PT Pegadaian Tersandung Korupsi dan Kredit Fiktif, Presiden Didesak Copot Direksi dan Komisaris

Jurnalis: Hanum Aprilia
Kabar Baru, Jakarta – Serangkaian kasus korupsi dan kredit fiktif yang menjerat PT Pegadaian (Persero) sepanjang 2025 menuai kritik keras dari Lembaga Kajian Kebijakan Publik dan Antikorupsi (LEKKA).
Lembaga itu menilai skandal berulang di tubuh Pegadaian menunjukkan lemahnya sistem pengawasan dan tata kelola internal di perusahaan pelat merah tersebut.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Kebijakan Publik dan Antikorupsi (LEKKA), Firman Maulana menegaskan bahwa direksi dan komisaris Pegadaian gagal menjalankan fungsi pengawasan secara maksimal.
Menurutnya, Pegadaian seharusnya berperan sebagai lembaga yang membantu masyarakat memperoleh akses pinjaman secara mudah dan cepat, bukan justru menjadi sumber masalah baru.
“Pegadaian membawa slogan Mengatasi Masalah Tanpa Masalah, tapi faktanya masalah justru muncul dari dalam. Korupsi dan kredit fiktif terus terjadi karena lemahnya pengawasan,” tegas Firman Maulana kepada Jurnalis Kabarbaru di Jakarta, Sabtu (18/10/2025).
Ia menilai, kegagalan manajemen dalam menegakkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) memperlihatkan adanya celah besar dalam sistem pengendalian internal, baik di tingkat cabang maupun unit pelayanan.
“Kalau terus begini, publik bisa kehilangan kepercayaan terhadap Pegadaian. Presiden Prabowo harus segera melakukan reformasi total. Bahkan bila perlu mengganti jajaran direksi dan komisaris,” tambahnya.
Firman juga meminta pemerintah memperketat pengawasan terhadap seluruh BUMN agar tidak menjadi sarang praktik korupsi.
“LEKKA mendukung Presiden Prabowo untuk menindak tegas para pejabat BUMN yang menyalahgunakan jabatan. Sita seluruh aset pejabat yang terlibat korupsi dan beri hukuman berat agar menimbulkan efek jera,” ujarnya.
Korupsi, Investasi Bodong dan Kredit Fiktif di Pegadaian
Kasus korupsi terbaru yang menyeret Pegadaian terjadi di Cabang Bekasi Timur, Jawa Barat. Kejaksaan Negeri Kota Bekasi menetapkan OA. Seorang pengelola agunan, sebagai tersangka dugaan korupsi pengelolaan barang jaminan senilai Rp748,8 juta.
OA memindahkan logam mulia antarunit pelayanan untuk mengelabui proses audit internal perusahaan.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Bekasi, Hanafi, mengatakan bahwa tindakan tersangka menyebabkan kerugian negara.
“OA memindahkan barang jaminan agar pemeriksaan internal tidak menemukan kekurangan stok,” ujarnya.
Kasus Kredit Fiktif
Kasus lain juga mencuat di Pegadaian Syariah Cabang Karina, Batam, pada Mei 2025. Seorang pegawai berinisial R ditetapkan sebagai tersangka karena menggunakan data pribadi nasabah yang sebelumnya gagal mendapatkan kredit untuk mencairkan dana fiktif.
Aksi itu menimbulkan kerugian mencapai Rp3,9 miliar. Sebagian dana digunakan untuk bermain judi daring.
Sementara itu, pada awal tahun 2025, ratusan warga di Pamekasan, Jawa Timur, menggelar unjuk rasa di depan kantor Pegadaian Syariah setempat.
Mereka menuntut pengembalian dana setelah menjadi korban investasi emas bodong yang melibatkan oknum agen Pegadaian. Kerugian dari kasus ini ditaksir mencapai Rp63 miliar, dan massa sempat menyegel kantor cabang sebagai bentuk protes.
Deretan kasus tersebut memperlihatkan perlunya reformasi menyeluruh di tubuh Pegadaian agar lembaga keuangan negara itu kembali menjalankan fungsi sosial dan ekonominya dengan baik.
LEKKA menegaskan, jika tidak ada langkah konkret dari pemerintah dan manajemen, maka kepercayaan masyarakat terhadap Pegadaian akan terus terkikis.