Potret Kampung Batik Klampar: Dulu, Kini, dan Nanti

Editor: Ahmad Arsyad
Kabar Baru, Opini- Sebagai salah satu pemuda yang lahir, tumbuh, dan berkembang di Desa Klampar, Kabupaten Pamekasan, rasa-rasanya saya memiliki tanggung jawab untuk melestarikan budaya lokal di dalamnya. Klampar sendiri dikenal luas sebagai salah satu Kampung Batik terbesar di Madura, bahkan di Indonesia. Di dalamnya terdapat banyak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan pengrajin batik. Tidak jarang, pengunjung dari berbagai pelosok Tanah Air berkunjung ke kampung ini. Bahkan ada yang dari luar negeri. Saya melihat ini merupakan potensi yang sangat besar yang dimiliki oleh Pemerintah Desa (Pemdes) Klampar. Apalagi, di kampung saya ini, sudah dibangun Sentra Batik Klampar yang cukup besar yang bisa menampung banyak wisatawan. Hanya saja, saya perhatikan memang pengelolaannya belum optimal.
Baiklah, melalui tulisan ini, saya ingin mengajak Anda semua mengenal lebih dekat Kampung Batik Klampar. Tentu saja, kampung ini tidak serta merta ada. Pasti ada sejarah di dalamnya. Terbentuknya Kampung Batik Klampar terjadi secara alamiah. Mengutip buku Batik Madura: Sejarah Jati Diri dan Motif, karangan Dr. Alwiyah, mengungkapkan bahwa dulu pernah terjadi perang antara Ke’ Lesap, salah satu tokoh dari Bangkalan dengan Kiai Penghulu Bagandan atau Raden Azhar dari Pamekasan. Ketika perang tersebut Raden Azhar memakai batik dengan motif parang (leres:bahasa Madura). Saat itulah, batik mulai dikenal oleh masyarakat di Pamekasan.
Kemudian, Kiai Penghulu Bagandan menikah dengan Nyai Qadhi, saudari Nyai Kammalah (Nyai Toronnan) yang masih berdarah Giri Kedaton. Dari pernikahan tersebut, keduanya dikaruniai cicit yaitu Kiai Taman Toronan yang berdomisili di Toronan, Pamekasan. Kiai Taman ini lantas memiliki putra bernama Kiai Mudari yang berdomisili di Dusun Banyumas, Klampar. Selanjutnya, Kiai Mudari inilah yang mulai memperkenalkan batik kepada masyarakat Klampar. Sehingga, sebagian warga di Klampar tidak hanya mulai mengenal batik, tetapi mulai bisa membuat batik. Dari keturunan Kiai Mudari, batik Klampar semakin dikenal luas. Jumlah pengrajin dan pengusaha batik juga kian melimpah. Hingga pada akhirnya, sebagian besar warga Klampar bekerja sebagai pedagang dan pengrajin batik. Menjadi sumber penghidupan sampai sekarang. Dan Klampar secara alami menjadi Kampung Batik, salah satu destinasi wisata unggulan di Pamekasan.
Lantas, potensi besar yang dimiliki oleh Desa Klampar ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, tergerus perubahan zaman. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan melalui organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, yaitu Disporapar, Diskop UKM, dan Disperindag harus memiliki konsep desain yang jelas dan terarah bagaimana menghidupkan Kampung Batik Klampar. Selain itu, keterlibatan pemerintah pusat secara aktif juga diperlukan untuk tetap melestarikan Kampung Batik Klampar. Jujur saja, saya belum melihat koordinasi antatara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam memajukan kampung tersebut. Padahal, batik Madura adalah salah satu warisan dunia, warisan leluhur, dan aset bangsa yang mestinya senantiasa diperhatikan. Termasuk tata kelola Kampung Batik Klampar.
Jika Kampung Batik Klampar semakin ramai dikunjungi oleh wisatawan, maka pengrajin pastinya akan semakin bersemangat untuk produksi. Jadi, pemerintah pusat dan daerah harus menstimulasi alias menggenjot melalui beragam regulasi dan program untuk membuat Kampung Batik Klampar kian menarik, terkenal, dan diminati. Di sisi lain, Pemkab harus mencegah semakin masuknya batik printing ke Pamekasan, apalagi ke Klampar. Sebab, hal itu menjadi ancaman bagi pengrajin dan pengusaha batik lokal. Keberpihakan Bupati Pamekasan Baddrut Tamam kepada pengrajin dan pengusaha batik harus konsisten alias terus menerus. Bukan hanya setahun sekali ketika menyelenggarakan pameran atau peresmian gedung-gedung tertentu yang sifatnya seremonial. Termasuk, memantau perkembangan Kampung Batik Klampar dan mengevaluasi kepala OPD yang tidak becus mengembangkan kampung tersebut.
Sementara, pekerjaan rumah lainnya yaitu regenerasi pengrajin batik di Desa Klampar yang sampai sekarang mulai semakin sedikit. Intinya menjadi tantangan bagi Mas Tamam, sapaan akrab bupati, untuk menumbuhkan talenta-talenta muda baru yang bekerja sebagai pengrajin batik. Sebab, selama ini, sebagian besar pemuda, khususnya di Desa Klampar memang memandang bahwa profesi sebagai pengrajin batik tidak menjanjikan masa depan cerah. Alangkah lebih baiknya, program-program Pemkab mulai diarahkan ke pemberdayaan pemuda Klampar agar tertarik melestarikan budaya leluhurnya. Selain itu, dibutuhkan kerja sama yang intens Pemdes Klampar dengan Pemkab terkait bagaimana menjadikan Klampar sebagai destinasi wisata unggulan kelas nasional. Kepala Desa (Kades) Klampar juga perlu menelurkan ide-ide yang inovatif dan melibatkan pemuda dalam mengembangkan Klampar. Tidak cukup hanya dengan mengandalkan perangkat desanya. Sebab, dalam mengembangkan Kampung Batik Klampar ini membutuhkan peran banyak pihak.
Terakhir, masa depan Kampung Batik Klampar sebenarnya juga berada di tangan pemuda. Khususnya pemuda yang ada di Desa Klampar. Apalagi kita saat ini hidup di era digital, di mana fasilitas teknologi komunikasi dan informasi begitu luar biasa. Kiranya, para pemuda bisa mengambil bagian berperan memperkenalkan Kampung Batik Klampar melalui media sosial yang dimiliki; seperti Facebook dan Instagram. Postinglah foto dan caption yang menarik mengenai potensi Kampung Batik Klampar. Tidak hanya itu, pemuda juga bisa proaktif membantu Pemdes Klampar, baik melalui tenaga ataupun idenya. Saya pribadi berharap batik Klampar semakin populer hingga tingkat dunia. Artinya, warisan budaya leluhur ini mesti diketahui oleh warga internasional. Akhirnya, saya ingin mengatakan bahwa masa lalu sudah menjadi cerita, masa depan masih misteri, dan hari ini adalah milik kita. Mari kita bergandengan tangan memajukan Kampung Batik Klampar.
*) Penulis adalah Muhammad Aufal Fresky, Mahasiswa Program Studi Magister Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co