Dugaan Praktik Kotor Direksi Pertamina, Gunakan Perusahaan Cangkang untuk Hindari Pajak

Jurnalis: Rizqi Fauzi
Kabar Baru, Jakarta – Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) mendesak Kejaksaan Agung untuk menyelidiki dugaan praktik tidak transparan dalam pengelolaan kapal tanker milik PT Pertamina International Shipping (PIS), anak usaha PT Pertamina (Persero). Dugaan tersebut mengarah pada pembentukan puluhan perusahaan cangkang (Special Purpose Vehicle/SPV) di luar negeri yang digunakan untuk menyewakan kapal tanker.
Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, menyampaikan bahwa kebijakan ini merupakan peninggalan manajemen lama yang harus segera dibenahi oleh Direktur Utama Pertamina saat ini, Simon Aloysius Mantiri.
“Jika tidak segera diperbaiki, Dirut Pertamina berisiko terjerat pasal pembiaran atas praktik-praktik yang merugikan negara,” ujar Yusri dalam keterangannya, Senin (28/7/2025).
Menurutnya, jika pengelolaan kapal PIS dapat diperbaiki, maka potensi peningkatan pemasukan negara bisa mencapai Rp10 triliun per tahun.
Yusri mengutip pernyataan VP Health Safety Security & Environment (HSSE) PIS, Ade Gunawan, dalam sebuah forum maritim nasional pada Mei 2025, bahwa saat ini PIS mengoperasikan sekitar 755 kapal di seluruh dunia, dengan 70 persen beroperasi di dalam negeri. Dari jumlah tersebut, anak perusahaan PT Pertamina Trans Kontinental mengelola 370 kapal, 53 tanker berada di bawah PIS Asia Pasific Singapore, dan sekitar 14 kapal lainnya dikelola oleh PIS Middle East.
Namun, Yusri menyoroti bahwa sekitar 70 kapal tanker disewakan di luar negeri menggunakan sistem SPV, di mana satu SPV dibuat untuk setiap tiga kapal. Ia mengklaim bahwa beberapa staf dan karyawan PIS bahkan dicatut namanya sebagai direksi di perusahaan-perusahaan cangkang tersebut.
“Modus ini patut dicurigai sebagai cara untuk menghindari kewajiban pajak dan menyembunyikan potensi penerimaan negara,” tegasnya.
Yusri juga menyinggung lonjakan signifikan dalam laporan keuangan PIS setiap tahun sebagai indikasi adanya anomali. Ia menyebut laporan tahun 2020 bahkan meningkat hingga 126 persen dibanding tahun sebelumnya.
Selain SPV, ia menyingkap dugaan adanya aliran kick back fee yang didistribusikan melalui perusahaan pengelola kapal (ship management) di dalam dan luar negeri. Ada lima perusahaan asing yang disebut, yakni SM Pte Ltd, TSM Pte Ltd, WSM Ltd, NSM Pte Ltd, dan BSSM. Sementara di dalam negeri, PIS menunjuk PT SIM, PT GBL, PT WNS, PT CTP, dan AS Pte Ltd.
“Informasi yang kami peroleh, sekitar 30 persen dari nilai kontrak diduga dipotong dari pemilik kapal untuk pengelolaan ini. Ini perlu ditelusuri Kejagung lebih dalam,” ujarnya.
Ia juga menyebut adanya pertemuan rutin para pihak terkait di luar negeri, seperti di Thailand, dengan dalih kunjungan kerja namun diisi agenda nonformal seperti bermain golf.
CERI menyatakan dukungan terhadap komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi secara menyeluruh agar penerimaan negara dapat dimaksimalkan.
Yusri mendesak Kejaksaan Agung untuk tidak tebang pilih dalam mengusut dugaan korupsi tata kelola migas di Pertamina selama periode 2018–2023, yang disebut telah menimbulkan potensi kerugian negara hingga Rp285 triliun.
“Kami juga mendorong agar jaksa segera memeriksa pihak-pihak yang mencoba menghalangi penyidikan, termasuk para makelar kasus yang biasa bermain sejak awal proses ini berlangsung, sebagaimana terjadi dalam kasus BTS dan suap minyak goreng,” pungkasnya.