Sebuah Obituari Mengenang Rafsanjani: Aktivis PMII yang Hampir Paripurna

Editor: Ahmad Arsyad
Kabarbaru, Opini – Pernah terdapat suatu ungkapan dari KH. Mustofa Bisri (Penyair dan Budayawan) “meski kalian tidak bersaksi, sejarah pasti akan mencatatnya dengan huruf-huruf besar”.
Alkisah, terdapat seorang mahasiswa muda yang mengamalkan shalawat Sang Nabi seribu kali dalam sehari didatangi oleh sahabat kuliahnya saat ia tengah melakukan riyadhah-nya.
Menyaksikan peristiwa itu, sahabatnya berucap, “Setiap Rasul telah dijamin masuk taman surga. Sama saja you lantunkan shalawat atau tidak kepadanya bro!”
“You salah paham. Saya membaca shalawat bukan untuk Rasul, melainkan untuk diri saya sendiri,” jawab mahasiswa itu.
“Kok bisa demikian?” tanya sahabatnya.
“Ketika saya membaca shalawat, saya ingat dua hal yang sangat penting artinya di dalam ‘proses menjadi’ diri saya,” jawab mahasiswa.
“Jika begitu apa hubungannya dengan dirimu!” desak sahabatnya.
“Ya sudah jelas mas bro, saya ingin menjadi seperti yang menjadi inspirasi Nabi Muhammad Saw di dalam menggapai tujuannya!” jawab mahasiswa dengan kalem.
Sebuah kisah kecil buat kita semua. Mahasiswa itu tidak lain adalah Muhammad Rafsanjani.
Sebuah nama, sebuah cerita dan harapan besar. Mengapa Rafsanjani di depannya ada nama Muhammad. Seperti tujuan baik abah-umi tercinta yang memberikan nama mulianya. Hiduplah dengan cara Muhammmad.
Bagi sahabat Muhammad Rafsanjani, hidup bagaikan sampan di atas lautan. Dunia adalah lautan itu. Ia mengombang-ambing sampan kita. Gunakan dunia untuk menyampaikan kita pada tujuan! Allah!
Muhammad Rafsanjani
Immortality is itself a death for our dear, ephemeral lives. Hati kita berduka dan sungguh sangat kehilangan. Duka cita dari jutaan kader Islam Indonesia.
Sahabat, adinda, mentor, senior dan koleganya yang pernah mewarnai siang dan malamnya dalam pergerakan. Tak ada kata lain selain kalimat; Muhammad Rafsanjani adalah manusia yang baik hati. Ia disayang dan dihormati oleh banyak sahabat-sahabati.
Pengakuan dan testimoni dirapalkan antara lain oleh Sahabat Adung Abdurrahman, bahwa Muhammad Rafsanjani adalah sosok pembelajar yang santun, humble, berpendirian dan memiliki kemauan untuk maju.
Sosok yang diharapkan Nahdlatul Ulama (NU) dalam memajukan anak-anak muda NU. Rafsanjani adalah aset bagi NU karena memiliki harapan cemerlang di masa depan.
Muhammad Rafsanjani tumbuh besar dari generasi terdidik dan beruntung. Hidupnya cinta akan ilmu dan tradisi intelektualisme.
Dibina dan dikader langsung oleh para intelektual dan aktivis yang bersinar yakni Sahabat Muhammad Afifuddin, Sahabat Wildan Hasan Syadzili, Sahabat Hery Haryanto Azumi, Sahabati Erny, Sahabat Faizin dan senior lainnya.
Ia berproses dalam kawah candradimuka pergulatan di forum kajian Madzhab Ciputat yang independen terkenal, yakni Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci).
Dan sependek pengetahuan penulis ia pernah menjadi salah satu presidium Formaci, pertama sepanjang sejarah dengan latar belakang sebagai aktivis PMII.
Pada zamannya Rafsan dan sabahat-habatnya di forum kajian yang didirikan oleh Saiful Mujani, Budy Munawar Rachan, Akhmad Sahal, Ihsan Ali Fauzai, Ali Munhanif dan lain-lain, sering kali membahas raksasa pemikir dari Barat dan Timur.
Dari filsafat, sufisme, sosiologi, politik, hukum, ekonomi, Sejarah feminisme, keislaman hingga geopolitik. Para raksasa intelektual dilahapnya dengan baik dan gembira sambil ngopi ganteng dari pagi, siang dan malam. Ia menjadi progresif dan revolusioner.
Muhammad Rafsanjani yang masih muda dan belum sarjana saat itu, dapat berbicara dengan memukau perihal filsuf kelas berat dari Sokrates, Imanuel Kant, Martin Heidegger, hingga Zizek.
Pendiri bangsa Bung Karno, Bung Hatta, Tan Malaka, Gus Dur, Nurcholish Madjid, Dawam Raharjo, Kang Jalal, Buya Syafi’I Ma’arif dan para guru bangsa lainnya. Ia bisa berjam-jam ngopi dengan sahabat lainnya membicarakan gagasan manusia besar sepanjang sejarah.
Pernah Rafsan mengatakan “membaca sejarah itu kewajiban. Tetapi menciptakan sejarah itu lebih penting Bang! Kemudian, ia ciptakan sejarah hidupnya dan korps. You can escape from politics but not from history”.
Ia bergerak maju menggapai takdirnya. Memegang amanat menjadi Ketua Umum PMII Ciputat dan Sekjend PB PMII. Baginya, perbuatan, seperti kata penyair WS Rendra, berbicara lebih keras daripada kata-kata.
Namun, bagaimana kita bisa memahami bahwa perbuatan kita mempunyai dampak, pengaruh yang besar terhadap tujuan akhir?
Ia ingin apa yang ada di firman-firman Tuhan mewujud, tegak dan terjadi di bumi manusia. Sebuah cita-citanya yang mulia. Hidupnya ditujukan untuk Islam Indonesia.
Untuk keluarga, menjadi teladan, dan inspirasi anak-anak negeri. Tentunya dalam laku dan cara ia memperlakukan sesama.
Sebagaimana ucapan Imam Ja’far Asshadiq, “Janganlah silau dengan banyaknya shalat dan puasa seseorang. Namun, bagaimana ia memperlakuan orang lain.”
Ya, perihal Muhammad Rafsanjani. Sosok pemuda santri, pejuang kaum pergerakan, anak muda yang santun, altruisme, nasionalis, dan cerdas. Ia dikenang sebagai sahabat yang baik hati oleh jutaan anak-anak bangsa.
Kita semua bersaksi bersama, bahwa jalan hidup Muhammmad Rafsanjani bisa disimpulkan dengan tiga kata; lahir, bergerak, syahid. Allah!
Ia melawan ungkapan besar dari Jean Paul Satre yang pernah berkata bahwa hidup itu absurd. Rafsan berpengang pada kitab suci al-Quran mengatakan hidup ialah medan tempur untuk membuktikan amal-amal saleh.
Sebagimana syair Ali Syariati, arsitek revolusi Islam; Jadilah manusia agung bagai seorang syahid. Seorang imam, bangkit, berdiri di antara rubah, serigala, tikus, domba. Di antara nol-nol, bagai yang satu.
Adinda Muhammad Rafsanjani telah membuktikannya. Terlibat dan menyaksikan langsung, bergumul dengan generasi muda bangsa yang kini disebut milenial dan gen Z.
Sebuah zaman bahwa senjata ide dan gagasan yang ada di kepala harus diuji di medan perang kenyataan dan pengalaman keseharian.
Rafsan adalah figure intelektual dan aktivis yang hampir paripurna. Pikiran dan tindakannya sejalan. Inilah yang membuat Muhammad Rafsanjani mulia, menjadikan hidupnya bermakna dan berharga. Semuanya untuk Islam Indonesia!
Allah! Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. (QS. al-Baqarah, 2:148).
Hidupnya yang Bermakna
Tangisan kesedihan atas meninggalnya sahabat Muhammad Rafsanjani ditentukan karena posisinya di hati kita, dimana ia berada. Muhammad Rafsanjani adalah sosok yang istimewa.
Itulah kesadaran kita sendiri sebagai sahabat pergerakan. Orang yang meninggal dunia bisa masuk menjadi objek kesadaran kita.
Kita sangat sedih memikirkan meninggalnya sahabat kita. Kita juga harus sadar untuk tidak menghiraukan hari akhir kita sendiri.
Seperti dawuh Sayyidina Ali,”Aku takjub melihat orang yang tertawa mengantarkan jenazah. Ia tidak tahu bahwa jenazah itu adalah akhir hidupnya juga.”
Katakanlah, selama ini kita tidak memikirkan sebuah kematian, karena kita tidak memasukan kematian dalam kesadaran keseharian kita. Ingatan kepada kematian mendorong manusia untuk berbuat baik.
Menjadikan amaliyah ilmiah sebagai bekal untuk kehidupan pasca kematian (after death). Kesadaran akan kematian berarti sadar akan ketiadaan ego dan non-being.
Karena hidup kita akan berarti bila kita “memberikan diri (altruisme)” kita kepada sesama manusia. Dengan menghancurkan ego, kita memasukan sesama manusia ke dalam eksistensi kita. Orang lain adalah kita.
Joel Kovel dalam bukunya History and Spirit; An Inquiry into the Spirit of liberation, menyampaikan dengan cermat perihal dunia modern yang disebutkan sebagai dunia tanpa ruh, dan menawarkan pembebasan manusia dari egonya dengan memasukan kembali tetesan spiritualitas dalam meniti arus kehidupan.
Salah satunya caranya ialah menyadarkan manusia akan kematian. Death is beautiful but maligned; without it, life would have no value!
Hidup yang bermakna adalah kehidupan yang menerima sesama. Kesadaran adanya kematian tak lain dan tak bukan hanya menjadikan kehidupan sebagai titik pandang utama. Dia-lah yang menjadikan kematian dan kehidupan agar Dia menguji kalian siapa yang di antara kalian yang lebih baik amalnya (QS. 67:2).
Menarik sekali bagi kita untuk merenungkan pitutur Syams At-Tabrizi Maha guru misterius yang membisikkan sesuatu yang menggetarkan ke telinga Jalaluddin Rumi kala itu. Rumi berubah total 360 derajat.
“Gunakan hidupmu dengan baik, atau aku akan merenggutnya darimu!” Rumi akhirnya jadi sosok yang berbeda, mengalami epifani. Hidupnya dipenuhi dengan cinta kepada sesama sepanjang sejarah hidupnya. Hidupnya dipuja, dihormati senantiasa hingga akhir masa.
Muhammad Rafsanjani sudah mengalami itu. Menjadikan hidupnya lebih bermakna, hangat dan mendalam bagi sesamanya.
Baginya paradigma yang tepat adalah pengkhidmatan. Khidmatnya kepada rakyat dan ilahi. To the world, you could be one person. But to one person, you could be the whole world.
Akhirul Kalam
Kenang, kenanglah Muhammad Rafsanjani, sahabat dan adinda kita. Dia adalah pemuda yang hidup di era digital yang memukau mata dan sanubari.
Anak muda yang melibatkan dirinya dalam kelelahan demi kelelahan di zaman kekinian. Carilah keletihan, jangan engkau biasakan dirimu bersantai-santai, dan bermalas-malasan.
Ketahuilah, orang yang berjuang di jalan Allah itu selalu sibuk dengan kemusykilan dan kesulitan sosial.
Apakah karena kesibukan ibadah lainnya menjadi hilang? Muhammad Sang Nabi selalu disibukkan oleh masalah-masalah sosial kemasyarakatan (di siang hari).
Akankah kita lupakan jejak langkahnya, panutan kita? Apakah di waktu malamnya beliau tidur nyenyak sampai pagi? Tidak! Sekali-kali tidak.
Muhammad Sang Nabi tidak beristirahat kecuali sebentar. Maka, sekali lagi fa’idza faraghta fanshab berarti libatkanlah dirimu dalam kelelahan-kelelahan beramal saleh untuk Allah.
Orang-orang mulia dilahirkan di masa-masa sulit, Jangan bermalas-malasan di era medsos, sebab itulah musuh manusia sepanjang sejarah, musuh pemuda, dan milenial nasionalis. Jadikan dirimu sebagai duplikat-duplikat kenabian di Bumi Pertiwi.
Itulah cara hidup, cara meniti kehidupan ala Muhammad Rafsanjani!
Ayo katakan, siapa dan sosok seperti apa Muhammad Rafsanjani? Apakah ia adalah kaum muda yang bertanya,“Apa yang dapat diperbuat negara bagimu?” Atau generasi yang berkata, “Apa yang dapat ia perbuat untuk negaramu, Indonesia?” Kalau termasuk yang pertama, maka ia hanyalah parasit.
Kalau yang kedua, maka ia ibarat oase di padang gurun. Kita bersaksi Muhammad Rafsanjani adalah oase di padang sahara. Ia berbuat untuk negara-bangsa dengan senjata intelektualismenya.
Saat airmata ini tergenang di pelupuk. Mematung dan memandang dirimu di Masjid Al-Jadid, Pasar Rebo. Menyentuh kakimu yang gagah, sekian lama bergerak demi Islam Indonesia. Terasa ada getaran untuk mengenang dirimu kembali.
Hidupmu bermakna dan berharga karena berguna bagi sesama manusia. Muhammad Rafsanjani adalah teladan dan inspirasi bagi anak-anak negeri, mahasiswa dan pemuda.
Langkah meneruskan jejak-jejekmu harus dimulai kini oleh setiap kita dan di setiap masa. Jejak-jejakmu merahimi pencerahan dan kemajuan.
Ahli hikmah berpetuah;
“Wahai anak Adam, waktu Ibumu melahirkanmu, engkau menangis, padahal semua orang di sekililingmu tertawa bahagia. Berkhidmatlah kepada manusia, sehingga manakala engkau meninggal dunia, semua orang di sekitarmu menangis, padahal engkau sendiri tertawa bahagia.”
Akhirnya, dengan rasa penghormatan kita haturkan: Selamat Jalan kader terbaik, sahabat dan adinda yang baik, rendah hati, yang gandrung tradisi ilmu pengetahuan, intelektualisme aktivisme yang khidmat kepada dan bermanfaat untuk sesama.
Selamat berjumpa dengan panutanmu Muhammad Sang Nabi. Tentunya bersama Allah Ta’ala yang kita perdebatkan dulu dalil-dalil-Nya. Lalu kita bersama wujudkan di bumi manusia.
Berbahagialah di taman surga-Nya, Sekjend PB PMII kita! Sebagaimana seruan Archimedes, ”Eureka!”.