Konstruksi Masyarakat Madura, Tentang Pemakaian Alat Kontrasepsi terhadap Fertilitas
Jurnalis: Wafil M
KABARBARU, OPINI– Penduduk merupakan satu unsur dari pembentukan negara. Pada zaman penjajahan, penduduk sangat berperan penting untuk mempertahankan daerah kekuasaan. Seiring dengan berkembangnya jaman, penduduk yang berkualitas sangat penting dalam pembangunan negara. Penduduk yang berkualitas tidak dilihat dari banyaknya populasi tapi dilihat dari kualitas manusia dalam membangun negaranya. Sebagaimana dalam Indeks Pembangunan Manusia Indonesia saat ini Indonesia masih rendah dengan urutan ke-124 dari 182 negara. Selain itu, Indonesia penyumbang penduduk tertinggi pada urutan ke-4 setelah negara China, India, dan Amerika. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia.
Pada masa pemerintahan Soeharto yang diulas di GBHN penduduk dinilai sebagai kerangka dasar untuk membangun sebuah negara dan jumlah penduduk dinilai sebagai penunjang negara untuk berkembang. Namun, pemerintah memberikan dua catatan yang harus diperhatikan. Pertama, mengingat teori Malthus mengenai sumber makanan yang terbatas, maka pertumbuhan penduduk perlu dikontrol. Kedua, penduduk yang berkualitas menjadi modal dasar pembangunan maka Penduduk mempunyai peranan fungsi yang sentral bagi negara.
Terkait kedua hal diatas, pemerintah mengembangkan dua strategi. Pertama. Melalui Departemen Pendidikan, pemerintah menerapkan program peningkatan kualitas sumber daya manusia. Salah satunya ialah program wajib belajar sembilan tahun. program ini dilanjutkan oleh pemerintahan paska Soeharto dengan memperpanjang masa pendidikan menjadi wajib belajar 12 tahun. Selain itu adanya program BOS dan Bidik Misi dapat menjangkau semua kalangan untuk memperoleh hak pendidikan.
Strategi untuk melakukan kontrol penduduk ada dua yakni Cara ini dimulai dengan adanya program keluarga berencana. Dalam implementasinya program Keluarga Berencana melalui Undang-Undang Perkawinan memberlakukan batas minimal usia kawin. Dengan adanya program keluarga berencana tadi membantu penurunan angka fertilitas sehingga mengurangi resiko kelahiran dan kematian pada ibu dan anak. Selain dengan mengadakan program keluarga berencana ada cara lain untuk mengurangi angka fertilitas yakni dengan penggunaan alat kontrasepsi Serta dengan cara kedua ini kita bisa melihat perkembangan dan penurunan angka kelahiran.
Tingkat fertilitas yang terus menanjak sekian hari akan mengancam pada keselamatan ibu. Semakin sering ibu melahirkan, maka semakin beresiko yang bisa berakibat pada kematian. Hal ini juga berimplikasi pada kualitas SDM yang dibangun karena proses pembelajaran yang juga berkurang. Jarak kehamilan yang tidak dikendalikan, akan menghambat hak anak untuk mendapat pendidikan dari orang tua yang cukup. Manakala anak masih membutuhkan ASI harus disapih, karena si ibu sedang hamil. Anak yang berhenti menyusu sebelum usia 2 tahun akan memengaruhi kecerdasannya dan emosionalnya.
Kontrasepsi berasal dari bahasa kontra yaitu mencegah sesuatu yang tidak dikehendaki. Sedangkan konsepsi yang dimaksud ialah mencegah pertemuan sel telur pada wanita dan sel sperma pada pria yang bisa mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi juga dimaksudkan fertilsasi yakni pembuahan karena bertemunya sel telur (ovum) dengan sel sperma (spermatozoa) melalui saluran sel telur. Alat yaitu sesuatu benda yang digunakan untuk mencapai tujuan. Alat kontrasepsi dapat bersifat permanen atau reversibel (kembali).
Penggunaan alat kontrasepsi dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya dalam masyarakat. Masyarakat Madura yang memiliki karakteristik sebagai masyarakat religius, memiliki makna tersendiri terhadap alat kontrasepsi. Tujuan tulisan ini untuk melihat realita sosial secara subyektif melalui interaksi dan tindakan mengenai penggunaan alat kontrasepsi. Adapun Teori yang digunakan untuk masalah ini adalah teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger. Hasil tulisan ini penggunaan jenis kontrasepsi melihat fertilitas di daerah madura yang semakin banyak, alat kontrasepsi dapat diterima oleh masyarakat Madura karena agama juga tidak melarangnya.
kontrasepsi difungsikan untuk menekan jumlah kematian ibu dan anak. Dimana seseorang yang sering melahirkan akan berdampak buruk pada kesehatannya. Jarak terlalu dekat akan mempengaruhi proses perkembangan anak. Secara emosional, anak akan kekurangan perhatian kasih sayang yang cukup karena pemberian ASI yang terbatas oleh usia. Demikian juga pada kesehatan ibu yang akan mengakibatkan pengenduran pada otot vagina jika terlalu sering melahirkan. Hal ini tentu akan berdampak pada kepuasan seksual antara suami istri. Selain hal diatas, pertumbuhan penduduk sering terjadi pada kasus pernikahan usia dini. Sebelum rezim Soeharto, usia yang seharusnya belum siap untuk menapaki kehidupan rumah tangga harus dirasakan oleh kaum perempuan.
Tidak lepas dari itu Tokoh masyarakat seperti tokoh agama menyadari bahwa status tersebut sangat dihormati dan diharapkan dapat memberi contoh bagi masyarakat lainnya. Karena itulah tokoh agama tidak menjerumuskan masyarakat dalam memberi contoh yang buruk serta pro terhadap program pemerintah. Salah satunya adalah tidak membuat larangan ataupun hanya memiliki anak yang tidak lebih dari dua. Dalam tausiyahnya memang tak pernah sekalipun tokoh agama menyinggung masalah partisipasi seseorang dalam menggunakan kontrasepsi. Hal itu semata-mata karena masalah tersebut merupakan persoalan keluarga yang bersifat pribadi. Hanya saja para kyai berpesan harus mengajarkan pendidikan moral dan memberikan nilai-nilai sosial yang baik dalam mendidik anak. Langkah tersebut karena anak merupakan generasi penerus yang akan menjalankan kewajibannya sebagai pemimpin umat dan bangsa.
Penggunaan alat kontrasepsi yang dinilai negatif karena dilihat dari cara pemasangannya, menimbulkan konstruksi baru bahwa pemakaian kontrasepsi tersebut halal. Segi sektor agama yang juga menjunjung tinggi kesejahteraan anak serta tidak melanggar aturan agama, maka hal tersebut diperbolehkan. Cara pemasangan alat kontrasepsi implan tak lain karena adanya kemajuan teknologi kedokteran yang menciptakan inovasi jenis alat kontrasepsi. Namun, inovasi tersebut mendapat sambutan yang berbeda dari kalangan mayarakat yang berbeda.
Jadi pelajaran yang dapat kita ambil adalah Program pemerintah dalam mengatasi jumlah penduduk yang semakin meningkat memiliki visi yakni mewujudkan keluarga kecil bahagia dengan slogan “dua anak cukup” serta mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan. Langkah preventif dalam program tersebut sangat membantu wawasan masyarakat mengenai penundaan usia perkawinan, pembatasan jumlah anak, konseling remaja dan reproduksi, serta penggunaan alat kontrasepsi. Penurunan tingkat fertilitas ini penting terkait dengan kualitas hidup ibu dan anak paska kelahiran. Terkait dengan resiko tinggi jika ibu sering melahirkan, maka semakin beresiko.
Di pihak lain maka kualitas anak semakin rendah. Hal ini terlihat pada kurangnya kedekatan emosional ibu dan anak pada masa pengasuhan. Selain itu, hak anak dalam memperoleh pendidikan yang tinggi juga terhambat bilamana kesulitan ekonomi karena memiliki banyak anak.
*) Penulis adalah Ach. Zulvi Syarivan Nahdi, Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Sosiologi Agama.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co