesia, LGBT tetap tidak memiliki legalitas karena secara nilai-nilai dan kultural yang hidup di masyarakat LGBT tidak dapat diterima dan bertentangan dengan nilai kesusilaan yang ada.
Kebebasan dan persamaan yang selalu di usung oleh kelompok ini tidaklah berdasar hal ini telah secara tegas bahwa konstitusi Indonesia mengartikan HAM tidak sebebas-bebasnya karena secara tegas batasan tersebut adalah tidak boleh bertentangan dengan moral, nilai keagamaan dan ketertiban umum.
*) Penulis adalah Deny Noer Wahid, Mahasiswa Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co