Tata Cara Cerai Nikah Siri dan Hak Sesuai Syariat Islam

Jurnalis: Bahiyyah Azzahra
Kabar Baru, Jakarta – Pernikahan dalam Islam adalah sebuah ikatan suci yang bertujuan untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah. Namun, dalam perjalanan rumah tangga, terkadang perpisahan menjadi jalan terakhir yang harus ditempuh ketika kemudharatan lebih besar daripada manfaat mempertahankan pernikahan.
Di Indonesia, fenomena nikah di bawah tangan nikah siri, yaitu pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA) masih banyak terjadi. Karena tidak tercatat secara hukum negara, proses perceraian nikah siri sering kali menimbulkan kebingungan. Tidak adanya “Akta Cerai” dari Pengadilan Agama bukan berarti pasangan bisa berpisah begitu saja tanpa aturan. Islam memiliki aturan yang sangat rinci dan adil mengenai perceraian (talak), masa tunggu (iddah), hingga pemenuhan hak-hak pasca perceraian.
Artikel ini akan membahas secara mendalam tata cara cerai nikah siri sesuai syariat Islam dan bagaimana hak-hak kedua belah pihak diatur.
Memahami Kedudukan Cerai dalam Nikah Siri
Hal pertama yang perlu dipahami adalah perbedaan antara hukum negara dan hukum agama. Dalam hukum negara (UU Perkawinan), perceraian hanya sah jika diputuskan di depan sidang pengadilan. Namun, bagi pelaku nikah siri, pintu pengadilan tertutup karena pernikahan mereka tidak memiliki legalitas administratif (Buku Nikah).
Oleh karena itu, rujukan utama perceraian nikah siri adalah Hukum Fiqih (Hukum Islam). Secara syariat, jika rukun dan syarat perceraian terpenuhi, maka perceraian tersebut jatuh dan sah di mata Allah SWT, meskipun negara tidak mengakuinya.
Tata Cara Perceraian (Talak) dalam Islam
Dalam Islam, ikatan pernikahan berada di tangan suami, namun istri memiliki hak untuk mengajukan perpisahan. Berikut adalah tata cara dan jenis perceraian yang berlaku:
1. Talak oleh Suami (Cerai Biasa)
Ini adalah proses yang paling umum. Suami memiliki hak untuk menjatuhkan talak. Agar sah secara agama, suami harus mengucapkan lafaz talak kepada istrinya.
- Lafaz Sarih (Jelas): Ucapan yang tegas dan tidak bermakna lain. Contoh: “Saya menceraikanmu” atau “Engkau tertalak.” Jika kalimat ini diucapkan, talak jatuh seketika itu juga, meskipun suami beralasan hanya bercanda atau tidak berniat.
- Lafaz Kinayah (Sindiran): Ucapan yang samar dan bisa bermakna lain. Contoh: “Pulanglah kamu ke rumah orang tuamu” atau “Kita pisah saja.” Untuk lafaz ini, jatuhnya talak bergantung pada niat suami. Jika saat mengucapkan ia berniat cerai, maka jatuhlah talak. Jika tidak, maka tidak jatuh.
Dalam nikah siri, karena tidak ada hakim, suami disarankan mengucapkan talak di hadapan saksi (keluarga atau tokoh agama) agar ada kejelasan status bagi istri.
2. Khulu’ (Gugat Cerai oleh Istri)
Jika istri yang menginginkan perceraian karena alasan syar’i (misalnya suami tidak memberi nafkah, KDRT, atau istri khawatir tidak bisa menjalankan kewajiban sebagai istri), ia bisa mengajukan Khulu’.
Dalam prosedur formal, ini dilakukan di pengadilan. Dalam nikah siri, istri harus menyampaikan keinginannya kepada suami. Jika suami setuju, istri biasanya memberikan tebusan (iwadh), seperti mengembalikan mahar atau sejumlah uang yang disepakati, lalu suami menjatuhkan talak. Jika suami menolak menceraikan padahal ada alasan syar’i yang kuat, istri disarankan meminta bantuan ulama atau tokoh agama setempat untuk memediasi hingga suami mau menjatuhkan talak.
3. Fasakh (Pembatalan Nikah)
Fasakh adalah pelepasan ikatan nikah karena adanya cacat atau hal yang menghalangi kelanggengan pernikahan. Contohnya: suami gila, murtad (keluar dari Islam), atau hilang tidak ada kabar. Dalam nikah siri, penetapan fasakh idealnya dilakukan melalui fatwa ulama atau tokoh agama ustadz yang kompeten yang bertindak sebagai hakim untuk memutus perkara tersebut.
Masa Iddah: Fase Penting yang Sering Diabaikan
Setelah talak diucapkan, istri tidak serta merta bebas menikah lagi. Ia wajib menjalani masa Iddah. Ini adalah masa tunggu untuk memastikan rahim bersih (tidak hamil) dan memberikan waktu berpikir barangkali pasangan ingin rujuk kembali.
- Wanita yang masih haid: Masa iddahnya adalah 3 kali masa suci (quru’).
- Wanita yang sudah menopause (tidak haid): Masa iddahnya adalah 3 bulan.
- Wanita hamil: Masa iddahnya berakhir sampai ia melahirkan.
- Belum pernah dikumpuli (Qobla Dukhul): Jika dicerai sebelum berhubungan suami istri, tidak ada masa iddah.
Selama masa iddah (untuk talak raj’i atau talak 1 dan 2), istri masih berhak tinggal di rumah suami dan mendapatkan nafkah. Suami dilarang mengusir istri, dan istri dilarang keluar rumah kecuali darurat. Ini bertujuan untuk melunakkan hati agar bisa rujuk kembali.
Hak-Hak Istri dan Anak Pasca Perceraian Siri
Salah satu kerugian terbesar nikah siri adalah sulitnya menuntut hak secara hukum negara. Namun, secara agama (di hadapan Allah), kewajiban mantan suami tetap melekat dan berdosa besar jika diabaikan.
1. Hak Istri
- Nafkah Iddah: Selama masa iddah, suami wajib memberi makan, pakaian, dan tempat tinggal (kecuali istri melakukan nusyuz/pembangkangan).
- Mut’ah: Pemberian kenang-kenangan dari mantan suami kepada istri sebagai penghibur hati atas perceraian. Besarnya sesuai kemampuan suami dan kepatutan (ma’ruf).
- Nafkah Madhiyah: Nafkah masa lampau yang belum dibayar suami saat masih menikah (hutang nafkah).
2. Hak Anak (Hadhanah dan Nafkah)
Ini adalah poin krusial. Perceraian orang tua tidak memutuskan hubungan nasab dan nafkah antara ayah dan anak.
- Hak Asuh (Hadhanah): Dalam Islam, ibu lebih berhak mengasuh anak yang belum mumayyiz (belum bisa membedakan baik dan buruk, biasanya di bawah usia 7-12 tahun), selama ibu tidak murtad atau berperilaku buruk (fasik).
- Nafkah Anak: Meskipun bercerai secara siri, ayah wajib menanggung biaya hidup anak (makan, pakaian, kesehatan, pendidikan) sampai anak tersebut dewasa atau mandiri. Kelalaian dalam hal ini dianggap dosa besar karena menelantarkan darah daging sendiri.
Prosedur Administrasi “Non-Formal” yang Disarankan
Meskipun tidak ke Pengadilan Agama, pasangan nikah siri sangat disarankan membuat Surat Pernyataan Talak/Cerai.
Langkah-langkahnya:
- Buat surat tertulis yang menyatakan bahwa suami telah menjatuhkan talak kepada istri.
- Cantumkan tanggal kejadian talak (untuk menghitung masa iddah).
- Sebutkan kesepakatan mengenai hak asuh anak dan nominal nafkah anak.
- Wajib ditandatangani di atas materai oleh suami, istri, dan minimal dua orang saksi (laki-laki dewasa yang adil).
Surat ini penting sebagai bukti sosial bahwa janda tersebut sudah bercerai (setelah iddah selesai) dan halal untuk dipinang lelaki lain, serta untuk menghindari fitnah di masyarakat.
Kesimpulan
Perceraian nikah siri memang sah secara agama jika syarat dan rukun talak terpenuhi. Namun, ketiadaan kekuatan hukum negara membuat posisi istri dan anak sangat rentan, terutama dalam penuntutan nafkah jika mantan suami ingkar janji.
Islam mengajarkan bahwa setiap perbuatan memiliki pertanggungjawaban. Bagi para suami yang menceraikan istrinya secara siri, ingatlah bahwa meskipun polisi atau hakim dunia tidak bisa memaksa Anda membayar nafkah, hukum Allah tetap berlaku. Hak-hak istri dan anak adalah hutang yang akan ditagih di akhirat.
Sangat disarankan, jika memungkinkan, lakukanlah Itsbat Nikah (pengesahan nikah) terlebih dahulu di Pengadilan Agama, baru kemudian melakukan proses cerai secara resmi. Hal ini demi perlindungan hukum yang maksimal bagi mantan istri dan masa depan anak-anak. Namun jika tidak memungkinkan, pastikan seluruh proses perpisahan dijalankan dengan adab Islam yang baik: Tasrihun bi ihsan (melepaskan dengan cara yang baik).
Insight NTB
Berita Baru
Berita Utama
Serikat News
Suara Time
Daily Nusantara
Kabar Tren
IDN Vox
Portal Demokrasi
Lens IDN
Seedbacklink







