Riset BRIDA–ITS Temukan Tiga Akar Masalah Banjir Kawasan Kota Sumenep

Jurnalis: Rifan Anshory
Kabar Baru, Sumenep — Riset ilmiah Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Sumenep menggandeng Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengungkap penyebab utama banjir di wilayah perkotaan Sumenep.
Penelitian itu menyimpulkan banjir dipicu tiga faktor besar yang saling terkait: klimatologis, antropogenik, dan spasial.
Faktor Klimatologis
Riset menunjukkan Sumenep kerap diguyur hujan ekstrem, terutama periode ulang 10 tahunan dengan curah 95–106 mm dalam enam jam
Selain hujan lebat, wilayah Sumenep yang dekat dengan pesisir juga sangat dipengaruhi pasang laut.
Ketika hujan deras bertepatan dengan air laut pasang, aliran sungai, terutama di Kali Marengan dan Patean yang seharusnya mengalir ke laut menjadi terhambat.
Kondisi ini menciptakan backwater, yaitu air dari hilir yang kembali naik ke arah permukiman sehingga genangan tidak bisa surut dengan cepat.
Hasilnya, meski hujan berhenti, air tetap menggenang karena aliran dari daratan tertahan oleh kondisi laut.
Akibatnya, genangan sulit surut; meski hujan berhenti, air tetap tertahan karena alirannya tidak bisa keluar ke laut.
Faktor Antropogenik
Alih Fungsi Lahan
Banyak ruang terbuka dan lahan resapan berubah menjadi permukiman dan kawasan komersial. Akibatnya, kemampuan tanah menyerap air menurun, sementara limpasan permukaan meningkat dan mengalir ke permukaan jalan.
Drainase Tidak Mampu Menampung Air
Riset menemukan banyak saluran dangkal, tersedimentasi, tertutup sampah, hingga ukurannya tak sesuai dengan intensitas hujan saat ini.
Hasil pemodelan bahkan menunjukkan bahwa debit air dari hulu jauh lebih besar dibanding kapasitas drainase di beberapa sungai seperti Marengan, Patean, dan Sarokah. Sehingga banjir mudah muncul meski hujan singkat.
Saluran Irigasi Dipakai Sebagai Drainase
Di banyak wilayah, saluran irigasi pertanian ikut digunakan sebagai jalur drainase. Padahal desainnya berbeda. Akibatnya, aliran air sering tersumbat dan meluap ke permukiman.
Faktor Spasial
Faktor ketiga berkaitan dengan kondisi geografis dan tata ruang Sumenep.
Topografi Kota Cekung
Sebagian wilayah kota berada di area cekungan atau dataran rendah. Kawasan seperti Bangselok, Pajagalan, Perumahan Satelit, dan Bumi Sumekar Asri menjadi tempat berkumpulnya air dari berbagai arah. Karena posisinya rendah, air mudah menggenang dan membutuhkan waktu lebih lama untuk surut.
Drainase Tidak Tersambung
Riset menemukan banyak saluran yang tidak terhubung satu sama lain atau berakhir buntu. Ketika jaringan drainase tidak membentuk alur yang jelas, air cenderung terjebak di satu titik.
Pengaruh Pesisir
Wilayah yang dekat pantai, seperti Muangan dan Nambakor, sering mengalami kombinasi banjir darat dan banjir rob. Dua tekanan ini membuat genangan lebih tinggi dan lebih lama.
Minim Ruang Air
Kota tidak memiliki kolam retensi atau detensi yang memadai. Tanpa area tampung sementara, debit puncak tidak dapat diperlambat.
Faktor Struktural
Tim peneliti juga menyoroti masalah kelembagaan yang membuat penanganan banjir belum maksimal.
Koordinasi yang Masih Reaktif
Kerja antarinstansi belum terbangun secara kuat. Pemerintah umumnya baru bergerak setelah banjir terjadi karena tidak ada satgas atau sistem koordinasi permanen.
Regulasi Lemah dan Tanpa Sanksi
Akibatnya, banyak pembangunan tidak mengikuti standar drainase, saluran tertutup bangunan, dan kolam resapan tidak tersedia.
Penganggaran Tidak Berbasis Risiko
Anggaran penanganan banjir belum disusun berdasarkan tingkat kerawanan. Banyak titik kritis tidak masuk prioritas karena anggaran masih bersifat rutin dan tahunan.
Pemeliharaan Tidak Konsisten
Pembersihan saluran belum dilakukan secara berkala. Sedimentasi, sampah, dan bangunan liar dibiarkan menumpuk hingga memicu banjir setiap kali hujan deras.
Edukasi Publik Masih Rendah
Kesadaran masyarakat dalam menjaga saluran dan lingkungan masih kurang. Sampah rumah tangga masih banyak yang dibuang ke parit, memperparah penyumbatan drainase.
Inti Temuan
Banjir di Sumenep merupakan kombinasi hujan ekstrem, drainase buruk, minim ruang resapan, topografi cekung, dan pasang laut.
Peneliti memetakan 15 titik rawan, antara lain: Dr. Wahidin–Setiabudi, Jalan Trunojoyo, Bumi Sumekar Asri, Perumahan Satelit, Kartini–Jati Emas, Jalan Melati, Depan Taman Tajamara, Hilir Sungai Marengan, dan Tanggul Kali Anjuk.
Sebagai informasi, ITS Surabaya melaksanakan riset banjir di Sumenep pada Oktober-November 2025 atas inisiasi BRIDA Sumenep.
Penelitian difokuskan pada lima kawasan utama yang dinilai memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap banjir. Kelima titik tersebut meliputi:
- Kawasan Perkotaan – mencakup Perumahan BSA, Perumahan Satelit, serta kawasan Jalan Sumoharjo, Agus Salim, Trunojoyo, Dr. Cipto, dan Didik Setia Budi.
- Desa Patean, Kecamatan Batuan
- Desa Nambakor, Kecamatan Saronggi.
- Desa Sendir, Kecamatan Lenteng.
- Desa Muangan, Kecamatan Saronggi.
Insight NTB
Berita Baru
Berita Utama
Serikat News
Suara Time
Daily Nusantara
Kabar Tren
IDN Vox
Portal Demokrasi
Lens IDN
Seedbacklink







