Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Reaktualisasi Sumpah Pemuda, Persatuan dalam Keberagaman di Tengah Polarisasi Sosial

IMG-20251028-WA0032_copy_800x600
Penulis adalah Moh Mahshun Al Fuadi, Koordinator Isu Sosial Politik Pengurus Pusat BEM Nusantara.

Editor:

Kabar Baru, Opini – Sumpah Pemuda tahun 1928 menjadi tonggak penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Ia bukan sekadar deklarasi politik, tetapi manifestasi kesadaran kolektif anak muda terhadap pentingnya persatuan di tengah keberagaman.

Semangat ini berhasil menyatukan berbagai kelompok etnis, bahasa, dan daerah dalam satu identitas kebangsaan.

Jasa Penerbitan Buku

Kini, hampir satu abad kemudian, tantangan yang dihadapi generasi muda berbeda. Persoalannya bukan lagi penjajahan fisik, melainkan polarisasi sosial dan disintegrasi nilai akibat dinamika teknologi, politik, dan budaya digital.

Dalam dua dekade terakhir, Indonesia mengalami peningkatan signifikan dalam penggunaan internet dan media sosial.

Platform digital membuka ruang bagi partisipasi publik, tetapi juga melahirkan ruang gema (echo chamber) yang memperkuat bias dan mempersempit pandangan sosial.

Fenomena ini menciptakan segregasi opini dan menurunkan toleransi terhadap perbedaan pandangan.

Akibatnya, narasi persatuan yang menjadi jiwa Sumpah Pemuda kehilangan konteks aktualnya. Reaktualisasi nilai tersebut menjadi kebutuhan mendesak agar semangat persatuan tidak hanya menjadi romantisme sejarah, tetapi hidup kembali dalam realitas sosial yang kompleks.

Reaktualisasi Sumpah Pemuda menuntut reinterpretasi terhadap tiga ikrar utamanya. Persatuan bangsa perlu dipahami dalam konteks masyarakat digital yang terhubung namun terfragmentasi.

Bahasa persatuan tidak lagi hanya bermakna bahasa Indonesia sebagai simbol komunikasi, tetapi juga kemampuan literasi digital untuk memahami informasi lintas budaya.

Sementara semangat tanah air perlu diterjemahkan sebagai komitmen terhadap keadilan sosial, keberlanjutan lingkungan, dan solidaritas antarwarga negara di tengah arus globalisasi.

Pendekatan reaktualisasi ini dapat dijelaskan melalui teori kohesi sosial dan civic engagement.

Kohesi sosial hanya dapat tumbuh jika masyarakat memiliki rasa saling percaya dan tujuan bersama.

Sedangkan civic engagement menuntut partisipasi aktif warga, terutama pemuda, dalam mempengaruhi kebijakan dan dinamika sosial secara konstruktif.

Pemuda dengan kapasitas intelektual dan digitalnya memiliki posisi strategis untuk menjadi agen integrasi sosial, bukan sekadar pengikut arus informasi.

Ruang pendidikan tinggi dan organisasi mahasiswa memiliki peran penting dalam proses ini.

Kampus bukan hanya tempat membentuk kapasitas akademik, tetapi juga arena pembelajaran sosial. Penguatan pendidikan multikultural, pelatihan kepemimpinan kolaboratif, dan literasi digital kritis harus menjadi bagian dari kurikulum pembinaan mahasiswa.

BEM Nusantara dan organisasi sejenis dapat menjadi laboratorium sosial bagi pemuda untuk menguji model kepemimpinan inklusif, berdialog dengan keberagaman, serta merumuskan gagasan kebijakan berbasis riset dan data.

Reaktualisasi juga menuntut kesadaran kritis terhadap tantangan struktural yang menghambat persatuan.

Ketimpangan ekonomi antarwilayah, kesenjangan akses pendidikan, serta marginalisasi kelompok tertentu sering kali menjadi akar dari konflik sosial.

Pemuda harus hadir dengan pendekatan kolaboratif untuk mengurai persoalan tersebut melalui advokasi berbasis bukti, kolaborasi lintas sektor, dan pemberdayaan komunitas lokal.

Nilai persatuan dalam konteks ini tidak lagi berhenti pada simbol nasionalisme, tetapi bergerak menjadi praksis sosial yang memperkuat inklusi dan keadilan.

Generasi muda saat ini memiliki modal sosial dan teknologi yang jauh lebih kuat dibanding generasi 1928.

Namun, keunggulan itu akan kehilangan makna tanpa kesadaran etis dan tanggung jawab kolektif. Reaktualisasi Sumpah Pemuda berarti memindahkan semangat historis ke ruang sosial kontemporer, di mana keberagaman dihadapi bukan dengan kecurigaan, tetapi dengan kolaborasi.

Jika generasi 1928 mampu menembus sekat primordial melalui semangat kebangsaan, maka generasi hari ini harus mampu menembus sekat digital dan ideologis melalui integritas, literasi, dan empati sosial.

Hanya dengan cara itu, Sumpah Pemuda tidak akan berhenti sebagai dokumen sejarah, tetapi menjadi energi moral yang terus menghidupkan Indonesia di tengah dinamika zaman.

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store