Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Strategi Ketahanan Pangan di Indonesia: Antara Ambisi dan Realita

Antara Ambisi dan Realita.

Editor:

Penulis : Kayla Novia Ramadhani (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jurusan Ilmu Pemerintahan)

Kabar Baru, Opini – Ketahanan pangan telah lama menjadi isu strategis di Indonesia, mengingat populasi yang terus bertambah dan ketergantungan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pangan nasional. Pemerintah telah mengusung berbagai kebijakan dan strategi untuk memastikan ketersediaan pangan yang cukup, berkualitas, dan terjangkau bagi masyarakat. Namun, di tengah berbagai upaya tersebut, permasalahan klasik seperti ketergantungan pada impor, alih fungsi lahan, serta ancaman perubahan iklim masih menjadi hambatan utama dalam mewujudkan ketahanan pangan yang sesungguhnya.

Jasa Backlink

Salah satu langkah besar yang telah dilakukan pemerintah adalah program Food Estate, yang diklaim sebagai solusi untuk meningkatkan produksi pangan secara signifikan. Program ini berfokus pada pengembangan kawasan pertanian dalam skala besar di daerah-daerah tertentu, seperti Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara. Tujuan utamanya adalah menciptakan lumbung pangan baru yang tidak hanya mengurangi ketergantungan pada daerah penghasil beras tradisional, tetapi juga mendukung diversifikasi pangan dengan menanam komoditas lain seperti jagung dan singkong.

Namun, keberhasilan program ini masih menjadi perdebatan. Food Estate menghadapi kendala teknis seperti kesesuaian lahan dan ekosistem, serta tantangan dalam manajemen sumber daya air. Banyak lahan yang dialokasikan untuk program ini ternyata memiliki karakteristik tanah yang kurang subur, sehingga produktivitasnya tidak optimal. Selain itu, program ini juga dikritik karena berpotensi merusak ekosistem, terutama jika dilakukan di lahan gambut yang rentan terhadap kebakaran dan degradasi lingkungan.

Di luar program Food Estate, diversifikasi pangan sebenarnya telah lama didorong oleh pemerintah, namun realisasinya masih jauh dari harapan. Masyarakat Indonesia masih sangat bergantung pada beras sebagai makanan pokok, meskipun pemerintah telah mengampanyekan konsumsi pangan lokal seperti sagu, jagung, dan ubi. Kurangnya infrastruktur pendukung, minimnya edukasi tentang manfaat diversifikasi pangan, serta pola konsumsi yang sudah terbentuk selama bertahun-tahun menjadi tantangan besar dalam mengubah kebiasaan masyarakat.

Selain itu, stabilitas harga pangan juga masih menjadi persoalan yang sulit diatasi. Fluktuasi harga beras yang sering terjadi menunjukkan bahwa mekanisme distribusi pangan masih belum optimal. Bulog sebagai lembaga yang bertugas menjaga stabilitas harga sering kali menghadapi kendala dalam menyerap hasil panen petani dengan harga yang layak, sementara di sisi lain, kebijakan impor sering kali dijadikan solusi instan untuk mengatasi kelangkaan pasokan. Kebijakan ini memang dapat membantu dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang dapat berdampak negatif pada kesejahteraan petani lokal yang kesulitan bersaing dengan harga pangan impor.

Di sisi lain, tantangan perubahan iklim semakin memperburuk ketahanan pangan nasional. Cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi, seperti kekeringan panjang atau hujan berlebihan, menyebabkan gagal panen di berbagai daerah. Ketahanan pangan tidak hanya bergantung pada produksi, tetapi juga pada infrastruktur pendukung seperti sistem irigasi yang baik, teknologi pertanian yang adaptif, serta perlindungan terhadap lahan pertanian agar tidak terus-menerus tergerus oleh alih fungsi lahan. Sayangnya, pembangunan infrastruktur pertanian sering kali kalah prioritas dibandingkan dengan proyek infrastruktur lainnya.

Untuk menghadapi permasalahan ini, pemerintah perlu mengambil langkah yang lebih holistik dan jangka panjang. Alih-alih hanya berfokus pada peningkatan produksi melalui Food Estate, strategi ketahanan pangan harus mencakup perbaikan sistem distribusi, peningkatan kesejahteraan petani, serta investasi dalam teknologi pertanian yang lebih ramah lingkungan. Digitalisasi dalam sektor pertanian, misalnya, dapat menjadi solusi untuk mengoptimalkan produksi dan distribusi. Dengan pemanfaatan teknologi, petani dapat mengakses informasi harga secara lebih transparan, mengurangi ketergantungan pada tengkulak, serta meningkatkan efisiensi pertanian melalui penggunaan alat dan metode modern.

Selain itu, kebijakan yang lebih tegas dalam melindungi lahan pertanian dari alih fungsi harus diterapkan. Regulasi yang jelas dan insentif bagi petani yang mempertahankan lahannya untuk produksi pangan perlu diperkuat. Jika tidak, maka produksi pangan nasional akan terus menghadapi ancaman penurunan akibat berkurangnya lahan produktif.

Penting juga bagi pemerintah untuk lebih serius dalam mendorong perubahan pola konsumsi masyarakat. Kampanye diversifikasi pangan harus lebih masif, dengan melibatkan berbagai pihak mulai dari akademisi, industri pangan, hingga media. Jika masyarakat tetap bergantung pada beras, maka setiap gangguan dalam produksi beras akan berpotensi mengancam ketahanan pangan secara nasional.

Pada akhirnya, ketahanan pangan bukan sekadar persoalan produksi, tetapi juga mencakup aspek keberlanjutan, keadilan dalam distribusi, dan kesejahteraan petani. Jika strategi yang diterapkan hanya berfokus pada solusi jangka pendek tanpa mengatasi akar masalahnya, maka ketahanan pangan di Indonesia akan tetap rapuh dan rentan terhadap krisis di masa depan.

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store