Pakar Hukum: Asas Dominus Litis Pada Rancangan KUHAP Masih Problematik

Jurnalis: Nurhaliza Ramadhani
Kabarbaru, Jakarta – Centrum Muda Proaktif (CMPRO) Menyelenggarakan Focus Group Duscussion (FGD) dengan tema Penguatan Penegak Hukum dalam KUHAP di Jakarta.
FGD dihadiri Ketua Umum CMPRO Onky Fachrur Rozie, Rizki Abdul Rahman Wahid Ketua Harian CMPRO, Thabita Napitupulu Puteri Indonesia asal Sumatera Utara dan jajaran Akademisi antara lain, Prof. Dr. Deni Setya Bagus Yuherawan, S.H., M.S (Guru Besar Ilmu Hukum Pidana), Assoc Prof. Dr. Ilyas Indra, S.H. MM (Ketua Umum Persatuan Pengacara Syariah dan Hukum seluruh Indonesia DPP PPSHI), Dr. Azmi Syahputra, S.H. M.H (Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti), Dr. Herman, S.H., LLM (Dekan Fakultas Hukum UHO).
Sejumlah Akademisi menyoroti Penerapan asas dominus litis dalam draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Asas tersebut berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan, dalam penegakan hukum di Indonesia.
Prof. Dr. Deni Setya Bagus Yuherawan, S.H., M.S, Guru Besar Ilmu Hukum Pidana menjelaskan asas dominus litis. Yakni, asas yang menempatkan lembaga tertentu sebagai pihak penentu, apakah suatu perkara layak dilanjutkan atau dihentikan dalam proses peradilan.
“Pandangan kami, apabila kewenangan tersebut dimiliki oleh jaksa tentu akan menimbulkan tumpang tindih dalam penegakan kepastian hukum, dan dapat menimbulkan carut-marut” ujar Deni dalam penjelasannya saat FGD.
Deni menyebut fungsi kepolisian bakal bergeser jika dominus litis diterapkan. Menurut dia, jaksa cukup berperan sebagai penuntut dalam suatu perkara. Selebihnya Rancangan KUHAP lebih kepada penguatan fungsi penegak hukum.
“Pembacaan kami kewenangan jaksa sudah jelas dalam penuntutan pidana, kami mengingatkan bahwa kewenangan jaksa dalam sistem hukum Indonesia sudah ada, dan sementara kepolisian memiliki peran dalam penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, tinggal dikuatkan saja” ungkap dia.
Ketua Umum Centrum Muda Proaktif Onky Fachrur Rozie juga menekankan agar Rancangan KUHAP bisa mengakomodir keseimbangan antar lembaga dan kepentingan Masyarakat, bukan kepentingan satu lembaga yang dapat menimbulkan praktik monopolistik dalam penegakan hukum.
“Rekomendasi kita dari FGD ini jelas, agar rancangan KUHAP ini lebih mengakomodir keseimbangan antar lembaga dan kepentingan Masyarakat, bukan kepentingan lembaga tertentu yang akan menciptakan praktik monopolistik dalam KUHAP” tegas Onky.
Ia menambahkan, jika RUU KUHAP disahkan, kewenangan jaksa dalam menghentikan atau melanjutkan perkara berpotensi membingungkan masyarakat dalam mencari kepastian hukum. Dan akan menimbulkan masalah baru dalam penegakan hukum.
“Sehingga apabila jaksa diberi wewenang untuk menghentikan suatu perkara yang dilimpahkan oleh kepolisian tentunya akan menimbulkan masalah baru dan Jaksa bisa berpotensi menyalahgunakan wewenang atau Abuse of power” tutup dia.