Penampakan Langka Dugong di Laut Wisata Sabang Tende Tolitoli: Pentingnya Pelestarian Ekosistem Laut
Jurnalis: Afriyan
Kabarbaru, Tolitoli | Rabu, 20 Agustus 2024, perairan Laut Wisata Sabang Tende, Tolitoli, Sulawesi Tengah menjadi saksi sebuah penampakan yang langka dan berharga. Seekor dugong dengan panjang sekitar 2 meter berhasil tertangkap kamera oleh Een, seorang penyelam dari Adhyaksa Diving Club, saat berada di kedalaman 7 meter. Penampakan ini merupakan kejadian yang sangat jarang, mengingat populasi dugong di kawasan tersebut telah menurun drastis.
Dugong (Dugong dugon) merupakan satu-satunya mamalia laut herbivora yang hidup di perairan dangkal, khususnya di ekosistem padang lamun. Hewan ini bergantung sepenuhnya pada lamun sebagai sumber makanan utama. Dugong memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan gajah dibandingkan dengan paus atau lumba-lumba, menjadikannya spesies unik yang perlu dilindungi. Sayangnya, populasi dugong di berbagai wilayah, termasuk Indonesia, terus menurun akibat perburuan, terjerat jaring ikan, dan kerusakan habitat. Menurut data, populasi dugong di Indonesia yang pada tahun 1970-an diperkirakan mencapai 10.000 individu, kini hanya tersisa sekitar 1.000 individu pada tahun 1994.
Penurunan populasi ini juga dirasakan di Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan, salah satu habitat utama dugong di Indonesia. Di wilayah tersebut, dugong terakhir kali dilaporkan terlihat pada tahun 1991. Selama periode 1992 hingga 2017, tidak ada laporan lebih lanjut tentang keberadaan dugong, yang membuat sebagian masyarakat beranggapan bahwa spesies ini telah punah di kawasan tersebut.
Kemunculan dugong di Laut Wisata Sabang Tende, Tolitoli, menjadi sebuah momen penting yang menegaskan bahwa meskipun populasinya sangat kecil, dugong masih ada di perairan ini. Een, penyelam yang mendokumentasikan penampakan ini, mengingatkan betapa pentingnya menjaga kelestarian dugong dan ekosistemnya. “Dugong wajib dijaga dan tidak boleh diburu, khususnya bagi masyarakat Tolitoli. Keberadaan dugong bisa menjadi daya tarik wisata yang luar biasa, sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem bawah laut,” ujarnya.
Keberadaan dugong di alam liar sangat bergantung pada kelestarian ekosistem lamun, yang merupakan habitat utama mereka. Lamun adalah tumbuhan laut yang hidup di dasar perairan dangkal dan berfungsi sebagai penghasil oksigen serta tempat berlindung bagi berbagai spesies laut lainnya. Degradasi padang lamun akibat aktivitas manusia, seperti pencemaran, pembangunan pesisir, dan penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan, dapat mengancam kelangsungan hidup dugong. Oleh karena itu, menjaga kelestarian lamun sama pentingnya dengan melindungi dugong itu sendiri.
Penampakan dugong ini juga menjadi pengingat bahwa upaya konservasi harus terus dilakukan. Peningkatan kesadaran masyarakat lokal mengenai pentingnya melindungi dugong dan habitatnya sangatlah krusial. Ini bukan hanya demi keberlangsungan spesies dugong, tetapi juga demi menjaga keseimbangan ekosistem laut yang lebih luas. Selain itu, keberadaan dugong juga memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata yang berkelanjutan, yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat tanpa merusak lingkungan.
Adhyaksa Diving Club, bersama dengan pemerintah daerah dan lembaga terkait, diharapkan dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk melindungi dugong di perairan Tolitoli. Melalui edukasi, regulasi yang lebih ketat, dan pengawasan terhadap aktivitas penangkapan ikan, populasi dugong dapat dilestarikan dan bahkan ditingkatkan. Dengan demikian, ekosistem bawah laut Tolitoli dapat terus berkembang dan menjadi sumber keanekaragaman hayati serta daya tarik wisata yang berkelanjutan.
Penampakan langka ini menjadi momen yang menginspirasi bagi semua pihak untuk berperan aktif dalam menjaga dan melestarikan warisan alam yang sangat berharga ini.