PT Autore Pearl Culture Diduga Ekspor Mutiara NTB Tanpa Izin Resmi

Jurnalis: Muh Arif
Kabar Baru, NTB– Aroma skandal menguar dari perairan Blok D, Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. PT Autore Pearl Culture, perusahaan penanaman modal asing (PMA) asal Australia, diduga mengekspor mutiara dari kawasan tanpa izin resmi selama bertahun-tahun. Padahal Blok D—sesuai Perda RTRW NTB Nomor 5 Tahun 2024—dikukuhkan sebagai kawasan pariwisata, bukan budidaya.
Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTB sudah tiga kali melayangkan surat peringatan (SP) kepada perusahaan tersebut, terakhir pada 2021. Namun aktivitas budidaya hingga ekspor mutiara tetap berjalan mulus, seolah tak tersentuh hukum.
Direktur PT Autore, Francesco Bruno, berdalih perusahaan mengantongi surat rekomendasi dari Pemkab Lombok Timur pada 2012 dan menganggapnya sebagai izin budidaya berikut izin komersialisasi hasil panen. Dengan modal selembar rekomendasi, perusahaan itu meraup cuan ratusan miliar dari mutiara Lombok yang diekspor hingga Australia.
Ekspor Disamarkan
Informasi yang dihimpun media ini menunjukkan, ekspansi bisnis Autore di kawasan terlarang itu tak sekadar ‘numpang lokasi’. Belasan hektare perairan Blok D dipasangi long line budidaya, membentang hingga nyaris menyentuh Pulau Tiga.
“Mereka sudah lama di situ. Setahun bisa panen dua kali,” kata seorang warga Desa Sekaroh yang enggan disebutkan namanya, Kamis (6/11/2025).
Mutiara dari Blok D dikenal paling berkualitas di Lombok. Namun dalam dokumen ekspor, asal mutiara tidak pernah disebut berasal dari lokasi tanpa izin itu. Data yang diperoleh menyebutkan alamat asal barang dipusatkan di kantor PT Autore di Jalan Pemuda, Kota Mataram.
Tujuan pengiriman tercatat ke Australia, namun menariknya, menggunakan valuta salah satu negara Asia Timur. Ini kian menguatkan dugaan praktik pengaburan jejak dagang.
Pejabat Fungsional Analis Perdagangan Disperdag NTB, Rahmat Wira Putra menegaskan, barang dari sumber ilegal tak boleh diperdagangkan. “Secara regulasi, barang ilegal atau dari lokasi yang tidak berizin, tidak boleh diperjualbelikan,” ujarnya.
Namun ia mengaku Disperdag tak punya instrumen mengaudit asal barang. “SOP kami tak mengatur pemeriksaan lokasi asal. Harusnya dinas teknis berkoordinasi. Ini kan tidak pernah,” kata Rahmat, menyerahkan dugaan penyelundupan kepada aparat penegak hukum (APH).
Dugaan Penyelundupan dan Tuntutan Pidana
Tokoh Gumi Paer Lombok, Lalu Junaedi, menyebut praktik pemindahan mutiara dari Blok D secara terang-terangan sebagai penyelundupan. Ia menilai pembiaran pemerintah sebagai preseden buruk.
“Lotim bisa dicap sarang bisnis ilegal. Besok-besok mafia akan berbondong-bondong datang. SP 1, 2, 3 hanya jadi pajangan,” katanya.
Ia mendesak Pemkab Lotim, Pemprov NTB, hingga kementerian terkait menghentikan komersialisasi mutiara dari kawasan terlarang tersebut. “Kalau lokasinya ilegal, hasilnya juga ilegal. Apa bedanya dengan orang jual sabu?” ujarnya.
Laporan masyarakat mengenai PT Autore sudah lama masuk ke aparat penegak hukum, bahkan ke Presiden Joko Widodo, kini Prabowo Subianto telah menjabat Presiden RI, namun hingga kini tak ada perkembangan berarti. Polda NTB sempat memanggil pelapor untuk dimintai keterangan, lantas senyap.
“Negara harus hadir. Sudah ada SP3, aktivitas tetap jalan. Kalau tidak dihentikan, berarti ada masalah,” tutur Junaedi.
Terpisah, Kepala DKP NTB, Muslim, enggan berkomentar ketika dimintai tanggapan. Upaya media ini menghubungi Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar via WhatsApp pun tak mendapat respons hingga berita ini diturunkan.
Insight NTB
Berita Baru
Berita Utama
Serikat News
Suara Time
Daily Nusantara
Kabar Tren
Indonesia Vox
Portal Demokrasi
Lens IDN
Seedbacklink







