Kabinet Gemuk Presiden Prabowo Subianto, Tantangan atau Ancaman?

Editor: Ahmad Arsyad
Kabarbaru, Opini – Pada Minggu 20 Oktober lalu, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Hal ini menjadi penanda kepemimpinan baru untuk lima tahun kedepan.
Presiden Prabowo sejak awal pencalonan telah memiliki berbagai misi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Hingga pada pelantikan kemarin, Prabowo Subianto meresmikan 112 Menteri, Jajaran Setingkat Menteri dan Wakil Menteri dalam Kabinet Merah Putih.
Penambahan jumlah Menteri dilakukan oleh Presiden Prabowo untuk berusaha menciptakan pemerintahan yang kuat dan efektif dalam menjalankan berbagai program prioritas. Dimana kabinet tersebut harus mencerminkan skala negara yang lebih besar dengan beragam masalah yang harus ditangani.
Tetapi, bertambah jumlah anggota Kabinet tidak serta-merta dapat menjadikan Indonesia lebih maju kedepannya. Terdapat beberapa kritik dalam kebijakan ini terutama pada potensi beban anggaran negara yang semakin besar akibat bertambahnya jumlah kementerian.
Pemerintah harus mengalokasikan dana lebih untuk operasional kementerian tambahan, yang sebenarnya justru dapat mengurangi anggaran pada sektor lain yang mendesak, seperti pendidikan atau infrastruktur.
Selain itu, kabinet gemuk ini juga bisa memunculkan masalah dalam koordinasi antar kementerian, karena semakin banyak pihak yang harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan, yang pada akhirnya bisa memperlambat kerja pemerintahan.
Setiap menteri memiliki agendanya sendiri dan sering kali memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menyikapi isu-isu strategis. Hal ini bisa menyebabkan pengambilan keputusan yang lebih lambat dan kurang terkoordinasi.
Dalam pemerintahan yang efisien, komunikasi yang cepat dan alur kerja yang jelas sangat penting. Namun, dengan semakin banyak kementerian, risiko terjadinya “birokrasi ganda” atau tumpang tindih tugas semakin besar, yang dapat menghambat kemajuan program-program pemerintah.
Semakin banyak kementerian juga bisa memperumit mekanisme penyelesaian masalah ketika terjadi krisis, di mana seharusnya pengambilan keputusan dilakukan dengan cepat dan tepat.
Untuk mengatasi potensi masalah ini, tentu saja Presiden Prabowo perlu mempertimbangkan banyak hal seperti memastikan bahwa setiap kementerian baru atau yang dipisah benar-benar dibentuk berdasarkan kebutuhan nyata dan bukan sekadar pembagian kekuasaan politik.
Kabinet yang besar akan lebih efektif jika diisi oleh para profesional yang ahli di bidangnya, bukan semata-mata kader politik. Kedua, penting bagi pemerintah untuk transparan dalam pengelolaan anggaran agar masyarakat memahami manfaat langsung dari kabinet yang lebih besar.
Hal ini juga dapat membantu meredam kritik terkait pemborosan anggaran.
Pada akhirnya, keberhasilan kabinet gemuk akan tergantung pada bagaimana Presiden Prabowo mampu menjaga keseimbangan antara memperluas kekuasaan eksekutif dengan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintah.
Akankah Kabinet ini menjadi tantangan dengan semakin bertambahnya jumlah didalamnya atau justru menjadi ancaman bagi rakyat Indonesia karena kedudukan pemerintah yang semakin berkuasa.
Penulis adalah Jemmy Kurniawan, Kepala Bidang Sospol BEM FISIP UMM.