Kalimantan Bukan Tanah Kosong: Lawan Transmigrasi Yang Tak Berkeadilan

Jurnalis: Sri Hartutik Sandora
Kabar Baru, Opini – Kami dari Badan Eksekutif Mahasiswa Se-Kalimantan menyatakan keprihatinan dan penolakan atas rencana prioritas kawasan transmigrasi tahun 2025–2029 yang menempatkan sebagian besar wilayah Kalimantan sebagai tujuan utama.
Rencana ini, yang didorong oleh RPJMN Kementerian Transmigrasi, memperlihatkan betapa Kalimantan masih dipandang sebagai ruang kosong yang bisa diisi sesuka hati, tanpa mempertimbangkan keberadaan masyarakat lokal, adat, dan ekosistem yang telah lama hidup berdampingan di dalamnya.
Kalimantan bukan tanah kosong. Ia adalah rumah bagi banyak komunitas adat, kearifan lokal, dan keanekaragaman hayati yang selama ini justru menjadi benteng terakhir dari krisis ekologis yang melanda negeri ini.
Melihat wilayah kami kembali menjadi sasaran program transmigrasi dalam skala besar, kami mempertanyakan apakah negara benar-benar belajar dari sejarah panjang konflik agraria, ketimpangan sosial, dan marginalisasi warga lokal yang pernah terjadi pada era transmigrasi sebelumnya.
Transmigrasi yang dipaksakan tanpa kajian mendalam dan partisipasi aktif masyarakat hanya akan melanggengkan pola pembangunan yang eksploitatif dan tidak berpihak.
Di tengah gempuran industri ekstraktif seperti tambang, sawit, dan proyek Ibu Kota Negara (IKN), penambahan jumlah penduduk dari luar secara besar-besaran berpotensi memperburuk krisis lingkungan dan mempercepat kerusakan wilayah kami. Apalagi jika prosesnya tidak disertai dengan perlindungan wilayah adat, pengakuan atas tanah ulayat, serta keadilan sosial bagi masyarakat lokal yang telah lama merawat tanah ini.
Kami juga menyoroti bahwa hingga saat ini, belum ada proses konsultasi publik yang terbuka dan adil untuk membicarakan peta transmigrasi ini.
Pemerintah seolah menjalankan agenda pembangunan secara sepihak, tanpa mendengar suara dari akar rumput. Ini bukan hanya bentuk pembangkangan terhadap prinsip-prinsip demokrasi partisipatif, tetapi juga pengingkaran terhadap hak masyarakat Kalimantan untuk menentukan arah pembangunan wilayahnya sendiri.
Atas dasar itu, kami menyatakan sikap: menolak segala bentuk kebijakan transmigrasi yang tidak adil, tidak partisipatif, dan tidak berpihak pada masyarakat lokal maupun kelestarian lingkungan Kalimantan.
Kami menuntut negara untuk segera mengevaluasi rencana ini, melibatkan masyarakat Kalimantan secara aktif, dan menghentikan narasi pembangunan yang terus menjadikan pulau kami sebagai tempat pelarian masalah kepadatan dan ketimpangan di wilayah lain.
Kalimantan bukan pelengkap pembangunan nasional. Kami bukan penonton atas keputusan pusat. Kami adalah bagian dari Indonesia yang berdaulat, berhak bicara, dan harus dilibatkan. Maka hari ini, kami berdiri menyatakan sikap: Kalimantan bukan tanah kosong, dan kami menolak menjadi korban dari kebijakan yang tidak berpijak pada keadilan sosial dan ekologi.
Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Kalimantan!
Penulis adalah Andi Muhammad Akmal, Koordinator Pusat BEM Se-Kalimantan Periode 2024–2025