Sektor Perhotelan di Sumenep Lesu, Dipicu Efisiensi dan Daya Beli

Jurnalis: Rifan Anshory
Kabar Baru, Sumenep – Sektor perhotelan di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, mengalami penurunan kinerja dalam empat bulan pertama tahun 2025.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sumenep mencatat, Tingkat Penghunian Kamar (TPK) periode Januari-April 2025 terbilang terendah dalam tiga tahun terakhir.
Penurunan Okupansi Kamar
Berdasarkan catatan BPS Sumenep, TPK hotel pada 2025 tercatat sebagai berikut:
– Januari: 15,29%
– Februari: 14,94%
– Maret: 11,97%
– April: 17,38%
Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yang mencapai:
– Januari: 17,89%
– Februari: 26,96%
– Maret: 16,82%
– April: 21,14%
Sementara pada 2023, TPK sempat menunjukkan fluktuasi dengan angka:
– Januari: 11,44%
– Februari: 21,78%
– Maret: 18,48%
– April: 20,39%
Pemicu Lesunya Perhotelan
Kepala BPS Sumenep, Joko Santoso, mengatakan, kalapnya industri perhotelan dipengaruhi oleh melemahnya daya beli masyarakat.
“Selain itu, efisiensi anggaran perjalanan dinas dan kegiatan meeting yang biasa dilakukan di Hotel juga turut menyumbang turunnya angka TPK 2025,” terang Joko, dikutip Rabu (4/6).
Secara praktis, angka TPK April 2025 menunjukkan, dari setiap 100 kamar yang tersedia, hanya sekitar 17-18 kamar yang terisi setiap malam.
Rata-rata Lama Menginap
Meski okupansi menurun, Rata-rata Lama Menginap Tamu (RLMT) tetap stabil, yakni sehari, sama seperti tahun-tahun sebelumnya.
“Data ini mengindikasikan bahwa mayoritas tamu hotel hanya menginap dalam waktu singkat,” tambah Joko.
Sebagai catatan, TPK merupakan rasio antara kamar yang terpakai dan kamar yang tersedia. Semakin tinggi TPK (mendekati 100%), semakin baik kinerja usaha akomodasi.
Sebaliknya, angka yang rendah mencerminkan tantangan dalam menarik pengunjung, salah satunya industri pariwisata daerah.
Sementara RLMT juga dapat menjadi indikator aktivitas ekonomi, khususnya di sektor perhotelan.
Jika terjadi peningkatan, hal itu bisa menandakan geliat bisnis atau pariwisata yang lebih baik.