Majelis Adat Sasak Sindir Tipikor Mataram, Jangan Jadikan Pasal Lebih Tinggi dari Kebenaran

Jurnalis: Muh Arif
Kabarbaru.co, Mataram-Menjelang sidang putusan perkara dugaan korupsi pembangunan Nusa Tenggara Barat Convention Center (NCC), yang melibatkan mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB Ir. H. Rosiady Husaeni Sayuti, M.Sc., Ph.D., suara moral dari tanah Sasak bergema lantang.
Majelis Adat Sasak (MAS) lembaga tertinggi penjaga nilai, martabat, dan kehormatan masyarakat Sasak menyatakan sikap tegas terhadap penanganan kasus ini. Melalui pernyataan resmi Pengerakse Agung Majelis Adat Sasak, Dr. H. Lalu Sajim Sastrawan, S.H., M.H., lembaga adat menilai bahwa perkara Rosiady adalah bentuk kriminalisasi terhadap pejabat jujur dan menjadi tamparan bagi rasa keadilan masyarakat NTB.
“Baik secara pribadi maupun sebagai Ketua Majelis Adat Sasak, saya mengenal betul sosok Rosiady. Beliau birokrat yang berintegritas, berakhlak, dan sangat menjunjung tinggi aturan. Saya sangat terkejut ketika beliau dijadikan tersangka. Ini bukan hanya masalah pribadi, ini musibah besar bagi NTB,” tegas Dr. Sajim.Mataram, 7 Oktober 2025.
Rosiady Bukan Koruptor, Tapi Korban Kriminalisasi Sistem
Dalam keterangannya, Dr. Sajim mengaku mengikuti jalannya persidangan secara seksama. Ia menyebut fakta hukum sudah jelas, proyek NCC tidak menggunakan uang negara, tidak menimbulkan kerugian keuangan negara, dan tidak ada aliran dana pribadi kepada Rosiady.
“Ahli keuangan negara, ahli pidana, bahkan mantan Gubernur NTB, Tuan Guru Bajang (TGB), semua menyatakan tidak ada dana APBD, tidak ada APBN yang digunakan. Lalu atas dasar apa beliau dituntut 12 tahun penjara?” ujarnya heran.
Menurutnya, perkara ini sarat dengan ketimpangan. Sebagai pejabat yang bekerja dalam sistem, Rosiady tidak mungkin bertindak sendiri. Ada Gubernur, ada Wakil Gubernur, ada struktur birokrasi.
“Pertanyaannya, kenapa hanya beliau yang dijadikan kambing hitam? Ini bukan keadilan, ini pelimpahan tanggung jawab. Dan kami di Majelis Adat Sasak sangat menyesalkan itu,” tambahnya.
Langkah Adat: Simbol Solidaritas untuk Keadilan
Sejak awal penahanan Rosiady, Majelis Adat Sasak telah menunjukkan sikap hormat dan solidaritas moral. Dr. Sajim bersama para tokoh adat turun langsung mengunjungi Rosiady di Lapas Praya, mengenakan pakaian adat lengkap sebagai bentuk penghormatan dan penegasan bahwa orang baik tidak boleh diperlakukan seperti penjahat.
“Kami datang bukan untuk politik, tapi untuk menjaga kehormatan. Kami bahkan meminta petugas lapas agar memperlakukan beliau dengan hormat. Ini ajaran adat kami orang baik harus dijaga martabatnya, meski sedang diuji,” ungkapnya.
Ia menegaskan, Majelis Adat Sasak akan terus mendampingi secara moral dan spiritual hingga putusan akhir. Doa bersama terus dilakukan di berbagai dusun dan kampung adat sebagai bentuk dukungan agar hakim diberi kejernihan hati.
Nilai Adat Sasak: Kindih, Malih, dan Merang
Lebih jauh, Dr. Sajim menjelaskan bahwa masyarakat Sasak memiliki filosofi hidup yang kuat dalam menegakkan etika dan kejujuran:
• Kindih: hidup berdasarkan etika dan moral;
• Malih: pantang melakukan perbuatan tercela;
• Merang: rasa malu jika melanggar aturan atau kepercayaan.
“Rosiady adalah sosok yang hidup dengan nilai-nilai ini. Mustahil beliau melanggar hukum untuk keuntungan pribadi. Orang Sasak sangat malu jika berbuat salah, apalagi seorang birokrat dan akademisi seperti beliau yang selalu menekankan integritas kepada bawahannya,” ujarnya dengan nada tegas.
Seruan Moral untuk Majelis Hakim dan Penegak Hukum
Menjelang sidang putusan pada Jumat, 10 Oktober 2025, Majelis Adat Sasak menyerukan kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor Mataram agar memutus perkara berdasarkan fakta persidangan dan hati nurani, bukan tekanan atau persepsi semata.
“Kami memohon dengan hormat, majelis hakim jangan hanya melihat pasal, tapi lihatlah kebenaran. Hakim adalah wakil Tuhan di muka bumi. Kami percaya, keputusan yang lahir dari hati yang jernih akan membawa berkah bagi keadilan,” kata Dr. Sajim.
Ia menegaskan, masyarakat NTB kini sudah sangat paham akan jalannya sidang. Fakta-fakta yang terungkap di pengadilan menunjukkan tidak adanya kerugian negara.
“Kalau fakta yang nyata diabaikan, publik akan kehilangan kepercayaan terhadap hukum. Jangan biarkan keadilan mati di ruang sidang Tipikor Mataram,” tegasnya.
Majelis Adat Akan Silaturahmi ke Pengadilan dan DPR RI
Sebagai langkah lanjutan, Majelis Adat Sasak akan melakukan silaturahmi ke Pengadilan Tipikor Mataram untuk memberikan dukungan moral kepada majelis hakim, sekaligus mengingatkan bahwa hukum dan adat harus berjalan beriringan dalam nilai kemanusiaan.
Selain itu, MAS juga berencana menemui Komisi III DPR RI, khususnya Anggota DPR RI asal NTB, Hj. Sari Yuliati, untuk memberikan perhatian terhadap potensi kriminalisasi kebijakan publik yang bisa menakutkan birokrat dan mematikan iklim investasi daerah.
“Kami akan datang dengan niat baik, membawa pesan kemanusiaan. Hukum harus dijalankan dengan asas keadilan dan nurani. Kalau orang jujur bisa dihukum, maka bangsa ini kehilangan arah,” kata Dr. Sajim.
Suara dari Tanah Sasak untuk Keadilan
Majelis Adat Sasak menutup seruannya dengan pesan yang sarat makna dan bernuansa adat:
“Kami tidak membela orang, kami membela nilai. Orang jujur akan kami bela sampai kapan pun. Karena bagi masyarakat Sasak, keadilan tanpa kebenaran adalah kehampaan. Kami berdoa agar majelis hakim diberi kebeningan hati untuk menegakkan keadilan yang sejati.”
Dengan demikian, Majelis Adat Sasak menyerukan agar seluruh elemen masyarakat NTB tetap menjaga ketenangan, sambil terus mendoakan agar keadilan berpihak pada kebenaran.