Presiden Tetapkan Syaikhona Kholil Bangkalan Pahlawan Nasional

Jurnalis: Khotibul Umam
Kabarbaru.co, Bangkalan — Dari pesantren kecil di pelosok Bangkalan, cahaya ilmu dan perjuangan seorang ulama besar akhirnya sampai ke Istana Negara. Senin (10/11/2025), Presiden Republik Indonesia secara resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Syaikhona Mohammad Kholil, ulama karismatik yang pengaruhnya melintasi zaman dan menembus batas sejarah.
Di tengah suasana khidmat peringatan Hari Pahlawan, kabar itu membuat dada masyarakat Bangkalan bergetar bangga. Di Istana Negara, Wakil Bupati Bangkalan Moh. Fauzan Ja’far berdiri sejajar dengan para dzurriyah (keturunan) Syaikhona Kholil — menerima penghargaan yang telah lama dinantikan oleh masyarakat Madura.
Bagi warga Bangkalan, nama Syaikhona Kholil bukan sekadar tokoh agama. Ia adalah sosok yang menanamkan semangat kemerdekaan di dada para ulama dan santri. Dari pesantrennya di Cengkebuan, Bangkalan, lahir murid-murid yang kelak menjadi pelita bangsa — di antaranya KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, dan KH. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.
“Beliau bukan hanya guru bagi para ulama, tapi juga guru bagi bangsa,” tutur Bupati Bangkalan Lukman Hakim, dengan nada haru usai memimpin upacara Hari Pahlawan di halaman kantor bupati.
Lukman mengaku, penganugerahan ini adalah penegasan atas peran ulama Madura dalam sejarah panjang perjuangan Indonesia. Ia menyebut, nilai perjuangan Syaikhona Kholil bukan sekadar di atas mimbar atau dalam kitab, tetapi juga dalam keberanian menanamkan nasionalisme di masa penjajahan.
“Dari pesantren beliau menyalakan api kebangsaan. Dari Bangkalan, beliau mengajarkan arti cinta tanah air sebagai bagian dari iman,” ucap Lukman.
Bagi masyarakat Bangkalan, penghargaan ini ibarat janji yang ditepati sejarah. Perjuangan para dzurriyah dan ulama untuk mengusulkan gelar pahlawan bagi Syaikhona Kholil akhirnya membuahkan hasil. Tak sedikit warga yang menitikkan air mata haru, menyadari bahwa nama besar yang mereka hormati kini diakui secara nasional.
“Ini bukan akhir perjuangan, tapi awal dari tanggung jawab kita untuk menjaga warisan beliau,” ujar seorang santri tua di Pesantren Demangan dengan mata berkaca-kaca.
Insight NTB
Berita Baru
Berita Utama
Serikat News
Suara Time
Daily Nusantara
Kabar Tren
Indonesia Vox
Portal Demokrasi
Lens IDN
Seedbacklink







