PPMH SI Sukses Gelar Webinar Nasional Secara Virtual

Jurnalis: Wafil M
KABARBARU, JAKARTA – Perastuan Mahasiswa Perbdaningan Madzhab Hukum Se-Indonesia (PPMH SI) sukses adakan serial diskusi dengan tema “Masih Dibutuhkah Amandemen Konstitus Yang Ke Lima?”, Diselenggarakan pada tanggal 15 Oktober 2021. acara ini diinisiasi untuk membuka wawasan mahasiswa atas wacana krusia yang akhir-ahir ini dilayangkan oleh banyak media social.
Rizki Bachtiar Rifaldi selaku koordinator Nasional Persatuan Perbandingan Madzhab Hukum Se-Indonesia menjelaskan bahwa isu ini sangat penting untuk dibahas, mengingat sebuah konstitusi tidak hanya berkaitan dengan hal-ha yang bersifat dogmatic, namun juga berkaitan dengan faktor2 non hukum yang meliputi factor politik, partai dan kelompok kepentingan lainnya.
“Kepentingan dalam Amandemen ini, baik dari sektor politik, partai, dan kelompok lainnya pasti ada. Maka, bagi saya pembahasan tentang Amandemen kelima ini sangat penting apalagi ini prihal kitab suci kita (UUD 45)”. Ungkap Riski bachtiar saat sambutan.
Dalam webinar tersebut disampaikan oleh tiga orang tokoh yang memiliki kepakaran dalam bidangnya yakni Ardi Manto Adiputra selaku Wakil Direktur Imparsial, Ahmad Hanafi selaku Direkttur Indonesia Parliementary Center, dan juga Ahmad Zaqi Ainurrafiq selaku Direktur Forum Hukum dan Demokrasi.
Dalam pandangan Ardi Manto selaku pemateri pertama dalam Webinar ini, “Munculnya wacana amandemen konstitusi tentu tidak dapat dilepaskan dari isu pergantian kekuasaan akhir-akhir ini, yakni tentang perpanjangan masa jabatan presiden. Kemudian selain itu isu tersebut didukung dengan adanya asumsi bahwa adanya kebebasan bagi pemerinta eksekutif tanpa adanya rambu-rambu tertentu, yang diinisiasi dengan wacana memasukkan kembai GBHN ke dalam konstitusi.”
Dalam pandangannya perubahan konstitusi adalah hal yang sangat wajar dan sah-sah saja, amandemen konstitusi biasanya terjadi untuk menjadi perubahan konstitusi yang bertujuan pemenuhan kebutuhan masyarakat bukan karena adanya kepentingan kepentingan para elit politik.
Di satu sisi dia juga menambahkan, pada dasarnya isu amandemen yang muncul terkesan tidak terlalu krusial, justru dengan dilakukannya amandemen pada saat masa transisi akan menimbulkan asumsi buruk masyarakat terhadap adanya kepentingan-kepentingan politik sekelopok elit belaka.
Ahmad Hanafi selaku pemateri kedua menjelaskan isu krusial yang muncul dalam amandemen paling tidak hanya masalah PPHN, dan isu ini sebenarnya membangun spekulasi adanya keinginan MPR untuk kembali memiliki kontrol terhadap proses pembangunan.
Selain itu ia juga menambahkan “Saya memandang bahwa dalam wacana amandemen ini diasumsiakan adanya peranan DPD yang ingin memiliki peran lebih maksimal dalam proses pembentukan kebijakan publik dengan adanya pemberian hak Veto.” Ujarnya.
Pemateri ketiga dalam webinar ini, Zaki Ainur Rofiq memberikan statement “Menurut saya, sangat diperlukan stimulus dari mahasiswa untuk mendukung opini terkait dengan diwacanakannya amandmen Undang-Undang Dasar, yang hal itu berguna sebagai sebuah pertimbangan dan control dari masyaarakat luas terhadap setiap wacana wacana krusial publik”. Imbuhnya pemateri ketiga dalam diskusi ini.