Gerbang Tani Kecam Kekerasan PT. Toba Pulp Lestari Terhadap Masyarakat Adat Natinggir di Tano Batak

Jurnalis: Masudi
Kabar Baru,Toba- Kekerasan kembali dialami oleh Masyarakat Adat Natinggir di Desa Simare, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, pada 7 Agustus 2025. Kekerasan terjadi karena upaya penggusuran warga dari tanah adatnya oleh PT. Toba Pulp Lestari (TPL).
Kejadian penggusuran dan kekerasan ini mengakibatkan sartu orang mengalami luka berat di bagian leher. Kekerasan juga dialami oleh anak dan pendamping Masyarakat adat yang mencoba untuk menghalau proses pengguran. Beberapa rumah warga dirusak serta lahan pertanian warga hancurkan oleh karyawan dan petugas keamanan PT. TPL.
Ketua Umum Gerakan Kebangkitan Petani Indonesia (GERBANG TANI) mengutuk keras aksi brutal yang dilakukan oleh karyawan dan petugas keamanan PT.TPL.
“Sangat miris melihat peristiwa ini, sebab upaya penggusuran yang disertai dengan tindakan kekerasan terhadap warga masyarakat adat Natinggir di atas lahan pertanian yang menjadi sumber mata pencaharian warga, sehingga kejadian ini harus kita kecam dan meminta kepada aparat kepolisian agar menindak tegas pelaku kekerasan dan pengrusakan milik warga”, Tegas Idham Arsyad
Berdasarkan informasi Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KKSPM) bahwa pengusuran ini semakin menambah jumlah
catatan kejahatan yang dilakukan Perusahaan milik Sukamto Tanoto ini. Sampai saat ini, PT.TPL Lestari telah menguasai 291.263 hektar di Sumutra Utara atas nama Hutan Tanaman Industri.
Situasi ini tidak memperdalam ketimpangan agrarian di Sumut, tetapi juga telah melahirkan pemiskinan structural bagi Masyarakat adat. Tercatat bahwa sebanyak 23 komunitas adat di 12 Kabupaten yang tanah adatnya tergusur dengan total luasan mencapai 33.422,37 hektar.
Penggusuran ini telah mengakibatkan 470 masyarakat ada yang menjadi korban, 2 oragn meninggal, 208 orang yang dianiaya dan 260 orang dikriminalisasi.
Fakta luasnya penguaasaan lahan oleh PT.TPL yang disertai dengan upaya penyingkiran Masyarakat adat dari tanah adatnya menurut Idham Arsyad perlu menjadi perhatian Pemerintah Pusay karena tidak sejalan dengan nilai dan semangat Pasal 33 UUD 1945.
“Jika Perusahaan seperti PT.TPL dapat menguasai lahan hutan yang begitu luas, sementara Masyarakat adat yang berada di sekitar dan dalam Kawasan hutan tergusur, maka nyata-nyata bahwa amanat dari Ayat 3 Pasal 33 UUD 1945 telah terkhianati, karena kekayaan alam termasuk hutan tidak lagi menjadi alat untuk memakmurkan rakyat secara Bersama-sama”. Pungkas Idham Arsyad.
Karenanya, Idham Arsyad meminta kepada Kementerian Kehutanan RI agar melakukan evaluasi secara menyeluruh dan dilandasi atas semangat keadilan terhadap lahan hutan yang dikuasai oleh PT.TPL yang jumlah mencapai ratusan hektar tersebut.
Idham juga meminta untuk segera memulihkan hak-hak Masyarakat dengan mengembalikan tanah dan hutan adat yang telah dikuasai oleh PT.Toba Pulp Industri.
“Masyarakat Adat mempunyai kontribusi yang sangat-sangat banyak bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, oleh karenanya negara punya kewajiban untuk mengakui, melindungi dan menegakkan hak-hak Masyarakat adat”, Tegas Idham Arsyad.