PKS Tolak Wacana Legalisasi Judi: Banyak Mudaratnya

Jurnalis: Rifan Anshory
Kabar Baru, Jakarta – Juru Bicara DPP PKS, Muhammad Kholid, menolak terhadap wacana legalisasi tempat judi atau kasino di Indonesia.
Ia menilai, melegalkan judi bukan hanya bertentangan dengan Pancasila, namun ada banyak mudarat yang jauh lebih besar dari sekadar keuntungan yang negara terima.
“Penerapan legalisasi judi mungkin akan sedikit meningkatkan penerimaan negara melalui pajak. Tetapi, biaya sosial dan ekonomi akibat legalisasi judi sangat besar dan merusak kehidupan masyarakat,” tegas Kholid dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (15/5).
Ia menambahkan, dampak negatif perjudian, antara lain meningkatkan risiko kriminalitas, kesehatan mental, kekerasan rumah tangga, serta penurunan produktivitas ekonomi warga.
Jika dampak-dampak ini ditaksir secara kasar setara dengan 1% hingga 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), maka dalam konteks Indonesia dengan PDB sekitar Rp19.000 triliun, potensi kerugian sosial ekonomi akibat legalisasi judi dapat berkisar antara Rp190 triliun hingga Rp570 triliun per tahun.
Sementara itu, menurut ekonom Earl L. Grinols dalam bukunya Gambling in America: Costs and Benefits (2004), studi berbasis data Amerika Serikat menemukan bahwa setiap 1 dolar penerimaan negara dari legalisasi judi menimbulkan kerugian sosial sebesar 7 hingga 10 dolar.
“Angka ini tentu kontekstual, tetapi menjadi sinyal kuat bahwa industri judi lebih banyak membawa dampak destruktif daripada manfaat ekonomi yang dijanjikan,” jelas Anggota Komisi XI DPR RI itu.
“Jika perputaran uang judi online di Indonesia diperkirakan mencapai Rp150 triliun per tahun dan negara bisa memungut pajak 10%, maka potensi penerimaan negara hanya sekitar Rp15 triliun. Namun, jika kita ikuti estimasi kerugian sosial seperti yang terjadi di banyak negara lain, maka biaya yang harus ditanggung masyarakat bisa mencapai Rp105 hingga Rp150 triliun per tahun. Ini jelas bukan pilihan rasional,” tambahnya.
Kholid menegaskan bahwa ekonomi judi adalah simbol kerapuhan, kepalsuan, dan kemalasan.
“Mayoritas pelaku judi di Indonesia berasal dari kalangan masyarakat menengah bawah yang secara ekonomi mengalami keputusasaan. Negara punya tanggung jawab moral dan konstitusional untuk memberantas judi dan melindungi warganya dari dampak negatif, bukan justru melegalkannya. Ekonomi judi adalah ekonomi ilusi, bukan solusi bagi bangsa ini,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa industri judi adalah sektor ekonomi destruktif yang merusak jaringan sosial masyarakat dan mengalihkan sumber daya produktif ke sektor spekulatif.
“Daripada melegalkan judi yang jelas haram dan berisiko tinggi, lebih baik pemerintah fokus mendorong ekonomi halal dan memperkuat sektor keuangan syariah,” katanya.
Kholid memaparkan bahwa potensi ekonomi halal Indonesia sangat besar, dengan estimasi perputaran mencapai Rp4.375 triliun per tahun, potensi aset keuangan syariah sebesar Rp5.000 triliun, dan potensi ekspor produk halal hingga USD 100 miliar.
Di sektor ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf), potensi zakat nasional mencapai Rp327 triliun, tetapi realisasinya baru sekitar Rp30 triliun. Sementara potensi aset wakaf tanah diperkirakan lebih dari Rp2.000 triliun, namun mayoritas belum dimanfaatkan secara produktif.
“Negara harus membangun ekonomi berbasis value creation, bukan value destruction. Judi mungkin terlihat memberi pemasukan cepat, tetapi biayanya jauh lebih mahal dan merusak tatanan sosial. Indonesia punya potensi besar membangun ekonomi yang bermartabat, berkeadilan, dan berkelanjutan melalui ekonomi halal. Itu jalan masa depan,” pungkasnya.