Ketua Dewan Pengarah Komite Ekonomi Kreatif Bone Bolango Kritik Desain Festival Karawo

Jurnalis: Pengki Djoha
KABAR BARU, GORONTALO – Ketua Dewan Pengarah Komite Ekonomi Kreatif Bone Bolango, Tomi Laisa, kembali mengingatkan pentingnya orisinalitas dan kedalaman makna dalam pelaksanaan Festival Karawo. Ia menyoroti desain kegiatan festival yang selama ini dianggap kurang menggambarkan identitas budaya karawo secara autentik dan cenderung meniru konsep acara serupa dari daerah lain, seperti carnaval budaya Bandung.
Menurut Tomi, hampir seluruh peserta festival kerap mengenakan baju adat modern yang tidak merepresentasikan motif dan nilai khas karawo asli. Hal ini menurutnya menjadi persoalan serius karena dapat mengaburkan esensi Produk Lokal Fashion Karawo yang seharusnya menjadi fokus utama festival.
“Kita jangan sampai mengulang desain kegiatan yang sama dari tahun ke tahun yang terindikasi hanya meniru acara lain tanpa menonjolkan identitas Ekraf Produk lokal Gorontalo Subsektor Fashion sesungguhnya. Festival ini harus nilai produk lokal fashion Karawo bukan sekadar ajang hiburan yang kehilangan makna,” tegas Tomi Laisa, kepada Media Kabarbaru.co (28/9/2025).
Kritik yang sejalan juga datang dari Iwan Hadju, tokoh pemuda sekaligus pemerhati budaya yang menilai bahwa Festival Karawo saat ini sudah jauh dari esensi asli karawo. Ia menyoroti penggunaan dana negara dalam penyelenggaraan festival yang menurutnya harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan dan efektif.
“Jika perlu, kegiatan ini harus diaudit secara menyeluruh karena menggunakan dana negara. Penggunaan anggaran publik harus benar-benar mendukung pelestarian produk lokal Gorontalo khususnya fashionkarawo, bukan hanya menjadi acara seremonial yang kosong makna. Kita harus memastikan setiap rupiah yang dikeluarkan memberikan dampak positif bagi pelestarian dan pengembangan budaya kita,” ujar Iwan dengan tegas.
Keduanya sepakat bahwa Festival Karawo harus menjadi sebuah wahana yang tidak hanya menampilkan keindahan visual, tetapi juga mengedepankan nilai-nilai budaya lokal yang mendalam. Festival ini harus mampu memberdayakan para perajin karawo, seniman, dan komunitas budaya Gorontalo agar dapat turut serta dan merasakan manfaat dari acara tersebut.
Tomi dan Iwan mengajak semua pihak, terutama penyelenggara dan pemerintah daerah, untuk merancang konsep festival yang lebih orisinal dan autentik. Mereka berharap festival ke depan dapat benar-benar menjadi ajang pelestarian dan pengembangan karawo sebagai warisan budaya yang bernilai tinggi, sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga identitas budaya Gorontalo.
“Kita butuh festival yang bukan hanya menghibur, tapi juga mendidik dan menginspirasi. Festival Karawo harus menjadi kebanggaan kita semua, bukan hanya sekadar rutinitas tahunan yang kehilangan makna,” pungkas Tomi.
Kritik ini kata Tomi Laisa menjadi panggilan serius bagi seluruh pemangku kepentingan terutama Gubernur Gorontalo Gusnar Ismail untuk bersama-sama memperbaiki dan mengembangkan Festival Karawo agar mampu memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi budaya dan perekonomian kreatif Gorontalo secara luas.