Pemerintah Resmi Mencabut Izin Kegiatan Operasional Organisasi Filantropi ACT

Menteri Sosial Ad Interim, Muhadjir Effendi saat memberikan keterangan pers di Jakarta (foto: Dokumen/Antara).
Jurnalis: Hanum Aprilia
Kabar Baru, Jakarta – Menteri Sosial Ad Interim, Muhadjir Effendi resmi mencabut izin operasional lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT), dalam kegiatan Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB). Dengan demikian, pemerintah RI memastikan kalau ACT tidak boleh lagi melakukan kegiatan penggalangan dana, hingga barang dengan alasan apapun. Keputusan tersebut dilindungi undang-undang dan tidak boleh dilanggar.
Pencabutan izin itu tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan ACT yang ditandatangani oleh Muhadjir Effendi pada Selasa, 5 Juli 2022.
“Jadi alasan kami mencabut (izin), dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial, sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut,” kata Muhadjir Effendi di Jakarta, Rabu (6/7/2022).
Muhadjir menyebut, langkah pencabutan izin ini diambil sebagai bukti pemerintah responsif terhadap hal-hal yang sudah meresahkan masyarakat dan selanjutnya akan melakukan penyisiran terhadap izin-izin yang telah diberikan kepada yayasan lain dan untuk memberikan efek jera agar tidak terulang kembali.
Keputusan ini diambil, setelah melalui berbagai proses dan ketentuan yang sudah dipertimbangkan dengan matang oleh pemerintah pusat. Pada Selasa kemarin, Kementerian Sosial telah mengundang pengurus Yayasan ACT yang dihadiri oleh Presiden ACT Ibnu Khajar dan pengurus yayasan.
Menurut Muhadjir Effendi, tujuan pemanggilan tersebut untuk memberikan klarifikasi dan penjelasan terkait dengan pemberitaan yang berkembang di masyarakat. Dari hasil klarifikasi, kata Muhadjir, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan bahwa menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan.
Angka 13,7 persen tersebut dinilai tidak sesuai dengan ketentuan batasan maksimal 10 persen. Sementara itu, pengumpulan uang dan barang untuk bencana, seluruhnya harus disalurkan kepada masyarakat tanpa ada biaya operasional dari dana yang terkumpul. (*)