Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Perlunya Membumikan Pendidikan Karakter Kepada Generasi Muda

Miftahul Arifin, Founder Taman Belajar Nusantara.

Editor:

“Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.“ (Yusuf bin Al Husain).

Kabar Baru, Opini- Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia yang dapat menghantarkan pada derajat yang tinggi. Pendidikan adalah upaya untuk mempersiapkan peserta didik agar mampu hidup dengan baik dalam menjalani kehidupan di masa mendatang serta dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas hidup yang dapat memberikan konstribusi yang bermakna dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan bangsa.

Namun dunia pendidikan tercoreng dengan banyaknya fenomena tawuran, siswa menantang guru dan tindakan amoral lainnya menjadi bukti nyata bahwa generasi muda sedang mengalami apa yang disebut dengan defisit akhlak. Pendidikan yang seharusnya mampu melahirkan generasi-generasi bangsa yang berkarakter justru tercoreng oleh perilaku yang bertolak belakang dengan tujuan pendidikan itu sendiri.

Survei yang dilakukan KPAI di tahun 2018, anak-anak berprilaku tidak sopan terhadap orang tua bisa dilihat dari pengasuhannya, seperti lingkungan bermain seperti apa, pengasuhan orang tua, kondisi psikologis, atau aktivitasnya.

Perilaku siswa berani sama guru harus benar-benar dievaluasi secara total. Apakah anak yang berbuat tidak sopan tersebut meniru kakak kelasnya yang suka membully atau orang tua yang suka bertengkar di depan anak-anaknya atau terpengaruh oleh game-game dewasa yang mengandung konten kekerasan.

Melihat perilaku siswa yang sudah diluar batas kewajaran menandakan kalau dunia pendidikan telah gagal dalam menyiapkan generasi bangsa yang berilmu sekaligus berakhlak. Potret ini menunjukkan kalau pendidikan di Indonesia jauh dari kata ideal dalam membentuk karakter bangsa yang berkeadaban.

Dalam dunia Pendidikan pembentukan karakter merupakan hal paling mendasar dalam kehidupan ini. Sebab, karakterlah yang menjadikan manusia lebih tinggi derajatnya dari makhluk lain. Kemerosotan karakter berarti penurunan derajat kemanusiaan itu sendiri. Karakter generasi muda dewasa ini sangat jauh dari apa yang kita harapkan selama ini. Kurangnya rasa hormat kepada yang lebih tua sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Harus diakui pendidikan saat ini sedang dilanda krisis akhlak.

Saat ini lembaga pendidikan kita memang cenderung lebih mengutamakan kemampuan teknis (hard skill) seperti pengembangan intelektual (IQ) semata ketimbang pengembangan soft skill yaitu kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) sehingga menyebabkan para siswa brutal dan bertindak sesuka mereka.

Ali Mukti mengatakan, secara umum karakter merupakan perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tatakrama, budaya dan adat istiadat. Karakter dibangun berdasarkan penghayatan terhadap nilai-nilai tertentu yang dianggap baik.

Maka dari itu, proses pembangunan manusia bukan hanya berorientasi pada hard skill tapi juga harus berbasis soft skill. Pengembangan soft skill ini sangat penting sehingga peserta didik menjadi pemuda yang mampu berdaya saing, berakhlak mulia dan mampu menghadapi berbagai tantangan hidup di era milenial ini. Jadi pengembangan kedua keterampilan ini—hard skill dan soft skill menjadi modal utama bagi kesuksesan seseorang.

Mencari Jalan Keluar

Menyikapi kemerosotan akhlak pelajar, maka salah satu jalan keluarnya adalah penguatan pendidikan karakter. Lembaga pendidikan (sekolah/kampus) bukan sekadar tempat untuk mendapatkan nilai bagus, tapi lebih dari itu bagaimana sekolah atau kampus mampu mencetak peserta didik yang pintar sekaligus berkarakter. Sebab, kecerdasan intelektual yang tidak didukung oleh keceradasan emosional dan spiritual hanya akan melahirkan generasi rapuh dan jiwanya kering.

Pendidikan karakter sangat penting sebagai ruh dari proses Pendidikan yaitu pendidikan yang tidak hanya mengandalkan kecerdasan akal, tapi juga penguatan akhlak. Penguatan akhlak atau karakter ini tidak diwariskan begitu saja. Karakter itu perlu dibentuk dan dikembangkan secara terus-menerus mulai sejak dini melalui keteladanan atau tindakan nyata.

Doni Koesoema menyebut pendidikan karakter pada hakikatnya ingin membentuk individu menjadi seorang pribadi bermoral yang dapat menghayati kebebasan dan tanggung jawabnya, dalam relasinya dengan orang lain dan dunianya dalam komunitas pendidikan. Dengan demikian, pendidikan karakter senantiasa mengarahkan diri pada pembentukan individu bermoral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilakunya sekaligus mampu berperan aktif membangun kehidupan bersama.

Pendidikan karakter harusvdiprioritaskan sebagai jalan keluar dari persoalan bangsa. Karenanya, guru perlu berbenah diri dan meningkatkan kompetensinya. Guru bukan hanya pandai mentransfer ilmu pengetahuan kepada para siswa, tapi juga harus mampu menunjukkan perilaku dan sikap baik di depan siswa. Di sinilah kita membutuhkan seorang guru yang mampu mengajar dengan hati dan keteladanan.

Disamping itu, orang tua juga memiliki peran yang tidak kalah penting dibanding guru. Orang tua perlu mengintervensi agar selalu terjalin hubungan yang erat dan hangat. Keluarga adalah tempat atau sekolah pertama bagi seorang anak. Makanya, orang tua harus mampu menanamkan pendidikan karakter sejak dini melalaui pembelajaran dan keteladanan dalam kehidupan sehari-hari.

Sejatinya hakikat manusia meliputi lima unsur, yaitu bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk yang beriman dan bertakwa, paling sempurna, paling tinggi derajatnya, khalifah di muka bumi, dan penyandang HAM (hak asasi manusia).

Oleh karena itu, menurut Prayitno dan Belferik Manullang pembentukan karakter sepenuhnya mengacu kepada kelima unsur hakikat manusia ini. Dimensi kemanusiaan meliputi lima dimensi, yaitu dimensi kefitrahan, dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dan dimensi keberagaman. Penampilan kelima unsur dimensi kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari akan mencerminkan karakter individu yang bersangkutan.

Sementara pancadaya kemanusiaan meliputi lima potensi dasar, yaitu daya takwa, daya cipta, daya rasa, daya karsa, dan daya karya. Melalui pengembangan seluruh unsur pancadaya inilah pribadi berkarakter dibangun.

Carut-marutnya persoalan bangsa harus menjadi momentum bagi dunia pendidikan untuk menggelorakan kembali pendidikan karakter agar tidak ada lagi pelajar yang menantang guru, melakukan kekerasan (tawuran), penyalahgunaan narkoba, seks bebas, dan berbagai tindakan amoral lainnya yang memang bertentangan dengan nilai-nilai karakter bangsa kita.

Pendidikan karakter perlu ditanamkan dengan mengintegrasikannya kedalam setiap mata pelajaran, ekstra kurikuler dan budaya di lingkungan sekolah sehingga pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif semata, tetapi menyentuh pada internalisasi dan pengamalan konkret dalam kehidupan peserta didik sehari-hari baik di lingkukan sekolah, keluarga dan masyarakat.

Hal ini menjadi sangat penting di tengah-tengah kebanyakan pelajar sedang terjangkit krisis akhlak sebuah krisis yang menyerang generasi muda yang merupakan pewaris bangsa ini. Banyak pelajar di era digital saat ini mengalami krisis akhlak yang sudah pada titik level yang mengkhawatirkan.

Karakter harus dijunjung tinggi karena eksistensinya yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehilangan karakter berarti bangsa ini mesti siap kehilangan generasi mudanya. Karakter berperan sebagai pemandu dan kendali agar bangsa tidak mudah goyah. Karenanya, pembinaan karakter perlu terus digalakkan terutama bagi para pelajar sebagai generasi yang akan memimpin bangsa ini di masa mendatang.

Pengembangan karakter harus dilalui dengan proses panjang dan perlu dilakukan secara terus-menerus. Pengembangan karakter berlangsung selama hidup kita sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama. Artinya, untuk mencetak generasi bangsa yang cerdas sekaligus berkarakter tidak bisa ‘bim salabim’ yang dalam waktu sekejap langsung terbentuk.

Pengembangan karakter melalui pembelajaran di sekolah maupun di rumah perlu terus digalakkan. Pendidik dan orangtua diharapkan mampu menanamkan nilai-nilai akhlak kepada putra-putrinya.

 

*) Penulis adalah Miftahul Arifin, Founder Taman Belajar Nusantara.

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store