Saran Kepada Presiden Prabowo, Berhentilah Mengasuh Warisan Jokowi

Editor: Khansa Nadira
Kabar Baru, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto berada pada titik krusial dalam kepemimpinannya. Gelombang kritik publik terhadap kabinet dan kebijakan pemerintah menunjukkan adanya jarak yang semakin lebar antara elite politik dengan denyut nadi rakyat.
Demi menjaga stabilitas politik dan keutuhan negara, langkah tegas, berani, dan terukur harus segera diambil.
Berikut langkah strategis, dalam rangka ikhtiar untuk memulihkan kembali animo trust building rakyat, memulihkan kembali stabilitas politik nasional kembali dalam rentang kendali presiden Prabowo.
Pertama; Hentikan pola mengasuh Menteri warisan Jokowi. Sudah waktunya Presiden Prabowo menghentikan pola mengasuh orang-orang warisan Jokowi.
Menteri yang berpolemik, tidak berpihak dan tidak berempati sedikit pun kepada rakyat, dan gagal menunjukkan keberpihakan kebijakan, harus dicopot.
Kabinet yang berisi figur lemah hanya akan menjadi beban, bukan motor penggerak visi besar Presiden.
Kedua; Hentikan semua kebijakan yang menyusahkan rakyat. Kebijakan yang membebani rakyat harus segera dievaluasi dan dihentikan. Termasuk rencana maupun regulasi yang tidak realistis dan justru menambah penderitaan masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang kian sulit.
Ketiga; Reformasi total DPR dan etika politik. Partai politik harus memecat anggota DPR yang tidak sensitif, apalagi berjoget-joget di tengah penderitaan rakyat.
Gestur seperti ini menciptakan luka kolektif, mencederai martabat lembaga legislatif, serta memperburuk citra politik di mata rakyat, memantik kekacauan, instabilitas politik (disorder) per hari ini.
Keempat; Reformasi total Polri. Institusi Polri selama ini dipersepsikan publik terlatih represif, memanipulasi kasus, lebih menjadi pelindung pejabat daripada pelindung rakyat. Reformasi Polri menjadi keniscayaan.
Bila situasi makin memburuk 2×24 jam ke depan, bisa komplikasi dan Presiden Prabowo ikut terseret jauh lebih dalam gelombang kemarahan rakyat yang ibarat bola salju, jika situasi makin memburuk, skala kerusuhan semakin membesar, situasi makin tak terkendali, tangga makin meninggi, makin banyak aparat dan rakyat jadi korban karena benturan.
Hindari bertambahnya korban jiwa berjatuhan, pemantiknya bertambahnya korban jiwa, intensitas fasilitas publik semakin banyak dibakar, sebelum terlambat.
Terlalu mahal pertaruhannya pak presiden. Rakyat sayang sama presiden, gunakan-lah prerogatif memberhentikan Kapolri, jalan sementara meredam tensi politik makin memanas dan tidak teratur.
Kelima; batalkan kebijakan pajak yang selama ini membebani. Kebijakan perpajakan yang memeras dan menyengsarakan rakyat harus dikoreksi.
Prinsip pajak adalah keadilan, bukan pemerasan. Rakyat menolak menjadi sapi perah hanya demi menutup lubang kebocoran anggaran dan membayar bunga hutang 600 triliun per tahun, akibat warisan lama Jokowi yang berhutang ugal-ugalan, pakai pajak rakyat untuk membayarnya, mazhab IMF buat hutang, paksa rakyat untuk membayar hutang tersebut.
Ini ngak fear dan melukai rasa keadilan, ini penindasan dan kesewenang-wenangan.
Kelima; Stop arogansi privilege dan paksa tinjau ulang gaji fantastis pejabat DPR, hapus dana pensiunan DPR, Menteri dan gaji pejabat lainnya.
Rakyat marah besar menyaksikan pejabat menaikkan gaji dan tunjangan di tengah krisis, sambil berfoya-foya. Ini menciptakan jurang ketidakadilan yang makin dalam.
Presiden harus membatalkan kebijakan yang tidak etis dan tidak bermoral ini.
Keenam; kembalikan transfer daerah. Agar roda ekonomi daerah berputar kembali, transfer dana ke daerah harus dibuka tanpa potongan.
Evaluasi anggaran jumbo seperti MBG, Koperasi Merah Putih, dan Sekolah Rakyat wajib dilakukan agar tidak terjadi ketimpangan, pemborosan, tidak terukur yang merugikan program strategis/prioritas lain.
Ketujuh; Infrastruktur dan membuka lapangan kerja. Prabowo wajib membuka kembali proyek infrastruktur yang tepat sasaran dan benar benar super prioritas yang merata di daerah.
Pembangunan jalan, jembatan, dan infrastruktur dasar akan membuka lapangan kerja, menyerap pengangguran, sekaligus membangun konektivitas nasional.
Kedelapan; Luncurkan secara masif program yang mengembirakan hati rakyat, sebab rakyat adalah raja bukan pejabat yang jadi raja, jangan kebolak balik.
Pemerintah harus segera meluncurkan program yang menggembirakan hati rakyat, seperti token listrik gratis atau pembebasan pajak untuk rumah pribadi tempat tinggal rakyat dan jangan lupa segera sahkan undang-undang perampasan aset, rakyat dukung all out 1000 persen.
Langkah ini akan menghadirkan rasa keadilan dan kepedulian negara dan pasti rakyat pasti pasang badan melindungi dan menjaga presidennya.
Kesembilan; jalankan Pasal 33 UUD 1945. Prabowo harus all out menegakkan amanat konstitusi, bumi, air, dan kekayaan alam tidak hanya “dikuasai” tapi “dimiliki” negara untuk kembali didistribusikan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Penertiban tambang ilegal, migas, sawit, batu bara, hingga nikel adalah pertaruhan besar melawan oligarki/pemilik modal, selama ini kualat apabila ada yang coba-coba menyentuh bisnis mereka/digarap kuasa.
Apakah Presiden bertahan, ibarat game theory Ngatur nafas. Namun inilah kunci kemandirian ekonomi bangsa dimulai, kebocoran dari tambang dan mineral yang sudah terlalu lama, supaya pemasukan negara tidak ikut model habitus lama, berburu pajak di kebun binatang, gampang dan ngak kreatif. Peras lindas rakyat dengan pajak yang tidak fear dan tidak manusiawi.
Presiden Prabowo berada pada momen historis, memilih menjadi pemimpin yang benar-benar berpihak kepada rakyat, atau sekadar melanjutkan warisan beban lama yang kian memperuncing kemarahan publik.
Reformasi total terhadap kabinet merah putih, DPR, Polri, hingga tinjau ulang semua kebijakan ekonomi nyusahkan rakyat adalah jalan satu-satunya agar negara terhindar dari anarkisme, kekerasan, dan ancaman instabilitas yang menjadi bom waktu.
Ayo presiden, lakukan segera gebrakan nyata, terukur, senyap tanpa harus pidato berkoar- koar. Ini adalah momentum emas untuk berbenah dan melakukan agenda reformasi total bersama rakyat.
*Penulis adalah Pangi Syarwi Chaniago, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting.