Persepektif Teori Perundang-Undangan Tentang Penundaan Pemilihan Umum di Indonesia
Editor: Ahmad Arsyad
KABARBARU, OPINI- Akhir pekan ini di Indonesia telah ramai di jagat dunia maya maupun perbincangan publik mengenai perihal penundaan pemilu yang akan diselenggarakan 2024. Mulai dari politisi, partai politik, pakar ahli serta masyarakat memperbincangkan mengenai penundaan pemilihan umum tahun 2024 dengan persepektif masing-masing yang dikuasai.
Menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum didalam Pasal 1 menjelaskan bahwasannya pelaksanaan Pemilu sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya Pemilu dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali pada hari libur atau hari yang diliburkan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 7 yang menjelaskan bahwasannya Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan seterusnya, 2 (dua) periode berturut-turut, Pasal 22E ayat 1 menjelaskan bahwasannya Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 (lima tahun sekali). Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Pasal 3 “Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali”.
Dalam sejarah Pemilu pertama diselanggarakan Negara Indonesia pada masa pemerintahan Soekarno, proses Pemilihan melalu mekanisme yang memilih adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Konstituante. Pada Penundaan maupun mempercepat Pemilu di Negara Indonesia bukan hal baru yang terjadi. Sejak tahun 1955 sampai dengan 1970 Pemilu belum pernah lagi diadakan, karena ada berbagai macam pertimbangan dan persoalan. Mengenai persoalan pemberontakan, agresi militer maupun konsolidasi pemerintahan yang masih belum stabil, opini tersebut bergulir dinilai menjadi akar penyebabnya. Selanjutnya terdapat sejarah Penundaan Pemilu di Indonesia, yakni:
Pada tanggal 29 September 1955 Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada tanggal 25 Desember 1955 Pemilu diselenggarakan untuk memilih Anggota Konstituante;
Pada tanggal 5 Juli 1971 Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), namun seharusnya dilaksanakan pada tahun 1958 disebabkan karena keamanan;
Pada tanggal 2 Mei 1977 Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD);
Pada tanggal 4 Mei 1982, 32 April 1987, 9 Juni 1992 dan 29 Mei 1997 Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Presiden dan Wakil Presiden ditentukan melalui mekanisme sidang umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
Pada tanggal 7 Juni 1999, atas desakan masyarakat untuk menindak lanjuti pergerakan reformasi, maka Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Presiden dan Wakil Presiden ditentukan melalui mekanisme sidang umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang seharusnya dilaksanakan pada tahun 2002;
Pada Tanggal 5 April 2004 Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pada tanggal 5 Juli 2004 dan 20 September 2004 (dilaksanakan selama 2 putaran) pertama kalinya Pemilihan Umum melibatkan partisipasi masyarakat (Pemilihan Umum Langsung) untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden;
Pada Tanggal 9 April 2009 Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pada tanggal 8 Juli 2009 Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden;
Pada Tanggal 9 April 2014 Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Pada tanggal 9 Juli 2014 Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden;
Pada Tanggal 17 April 2019 Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden;
Bila melihat dari sejarah Pemilihan Umum di Negara Indonesia, terdapat penundaan maupun dimajukan dari tanggal yang telah ditentukan pada Undang-Undang. Namun tidak ada Pemilihan Umum secara langsung memilih Presiden dan Wakil Presiden yang melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi.
Atas dasar landasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. terdapat induksi pada “penundaan pemilu 2024”, bertolak belakang pada Undang-Undang tersebut.
Jika menelisik terlebih mendalam belum adanya pengaturan yang melandasi penundaan Pemilu Langsung untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Namun secara historis tidak ada penundaan pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Selanjutnya bertentangan dengan Undang-Undang yang menetapkan dengan jelas Pemilihan Umum dilaksanakan pada 5 (lima) tahun.
Penundaan Pemilu dapat diatur secara konstitusi, dirancang dan dituangkan dalam Peraturan Perundang-Undangan untuk melaksanakan penundaan Pemilu dalam hal darurat. Namun akan menjadikan sebuah polemik dan kemarahan bagi semua kalangan masyarakat di Negara Indonesia, dikarenakan situasi saat ini tidak ada aturan yang membuat negara sedang dalam keadaan memaksa dan/atau darurat (Hukum Tata Negara Darurat).
Seperti saat kondisi adanya virus yang dilanda diberbagai negara salah satunya di Negara Indonesia, wabah Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), tidak dapat menjadi acuan sebagai penundaan Pemilu yang akan dilaksanakan pada tahun 2024 disebabkan tidak dikeluarkannya Peraturan terkait negara sedang memaksa maupun seperti menimbang serta mengingat berkaitan pada Pasal 12 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pencabutan Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1957 (Lembaran-Negara Nomor 160 Tahun 1957) dan Penetapan Keadaan Bahaya. Selain hal tersebut, menghilangkan dan/atau meniadakan semangat reformasi yang telah digandrungi oleh masyarakat di Negara Indonesia.
*) Penulis adalah Fadel Ilham Bagusti, S.H, Magister Hukum Kenegaraan Universitas Indonesia.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co